09. Masalah baru

137 33 2
                                    

Rencananya mau namatin cerita ini sebelum ganti tahun. So, happy reading ya!! Ramein juga dung, hehe

______________________________

Katanya, dunia adalah tempat di mana manusia diuji sebelum kemudian ditempatkan pada tempat yang kekal sesuai dengan hasil ujiannya. Lantas, jika memang benar begitu, kini sudah ujian ke berapa yang keluarga Ananta jalani?

Pada sore hari yang indah, kala Ananta sedang sibuk memainkan kamera ponselnya untuk mengabadikan senja, cowok dengan cardigan motif papan catur itu dikejutkan dengan kedatangan papa yang langkahnya terlihat tidak santai. Papa bukan bentukan orang yang seperti itu. Karena merasa aneh dengan papanya, Ananta lalu berdiri, mengikuti pelan-pelan langkah lebar papa masuk ke dalam rumah. Dari ruang tamu, Ananta dapat melihat Papa yang membanting tas kerjanya di atas meja makan, dengan sangat kencang sampai Mama yang ada di belakang datang dengan muka panik.

"Ada apa, Mas?"

Papa tampak mengusap wajahnya yang lelah. Sungguh, Ananta tidak mengerti situasi apa yang sedang ia tonton sekarang.

"Kamu kenapa?"

"Aku kena PHK, Ma ...."

Lalu untuk pertama kalinya Ananta melihat Papa menangis. Orangtua itu sesenggukan, air matanya tak tertahan jatuh dengan sangat deras. Mendengar kabar buruk seperti itu, istri mana yang tidak kaget. Mama sampai kehilangan keseimbangan tubuhnya. Ia hampir saja jatuh kalau tidak cepat-cepat pegangan ke sandaran kursi.

"K—kenapa bisa?"

"Aku gak tau."

Setelah itu, Ananta memilih untuk menjauh, tidak mau mendengarkan lebih banyak tentang apa yang akan orangtuanya bicarakan selanjutnya. Ananta tidak mau tau lebih jauh tentang masalah orangtuanya. Bukan tidak ingin peduli, Ananta hanya takut akan kemungkinan buruk yang bisa saja ia dengar nanti.

Sekarang Ananta memilih untuk berada di warung yang tak jauh dari rumah, berada di ujung gang. Cowok itu bengong sambil ditemani oleh semangkok mie goreng buatan ibu-ibu paruh baya penjaga warung. Meski sedang diam, tapi pikiran Ananta sangat amat berisik. Hingga tanpa sadar, seseorang sudah duduk tepat di sampingnya, memperhatikannya entah sudah berapa lama.

"Lagi marahan lo sama itu mie? Kok didiemin aja?"

Kesadaran Ananta baru kembali saat orang itu bicara.

"Hehe, sorry, kaget ya?"

Beruntung Ananta sudah kehabisan banyak energinya hari ini. Jadi keisengan Gentala masih bisa dimaafkan. 

"Kok gak marah?" kata cowok itu yang malah keheranan.

Ananta juga tak kunjung membalas. Ia justru lanjut makan mienya yang hampir dingin.

Sebab diabaikan, Gentala lalu menatap sekeliling, tidak ada yang menarik di sana. Sampai ia menemukan sesuatu yang mungkin bisa memancing Ananta, seenggaknya hanya untuk mengeluarkan suara dari mulut sahabatnya.

"Ta, Ta, fotoin gue, Ta. Mumpung sunsetnya bagus."

Ananta memutar bola matanya malas, menatap Gentala tanpa minat. Selanjutnya tidak ada tindakan lagi yang berarti. Gentala gagal menarik perhatian Ananta. Cowok kurus itu masih sibuk menikmati makanannya, membuat Gentala cemberut dan kembali duduk.

"Ada apa sih?"

"Kenapa? Kenapa minta foto? Biasanya lo gak pernah mau kalau gue fotoin."

Gentala meringis mendengar jawaban Ananta. Sebagai seorang sahabat yang katanya sudah mengenal sangat baik sosok Ananta, ia cuma bisa cengar-cengir malu. Memang Gentala gak suka foto-foto, sedikit anti dengan kemera.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What is Life?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang