Renner bangun dari duduknya lalu segera menghampiri istrinya, "Sa-sayang, aku bisa jelasin..." ucap Renner.
"Nggak usah ya, sayang, sayang...! Ini rumah sakit. Aku dokter, kamu polisi! Sekarang, kenapa ini alat sadap ada di bawah tempat tidur pasien aku??!!" tanya Sabila, masih membentak. Emosinya meledak. Ia tak habis pikir dengan kenekatan suaminya.
"I-iya. Jadi aku tuh curiga kalo dia Rony, itu yang The Ghost. Aku baru dapet notice dari Interpol kalo dia udah di Indonesia sekarang." jelas Renner.
Keputusan yang ia ambil kemarin malam memang spontan. Renner hanya tak bisa menghilangkan rasa curiganya, bahkan setelah Clara memberikan pendapat bahwa latar belakang Rian tak cocok dengan Rony.
Ia menyelinap masuk ke kamar Rian ketika Suster Rini sedang mengantar Rian untuk tes sebelum operasi esok paginya. Memasang alat sadap seperti itu hanya butuh kurang dari dua menit untuk Renner. Rencananya setelah Rian pulang, ia akan mengambilnya lagi. Tapi sayang, istrinya menemukannya duluan.
Alis Sabila menukik, hampir bersatu, "Ya terus?? Masa kamu pikir Rian temen aku kecil itu Rony?? Pembunuh berdarah dingin?! Ngotak dikit deh kalo mau curiga!!" nada Sabila masih tinggi, belum turun sedikitpun.
"Iya soalnya mirip banget, Ca....Fitur-fiturnya, perawakannya, semuanya match the description. Dan sampe sekarang nggak ada yang tahu pasti mukanya Rony tuh kayak apa. Jadi ya, aku mesti denger sendiri percakapan dia kayak apa." jelas Renner lagi, ia lantas mengeluarkan ponselnya, menunjukkan lima foto yang 'diduga' Rony dari arsip Interpol.
Sabila memperhatikan foto-foto itu. Memang Rian check all of the boxes, dari tinggi badan, built badan, dan fitur wajah, tapi...begitu juga suaminya? Deskripsi Rony masih terlalu generic untuk mencurigai Rian.
"Ya tapi, Mas...! Kamu kan udah ngomong sendiri sama dia. Aku juga udah kenalin kamu ke dia. Dan terus...! Istrinya baru meninggal tahun lalu, dia itu kesini lagi sakit dan berduka. Tega, ya, kamu?!" Sabila belum bisa meredam emosinya.
"I...Iya, Ca. Tapi aku cuma pengen lebih waspada aja.." jawab Renner jujur.
"Terus...? Kesimpulan kamu? Apa Rian itu Rony The Ghost? Hm?" tanya Sabila, sambil melipat tangannya.
Sialnya, hasil sadapan itu berbuah nol besar untuk Renner. Rian, betul-betul bukan Rony. Percakapannya semalam, via telepon ke kolega dan keluarganya, membahas hal-hal yang sebenarnya. Dari kondisi kesehatannya, ketidaknyamanannya berada di rumah sakit karena teringat mendiang istri, juga bahasan kantor soal tenggat penggajian karyawan.
"Bu-bukan sih...Tapi ya, lega, bagus. Berarti bukan." balas Renner.
Sabila lantas melayangkan pukulan ke Renner, "Ih...!! Gila kamu, Mas! Kalo aku laporin ke rumah sakit, bisa kena tuntut kamu...! Ini tuh menyalahi privasi pasien. Mana ini Wing VVIP. Gimana sih!!"
Renner berusaha menangkis, tapi akhirnya pasrah. Ia memang pantas mendapatkan pukulan Sabila. Ia tahu Sabila tak akan melapor ke Medika, sebab Rian merupakan tanggung jawabnya juga. Dan lagi, ia suami Sabila. Tak mungkin Sabila tak dicurigai punya andil dalam penyadapan pasien. Ia cuma bisa berharap Sabila tidak melaporkan ini ke Clara. Bisa-bisa ia meneruskan ke Pak Dewa, lalu Renner kena skors.
"Ampun, Ca... Maaf ya, Sayang..." Renner menggunakan senjata terakhirnya, yakni memeluk Sabila dengan paksa. Ia tahu ia dapat meruntuhkan emosi istrinya dengan cara ini.
Sabila masih melayangkan pukulan-pukulan lemahnya ke lengan dan badan Renner, tapi kekuatan Renner untuk menarik dan merengkuhnya membuat Sabila tak berdaya.
"Maaf, maaf...aku beneran minta maaf. Aku juga udah minta maaf kok ke Rian..." ucap Renner, sedikit lirih, sambil mengelus punggung Sabila.
"Beneran?" Sabila yang menolak dipeluk, berhasil menjauhkan wajahnya dari badan Renner, sehingga ia masih bisa melihat netra suaminya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadows of Two Hearts [END]
ActionSekuel dari "Two Worlds Colliding": Ketika dua dunia yang berbeda pada akhirnya bersatu, rintangan apa yang akan ada di depan mereka? Dan apakah mereka bisa melewatinya? 🍣