003

96 15 2
                                    

"H-hentikan i-ini sakit..."

Rintihannya tak digubris oleh kedua pemuda didepannya, satu persatu dari mereka berdua meninggalkan luka di beberapa bagian tubuhnya,  dari tamparan, pukulan bahkan goresan menghiasi wajahnya.

Hingga dering bel terdengar begitu jelas dari luar pintu gudang. Tatapan remeh dari dua pemuda terlihat kurang puas seperti masih ada rasa ingin menghajar kembali pemuda yang terduduk didepan mereka.

"See you later, stupid" ucapnya dengan tersenyum kecil sebelum meludahi pemuda itu

Kedua pemuda tadi pergi begitu saja tanpa membuka ikatan tali tambang yang mengikat kencang kedua lengannya, di beberapa bagian kemeja putih yang ia kenakan nampak kotor karena noda darah yang mengering maupun basah.

Deru nafasnya memendek seiring suara isakan yang begitu lirih, ia menggelengkan kepalanya agar tak menangis lagi

"A-aku harus keluar" pikirnya saat mencoba membuka ikatan ditangannya, setelah membukanya ia mencoba berjalan walaupun sedikit tertatih-tatih karena luka di kakinya

Beruntung pintu gudang tersebut tidak terkunci dari luar, tatapannya mengedar ke segala arah tanpa sadar genggamannya mengencang karena takut.

Langkah demi langkah ia lalui di lorong yang terlihat sepi, mungkin karena sekarang sudah memasuki jam pelajaran jadi para murid sudah memasuki kelasnya masing-masing.

Langkahnya terhenti didepan cermin kamar mandi terlihat beberapa luka lebam di area wajahnya, sudut bibirnya terluka karena tamparan keras yang diberikan dari dua pembully tadi.

Perlahan ia mencoba mengambil air untuk membasuh wajahnya walaupun kedua tangannya sedikit bergetar saat menampung air di telapak tangannya. Rasa perih ia rasakan di seluruh tubuhnya terutama area perut karena tendangan.

"Solar?"

Seketika kedua manik silvernya terbelalak sesaat mendengar suara panggilan yang begitu familiar, tatapan tertuju ke seseorang yang berdiri di belakangnya

"Kakak..." Lirih Solar menatap Thorn yang terdiam melihat kondisi Solar yang berantakan, banyak noda merah bahkan lebam di wajahnya

"Solar, apa yang terjadi... Mereka mengganggu mu lagi?" Tanya Thorn menatap wajah adiknya yang terlihat menahan sakit di sekujur tubuhnya

"G-ga, ad ini tadi... Solar jatuh, iya jatuh" jawab Solar tersenyum kecil

"Solar... ?" Tanya Thorn menatap kedua manik Solar yang terlihat sedikit redup dan kedua pupilnya selalu bergerak seakan menghindarinya, "Thorn tau pasti mereka lagi kan?"

"..."

Tak lama Thorn menarik tubuh adiknya ke dalam pelukannya, usapan pelan ia berikan ke punggung Solar  ia merasa gagal melindungi adik kembarnya sendiri. Andai dia datang lebih awal mungkin hal ini tak akan terjadi

"Maaf, maafin Thorn..."

"Ini bukan salah Thorn, Solar aja yang lemah" ucap Solar tersenyum kecil, hatinya sedikit menghangat saat mendengar ucapan itu. "Jangan beritahu abang Hali ya"

"Hum iya" anggukkan kecil dari Thorn membuat Solar lebih lega, "Ayo ke UKS. Thorn obatin dulu"

"Iya"



Sesampainya disana Thorn meminta Solar untuk duduk di kasur, beruntung hanya mereka berdua disini. Jadi ga bakal ada drama malu, tsundere dari si bensin- Solar.

"Masih di tempat itu?" Tanya Thorn setelah memberi Solar air minum

"Iya, Solar ada salah ya sama mereka?. Sampai segitunya mereka benci sama Solar" lirih Solar menunduk menatap bayangan dirinya di gelas yang ia genggam

Tatapan sendu itu bagai tusukan jarum di hati Thorn, ia benci melihat adiknya seperti itu. Apa yang harus ia lakukan ?. Tak mungkin hal ini terus berlanjut, apa perlu ia mengatakan ke Halilintar ?. Atau dia sendiri yang menghabisi mereka-

"Thorn?" Panggil Solar saat melihat Thorn terdiam di kursi samping kasur

"Ah iya ?" Tanya Thorn menatap kembali wajah Solar, ia sedikit menggelengkan kepalanya untuk melupakan pikirannya itu

"Mikirin apa ?, sampai serius" tanya Solar yang penasaran dengan pikiran Thorn, walaupun mereka kembar terkadang Thorn dengan lihai mengelabui orang sekitar dengan mudah, bahkan Solar sulit untuk membacanya

"Gapapa, cuma pikiran Thorn sedikit acak" ucap Thorn tersenyum kecil lalu mengusap pelan rambut Solar

"Begitu.." anggukan kecil dari Solar membuat Thorn bernapas lega

Dengan cekatan Thorn mulai mengobati luka yang ada di lengan Solar maupun wajah, tatapan lembut itu membuat Solar nyaman di sisi kakak kembarnya. Sejak tadi ia memperhatikan Thorn yang tampak fokus menutup lukanya dengan plester maupun perban

"Ada apa Solar?, mau pelukan?" Tanya Thorn mendapati Solar menatap dirinya

"E-enggak ada" jawab Solar mengalihkan pandangannya

Tawa kecil terdengar sebelum Thorn duduk di samping Solar lalu memeluknya, ia sudah hapal dengan tatapn itu. Pikiran adiknya sangat mudah dibaca olehnya.

Solar yang merasakan dirinya di dalam pelukan Thorn, mulai menyandarkan tubuhnya dan merasakan kehangatan dari kakak kembarnya yang ia sayangi.

Melupakan wajahnya yang memerah karena malu, ia hanya ingin kehangatan yang tulus dari seseorang namun hanya Thorn yang memahami dirinya.

Dibalik sifat narsisnya, ada hal yang ingin Solar sampaikan tapi ia menutupi dengan sifat narsisnya berakhir hanya menahan agar tak merepotkan yang lain.

Dia hanya ingin mengatakan semuanya tapi yang ia katakan selalu saja tak sesuai dengan apa yang dia ucapkan. Ingin saja ia berteriak sekencang kencangnya untuk mengatakan apa yang ia rasakan selama ini, namun semua itu hanya angan-angan yang terjebak di pikirannya.

Terlebih ia selalu tak akur dengan Kakak sulungnya, dimana ia menjadikannya sebagai sosok yang ia hormati bahkan ia ingin menjadi seperti Halilintar. Ada sesuatu yang ingin Solar katakan dengan Halilintar dan itu-

"Ini udah masuk, kakak ngapain disini?" Tanya Solar melihat Thorn yang mulai memberinya plester terakhir di pipinya.

"Sst.. jangan dikasih tau ya, Thorn bolos hehe" ucap Thorn dengan enteng mengatakannya

"Oh oke, nanti Solar kasih tau Abang Gem" dengan senyum liciknya seketika senyuman Thorn terganti dengan tatapan terkejut

"Jangann yaa" mohon Thorn agar Solar tak mengumbarnya

"Ga mau" tolak Solar seraya memalingkan wajahnya ke arah lain dan bersedekap tangan

"Solar mau apa?, Thorn beliin" ucap Thorn mencoba menatap wajah Solar namun selalu gagal

"Jangan sogok Solar, itu ga berlaku" ucap Solar menolak ucapan Thorn yang selalu ia dengar tiap ada sesuatu yang ingin disembunyikan

Thorn yang mulai kehabisan ide mulai mencari solusi, ia mulai berpikir untuk menyogok adiknya ini, dimana tingkahnya hampir mirip seperti si sulung, tak butuh waktu lama Thorn mendapati ide yang cukup menarik, sepertinya ini akan berhasil

"Solar mau puding karamel?" Tanya Thorn seraya menatap Solar, yang terlihat tersentak saat mendengar ucapannya

"Tiga cup" jawab Solar dengan rona merah di wajahnya

"Oke" tawa kecil terdengar begitu jelas membuat Solar semakin merona

"Jangan ketawa!!" Teriak Solar yang tak terima

"Pfft- iya ya" jawab Thorn tersenyum lalu menepuk pelan puncuk kepala Solar

"Jangan lupa puding"

"Iya, Thorn belikan"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

____________________________________________________________________________
☀️🌿Next -> 004 ❄️🔥

ᕼOᗰETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang