Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

67 24 7
                                    

𝐀𝐫𝐚𝐛𝐞𝐥𝐥𝐚 𝐃𝐞𝐥𝐢𝐥𝐚𝐡, seorang gadis manis dengan hati yang lembut, terjebak dalam perjodohan yang diatur oleh orang tuanya. Dia dipaksa untuk menikahi 𝐀𝐫𝐢𝐞𝐟 𝐇𝐚𝐤𝐢𝐦𝐢, seorang pria tampan dan kaya raya, tetapi dingin dan tidak ramah.

Arabella tidak mencintai Arief, tetapi dia merasa terikat dengan janji yang telah dibuatnya kepada orang tuanya.

Pernikahan ini adalah hasil dari perjanjian bisnis antara keluarga Arabella dan keluarga Arief, sebuah kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, tetapi sama sekali tidak mempertimbangkan perasaan Arabella.

Arabella, dengan rambut cokelat panjangnya yang terurai indah dan mata biru yang memancarkan kelembutan, merasa tertekan dengan rencana pernikahan ini.

Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan, membaca novel-novel romantis dan bermimpi tentang cinta sejati, daripada menghadiri acara-acara sosial yang penuh dengan orang-orang yang tidak dia kenal.

Dia membayangkan dirinya bertemu dengan seorang pria yang mencintainya dengan tulus, seorang pria yang akan melihat ke dalam jiwanya dan menghargai hatinya yang lembut.

Dia membayangkan pernikahan yang dipenuhi dengan cinta dan kebahagiaan, pernikahan yang didasarkan pada rasa saling menghormati dan pengertian.

Namun, orang tuanya bersikeras bahwa pernikahan ini adalah jalan terbaik untuk masa depan Arabella. Mereka beranggapan bahwa Arief, dengan kekayaannya dan pengaruhnya, akan memberikan Arabella kehidupan yang nyaman dan aman.

Mereka tidak melihat keinginan Arabella untuk menemukan cinta sejati, mereka tidak melihat mimpi-mimpi yang terukir di dalam hatinya. Bagi mereka, pernikahan ini adalah sebuah transaksi, sebuah cara untuk meningkatkan status sosial dan kekayaan keluarga.

Hari-hari menjelang pernikahan semakin membuat Arabella tertekan. Dia merasa seperti boneka yang dipegang oleh orang tuanya, ditakdirkan untuk menjadi bagian dari permainan kekuasaan dan pengaruh.

Dia mencoba untuk melawan, untuk menjelaskan kepada orang tuanya bahwa dia tidak mencintai Arief, bahwa dia tidak ingin menikah dengan pria yang tidak dia kenal. Tetapi, orang tuanya tidak mau mendengarkan.

Pertemuan pertama Arabella dan Arief di sebuah kafe mewah terasa canggung. Arabella, dengan gaun putih berenda yang membuatnya tampak seperti putri , merasa gugup saat melihat Arief yang duduk dengan tenang di sofa kulit berwarna cokelat tua.

Arief, dengan jas hitam yang membuatnya tampak seperti seorang pangeran, bersikap dingin dan tidak acuh. Dia hanya melirik Arabella sekilas, lalu kembali fokus pada buku yang dibacanya.

"Arief, ini Arabella," kata ayah Arabella, mencoba memecah keheningan yang mencekam. Arief hanya mengangguk singkat, lalu kembali membaca bukunya.

Arabella berusaha bersikap ramah dan menyenangkan, dia berusaha menarik perhatian Arief dengan menceritakan kisah-kisah lucu dan pengalamannya.

Tetapi semua usahanya sia-sia. Arief tetap tidak terusik, seolah-olah tidak mendengar apa yang dikatakan Arabella.

"Arief, kamu tidak tertarik dengan Arabella?" tanya ibu Arabella dengan nada sedikit kesal. Arief akhirnya mengangkat wajahnya, matanya menatap tajam ke arah Arabella.

"Maaf, aku sedang membaca," jawab Arief singkat, lalu kembali membaca bukunya. Arabella merasakan sakit hati yang mendalam, dia merasa diremehkan oleh Arief.

"Arief, tolonglah, kamu harus bersikap baik kepada Arabella. Dia akan menjadi istrimu," kata ayah Arabella dengan nada memohon.

"Aku tidak peduli siapa istriku," jawab Arief dingin. Arabella merasa putus asa, tidak akan pernah bisa mendapatkan hati Arief.

Jika Hati Ini Berbicara Where stories live. Discover now