LARI

5 1 1
                                    

Paxyar yang menyerang Eve datang dari berbagai arah, dengan tubuh besar mereka bergerak cepat, menampakkan otot-otot keras yang penuh dengan sisik tajam. Eve, yang masih berada di tengah lapangan terbuka, terus memutar pedang elektromagnetiknya dengan presisi. Setiap ayunan mengukir jejak biru di udara, suara denging pedang bergema seperti desing lonceng maut. Satu Paxyar terpotong menjadi dua tepat di depan matanya, namun yang lain segera menggantikan tempatnya.

"Kalian benar-benar tidak ada habisnya," gumam Eve di antara tarikan napas berat. Dia menengok cepat ke kiri dan kanan, menghitung musuh yang terus berdatangan.

Di atas kepala, langit gelap terlihat bergetar. Kapal-kapal Grail Squad 7 yang tersisa meledak dalam api, pecahan logam dan api jatuh seperti hujan meteor. Situasi ini sudah di luar kendali, dan Eve tahu dia harus segera mencari tempat berlindung. Dia menggenggam pedangnya lebih erat dan menekankan kakinya ke tanah, bersiap untuk melompat.

Namun sebelum dia sempat bergerak, sebuah Paxyar berukuran lebih besar dari biasanya muncul dari balik reruntuhan bangunan di depannya. Dengan tinggi hampir lima meter, kulit Paxyar itu tampak lebih hitam dan kasar, sisik-sisiknya bersinar merah seperti bara api. Eve bisa merasakan tekanan yang berbeda dari monster ini.

"Master Paxyar..." bisik Eve dengan keringat dingin mengalir di dahinya. Master Paxyar adalah sosok yang jauh lebih kuat dan tangguh dibandingkan Paxyar biasa. Tubuh mereka tidak hanya lebih besar, tetapi juga dilengkapi dengan kemampuan regenerasi cepat dan kulit yang tahan terhadap senjata elektromagnetik biasa.

Monster itu menggeram keras, membuka rahangnya yang dipenuhi gigi tajam, lalu melesat ke arah Eve dengan kecepatan luar biasa. Eve hanya punya beberapa detik untuk bereaksi. Dia melompat ke samping, menghindari serangan pertama yang hampir meremukkan tubuhnya. Namun, Master Paxyar itu tidak berhenti. Kaki-kakinya yang besar menghentak tanah, menciptakan getaran yang membuat Eve goyah.

"Tidak bisa seperti ini terus," pikir Eve. Dia tahu bahwa dengan kekuatan Master Paxyar yang luar biasa, dia tidak mungkin menang dengan pertempuran frontal.

Sembari menghindari serangan beruntun dari Master Paxyar, Eve dengan cepat memindai medan pertempuran di sekitarnya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, ada bangunan setengah runtuh yang mungkin bisa dia manfaatkan sebagai perlindungan sementara. Dengan cepat, Eve menggigit bibirnya, memutuskan untuk memancing Master Paxyar ke dalam bangunan tersebut.

"Sini kau, monster jelek!" teriak Eve sambil menebas tangan Paxyar yang mencoba menangkapnya. Suaranya bergema di antara reruntuhan, dan Master Paxyar, seakan mengerti ejekan Eve, menggeram semakin keras sebelum mengejarnya dengan langkah berat.

Eve melesat menuju bangunan, melompat masuk melalui jendela besar yang hancur. Sesaat setelah masuk, dia bersembunyi di balik salah satu pilar beton besar yang masih berdiri kokoh. Nafasnya terengah, namun fokusnya tetap terjaga. Dia harus berpikir cepat. Pedang elektromagnetiknya saja tidak cukup untuk menghancurkan Master Paxyar.

Master Paxyar menghantam bangunan, menciptakan getaran kuat yang hampir merobohkan pilar-pilar penyangga. Dinding-dinding yang sudah rapuh mulai runtuh satu per satu. Namun Eve masih tetap di tempatnya, menunggu momen yang tepat untuk menyerang.

Paxyar itu akhirnya masuk ke dalam bangunan, mendobrak dinding dengan kekuatan brutal. Kepala monster itu berayun ke segala arah, mencari-cari keberadaan Eve. Saat itu juga, Eve melihat peluang.

Dia segera mengaktifkan Tactical Vision miliknya, sebuah kemampuan bawaan dari seragam Arc Angel yang memungkinkan Eve melihat titik-titik lemah musuh, juga memindai kemungkinan lingkungan yang bisa dia manfaatkan. Matanya langsung tertuju pada tumpukan puing di atas kepala Master Paxyar, yang tampaknya cukup berat untuk menghancurkan monster itu jika terjatuh.

DEUS PROJECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang