0.

137 34 4
                                    

Remaja lelaki itu duduk terpuruk di sudut gang yang sempit, bersandar pada tembok bata dingin. Hujan deras musim gugur mengguyur tubuhnya tanpa henti, seolah ingin menyapu habis semua beban yang menekan hatinya. Tapi tidak ada yang bisa menyembunyikan rasa sakit yang jauh lebih dalam dari sekadar tetesan air hujan—lebam-lebam di tubuhnya, bekas kekerasan yang dia terima di rumah. Sasuke tidak ingin memikirkannya, tidak ingin mengingat.

Sasuke menarik napas panjang, menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong, membiarkan hujan mengguyur rambut hitamnya yang basah. Semua terasa seperti kabur, dunia di sekitarnya menjadi tidak berarti lagi. Hingga suara kecil yang ceria tiba-tiba memecah keheningan.

"Nii-san, kau baik-baik saja?"

Sasuke membuka mata, menoleh ke arah suara itu. Di bawah hujan, seorang gadis kecil berdiri dengan payung besar hitam yang hampir terlalu besar untuk tubuhnya. Dia memandang Sasuke dengan mata penuh kepolosan, sama sekali tidak terpengaruh oleh dinginnya hujan. Gadis itu tampak khawatir, tapi Sasuke tidak ingin berurusan dengan siapa pun sekarang.

"Pergi," gumam Sasuke pelan, nadanya datar. Dia berharap gadis itu akan menyerah dan meninggalkannya sendirian.

Tapi gadis kecil itu tidak pergi. Sebaliknya, dia justru menurunkan payungnya dan mendekat, duduk di samping Sasuke dengan tenang. Tubuh mungilnya mulai basah oleh hujan, tapi dia tidak tampak peduli. Sasuke meliriknya sekilas, heran. Kenapa dia masih di sini?

"Kenapa kau di sini?" tanya Sasuke, suaranya sedikit lebih tegas. Dia tidak mengerti kenapa seorang gadis kecil sepertinya ada di tempat seperti ini, apalagi di tengah hujan.

"Aku suka hujan," jawab gadis itu sambil tersenyum cerah. "Kalau aku sedih, aku suka duduk di luar saat hujan. Rasanya seperti semua yang buruk bisa hilang bersama airnya."

Sasuke tidak merespons, hanya memandang lurus ke depan lagi. Apa yang anak kecil ini tahu tentang kesedihan? Dia terlalu muda untuk mengerti rasa sakit yang nyata. Namun, ada sesuatu dalam kata-kata gadis itu yang... meskipun terdengar polos, membuat Sasuke sedikit terhibur. Seolah-olah, hanya dengan kehadirannya, beban di hatinya sedikit berkurang.

"Nii-san sakit, ya?" tanya gadis itu lagi, matanya tertuju pada lebam di lengan Sasuke yang tampak di balik pakaian basahnya.

Sasuke mengalihkan pandangan. Dia tidak ingin membahasnya, apalagi menjelaskan apa yang terjadi. Luka-luka ini bukan sesuatu yang bisa dia ceritakan begitu saja—terlalu banyak kenangan pahit yang terikat padanya, kenangan yang dia ingin lupakan. Tidak, dia tidak akan mengingatnya.

"Aku baik," jawab Sasuke akhirnya, suaranya pelan dan berat.

Gadis itu tidak mendesaknya lebih jauh. Sebaliknya, dia tetap duduk di sana, ia mulai membentangkan payung di atas kepala mereka berdua, melindungi Sasuke dari hujan yang semakin deras. Ada keheningan di antara mereka, tapi anehnya, Sasuke merasa lebih nyaman dengan keheningan itu. Tidak ada paksaan, tidak ada tuntutan. Hanya kehadiran.

“Nii-san pasti orang yang kuat,” kata gadis itu tiba-tiba. “Nanti, semuanya akan baik-baik saja.”

Sasuke hampir tersenyum mendengar kata-kata itu. Gadis ini tidak tahu apa-apa, tapi entah kenapa, kata-katanya terasa begitu tulus. Sesederhana itu. Dia hanya seorang anak kecil yang mencoba menghibur seseorang yang terluka, tanpa tahu seberapa dalam luka tersebut.

"Namamu?" tanya Sasuke, untuk pertama kalinya merasa penasaran.

"Sakura!" jawab gadis itu ceria, dengan senyum yang tidak pudar sejak pertama kali mereka bertemu. "Haruno Sakura, aku tinggal dekat sini. Nii-san siapa?"

Rain in Autumn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang