•
•
•Rumah sederhana dengan desain khas Rusia itu selalu tampak menawan bagi Moora. Walaupun ia sudah tinggal disana selama satu minggu lamanya, ia masih takjub dengan semua hal tentang rumah itu.
Selama satu minggu ini Moora belum memulai sekolahnya disana dikarenakan dirinya yang masih berusaha belajar bahasa Rusia agar lebih mudah beradaptasi di lingkungan luar tanpa bantuan Arkana. Karena tidak mungkin Arkana selalu ada bersamanya setiap saat.
Sabtu pagi kali ini sangatlah cerah dengan udara dingin dikarenakan musim dingin disana. Moora membuka jendela kamarnya, menghirup udara segar, mendengarkan kicauan burung yang bernyanyi, dan menatap segala hal yang tampak menawan di halaman rumah itu.
Tokk.. Tokk.. Tok..
Ketukan pintu terdengar, Moora menoleh ke sumber suara, senyumannya terukir sempurna. Dengan langkah yang girang, ia beranjak membuka pintu.
Seorang wanita lansia berdiri disana dengan secangkir teh hangat di tangannya. Babushka Inessa, yang berarti Nenek Inessa. Nenek Arkana yang sangat amat baik padanya selama Moora disana.
Wanita itu memberikan perhatian penuh pada Moora, memberikan kasih sayang selayaknya orang tua yang belum pernah Moora dapatkan.
Saat ini Moora sudah lumayan fasih dan mengerti bahasa Rusia berkat didikan Arkana yang bar-bar dan pemarah. Walaupun begitu, Arkana tetap dengan senang hati mengajarkan Moora tentang semua hal disana, termasuk bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi disana.
"Dobroye utro, krasavitsa!"
(Selamat pagi, cantik!)Ujar Nenek Inessa dengan lembut, Moora kemudian menuntun beliau duduk di atas ranjangnya.
"Terimakasih, Nenek.."
Moora yang sudah sedikit bisa berbicara dalam bahasa Rusia itu berbincang hangat dengan Inessa.
(berkomunikasi dengan bhsa Rusia)
"Nenek nggak perlu repot-repot, harusnya aku yang melayani Nenek, bukan malah sebaliknya." ujar Moora tak enak hati.
Inessa tersenyum hangat mendengarnya. Ia lantas mengusap kepala Moora dengan lembut. "Kenapa memang? Ini keinginan Nenek sendiri, dari dulu Nenek pengen punya cucu perempuan, tapi Tuhan berkehendak lain, dia mengirimkan Zhenya. Dan kamu, kamu seperti malaikat kiriman Tuhan untuk kami disini."
Moora tersenyum lalu setelahnya memeluk erat Inessa. Hangat, itulah yang Moora rasakan.
"Berarti Nenek nggak sayang sama Arkana?" gurau Moora dengan sedikit tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pena Berkelip
Teen Fiction"Jika memang aku sebuah pena, maka akan aku usahakan aku tetap berguna walau tanpa adanya tinta." Kalimat itu mampu menggambarkan harapan Moora. Meski ia tak tahu itu akan berhasil atau tidak, meski ia tahu tak akan ada yang mendukungnya, namun ia m...