2| Camella Evorea Vs Letta Ayleen

11 4 1
                                    

⚠️⚠️Warning⚠️⚠️:
Bab ini mengandung adegan kekerasan fisik yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian pembaca. Harap membaca dengan kebijaksanaan.

Naomi menggelengkan kepalanya sambil melihat anaknya yang sedang duduk di sebelahnya lalu tersenyum dengan tingkah anaknya yang mengatai Camella.

"Kamu ini gaboleh gitu sayang, kamu harus akrab dan menjalin hubungan baik sama dia karna dia adalah anak dari sahabat mamah, sayang," ucap Naomi sambil menyetir mobil dan menunjukan senyuman pada anaknya.

Anak Naomi hanya melihat ke arah jendela mobil dan menghiraukan perkataan ibunya.

---

Pagi berikutnya, matahari bersinar cerah, menerangi halaman sekolah. Camella melangkah ringan dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.

Hari ini terasa seperti hari yang sempurna. Udara pagi segar, dan tidak ada yang bisa mengganggu semangatnya.

Kringgg!!!
Suara bel yang memecah keheningan pagi menandakan ujian dimulai. Lembar soal mulai dibagikan. Camella menatap soal-soal di depannya dan senyum kecil tersungging di bibirnya. Semua pertanyaan terasa seperti teka-teki yang mudah dipecahkan.

Tak butuh waktu lama, dalam 15 menit, Camella telah menyelesaikan 30 soal. Dia berdiri perlahan, melangkah ke meja guru untuk menyerahkan lembar ujiannya, merasa lega.

Namun, saat dia kembali ke tempat duduknya, bisikan tajam terdengar dari bangku belakang.

"Sttt, oy!" suara Letta Ayleen memanggilnya, namun tak ada kehangatan di sana.
"Minta jawaban, cepetan culun!" perintah Letta dengan suara penuh arogansi, diikuti tendangan kecil ke kursi Camella.

Camella berhenti sejenak. Dia menoleh sedikit ke arah Letta, tapi tidak cukup untuk melihat wajahnya. Suaranya tenang, tapi penuh ketegasan, "Aku nggak mau bikin kamu tambah bodoh, Letta. Lebih baik kerjain sendiri."

Letta terdiam sejenak, tak percaya apa yang baru saja dia dengar. Wajahnya memerah, tak bisa menahan amarah yang menggelegak. Dengan satu hentakan, Letta memukul meja dengan keras.

Brak!
"Apa lo bilang?!"

Pak Guru menoleh dari depan kelas, melihat ke arah Letta dengan tajam. "Letta Ayleen! Apa yang kamu lakukan? Udah selesai ujiannya?"

Letta menunduk, tidak mau menambah masalah dengan guru. Namun, dalam hatinya, kemarahan itu terus membara.

---

Kringgg!!!
Bel berbunyi kembali, menandakan waktu ujian telah habis. Semua murid mulai membereskan meja dan keluar dari kelas. Letta, dengan wajah penuh dendam, langsung melesat keluar bersama teman-temannya, memancarkan aura yang jelas-jelas tidak menyenangkan.

Camella hanya menghela napas. Drama macam apa lagi yang akan datang? Tapi dia tak ingin memikirkan Letta lebih lama. Sambil merapikan tasnya, Camella memutuskan untuk pergi ke kantin.

Namun, saat dia berjalan di lorong yang agak sepi, Letta dan gengnya sudah menunggu di sana. Mereka menghadangnya dengan tatapan yang sudah penuh dengan niat buruk. Sebelum Camella bisa menghindar, geng itu mendorongnya masuk ke ruang kosong di ujung koridor.

"Gue bener-bener udah muak sama sikap sok pinter lo, Camella," Letta mendesis, tatapannya tajam seperti pisau.

Pak!
Sebuah tamparan melayang ke wajah Camella, tetapi yang mengejutkan, reaksi Camella tidak seperti yang Letta harapkan. Bukannya menangis atau takut, Camella justru tersenyum, sebuah senyum yang membuat Letta semakin geram.

"Kenapa? Tamparanmu terlalu lemah," ucap Camella dengan tenang, dan memberikan senyuman yang seperti merendahkan Letta.

Wajah Letta memerah karena marah. "Habisi anak ini!" perintahnya pada gengnya.

Teman-teman Letta, meskipun ragu, maju untuk mengikuti perintah. Namun mereka tak pernah menyangka, Camella bukanlah gadis biasa yang selalu di bully dan hanya bisa diam. Dengan gerakan cepat, Camella menangkis setiap serangan. Pukulan mereka meleset, sementara Camella dengan cekatan membalas. Dalam hitungan detik, satu persatu teman Letta terkapar, menahan sakit di lantai.

Letta yang tadinya penuh percaya diri, kini melangkah mundur, ketakutan. Mata besarnya melebar, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Krek...
Camella meraih tangan Letta, memelintirnya hingga Letta berteriak kesakitan. Dengan satu tendangan, Letta terjatuh ke lantai.

"Dengar ya," suara Camella rendah namun jelas, "kalau mau cari masalah, jangan sama aku. Aku udah cukup sabar."

Pak! Pak! Pak!
Tiga tamparan mendarat keras di pipi Letta, meninggalkan bekas merah yang mencolok.

Sebelum meninggalkan ruangan, Camella menatap Letta yang masih terduduk di lantai dengan wajah shock, "Sekolah bukan tempat buat orang kayak kamu, yang bisa nya bully orang."

---

Malam itu, Camella akhirnya tiba di rumah.
Setelah membersihkan dirinya dari debu dan keringat, dia beristirahat sejenak sebelum mulai membersihkan rumah. Namun, pandangannya tertuju pada pintu kamar nenek yang sudah lama tak dibuka.

"Aduh, udah lama aku ga bersihin kamar nenek. gimana ya keadaan kamar nenek sekarang?" gumamnya sambil berjalan ke arah kamar tersebut.

Ceklek...
Pintu kamar terbuka perlahan. Udara dingin menyambutnya saat dia masuk ke dalam. Camella mulai membersihkan kamar, mengangkat debu yang sudah menumpuk selama berbulan-bulan. Di saat Camella sedang bersih-bersih, kakinya tersandung sesuatu di bawah kasur.

"Eh?" Camella berhenti dan melihat ke bawah. "Apa ini?"

Dia menarik sebuah kotak kayu tua dari bawah kasur. Ketika dibuka, Camella terkejut melihat apa yang ada di dalam kotak itu.

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Strong Without an EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang