enjoyyy guyss
Sore itu, di taman kota yang biasa menjadi tempat pelarian mereka berdua, Dara dan Fajar duduk di bangku yang sama seperti biasanya. Angin sore bertiup lembut, menggoyangkan daun-daun yang mulai menguning di musim semi. Namun suasana di antara mereka tidaklah setenang hari-hari sebelumnya. Ada ketegangan yang terasa, seolah ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka.
Dara, yang biasanya berbicara penuh semangat, kini lebih banyak diam, hanya menatap lurus ke depan. Sementara Fajar, yang duduk di sebelahnya, tampak gelisah. Tangannya memainkan ujung jaketnya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang memberatkan pikirannya.
"Dara," Fajar akhirnya memecah keheningan, suaranya serak, terdengar ragu. "Aku... kita perlu bicara."
Dara menoleh perlahan, matanya menatap Fajar penuh perhatian. "Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya lembut. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dari cara Fajar berbicara, dan itu membuat hatinya tak tenang.
Fajar menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku nggak tahu gimana mulainya, tapi aku rasa... kita udah terlalu jauh untuk berhenti sekarang."
Dara terdiam sesaat, mencoba mencerna kata-kata Fajar. "Apa maksudmu, Fajar?" tanyanya, meskipun dalam hatinya sudah ada bayangan tentang arah percakapan ini.
Fajar menunduk, matanya menatap tanah di depannya. "Aku... akhir-akhir ini, aku merasa seperti kita terjebak dalam hubungan ini. Bukan karena aku nggak cinta sama kamu, bukan itu. Aku masih mencintaimu, Dara. Tapi... terkadang aku merasa semua ini terlalu sulit, terlalu berat untuk kita hadapi."
Dara menarik napas pelan. Dia sudah tahu ini akan terjadi. Dia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu Fajar sejak beberapa minggu terakhir, tapi ia berharap itu hanya perasaannya saja. Kini, semua terungkap.
"Apa kamu menyesal, Fajar?" tanyanya dengan suara yang lebih tenang dari yang dia rasakan di dalam hatinya. "Apakah kamu menyesal kita sudah sejauh ini?"
Fajar cepat-cepat menggelengkan kepala. "Bukan, aku nggak menyesal. Sumpah, aku nggak pernah menyesal. Aku cuma... kadang aku merasa terjebak oleh semua ini. Seolah-olah kita nggak punya pilihan lagi selain terus bersama, walaupun cobaan terus datang bertubi-tubi."
Dara menatapnya dalam-dalam. "Fajar, kita sudah memilih jalan ini bersama. Ya, ada cobaan, ada rintangan, tapi bukankah kita sudah tahu sejak awal bahwa ini tidak akan mudah? Kita sudah terlalu jauh, terlalu dalam, untuk berpikir mundur sekarang."
Fajar terdiam, ia merasa perutnya mulai berkecamuk. "Aku tahu itu. Tapi, apa kamu nggak pernah merasa lelah, Dara? Lelah menghadapi semua rintangan ini? Kadang aku merasa, mungkin... mungkin aku nggak cukup kuat untuk kamu. Kamu selalu terlihat begitu tegar, sementara aku... aku kadang merasa rapuh."
Dara tersenyum lembut, meskipun ada perih yang ia rasakan mendengar kata-kata Fajar. "Kamu tahu, Fajar, nggak ada manusia yang selalu kuat. Aku juga lelah. Tapi ketika aku lelah, aku selalu ingat kenapa kita mulai semua ini. Kita bersama karena cinta, karena kita percaya bahwa kita bisa menghadapinya bersama. Aku nggak butuh kamu selalu kuat. Kita bisa saling menguatkan."
Fajar menatapnya, mata mereka bertemu. Mata Dara berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang baru saja diucapkannya. Fajar tahu, meskipun Dara juga lelah, dia tidak akan menyerah. Dara tidak pernah menjadi orang yang mudah menyerah.
"Kamu selalu bisa membuat semuanya terdengar begitu sederhana, Dara," kata Fajar dengan senyum tipis. "Tapi kenyataannya... semua ini jauh lebih sulit dari yang aku bayangkan."
"Kamu pikir aku nggak tahu itu, Fajar?" jawab Dara, sedikit tersenyum meski hatinya terasa berat. "Aku tahu, ini berat. Tapi yang membuatku yakin adalah kita. Bukan cuma kamu, bukan cuma aku, tapi kita. Kita sudah memilih untuk berjalan bersama."
Fajar kembali menunduk, kali ini bukan karena ragu, melainkan karena malu pada dirinya sendiri. "Aku... mungkin aku hanya terlalu takut, Dara. Takut akan masa depan. Takut kalau kita nggak bisa melewati semua ini."
Dara menghela napas, mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Fajar dengan lembut. "Fajar, semua orang takut akan masa depan. Tapi kita nggak bisa terus-terusan hidup dalam ketakutan. Kita harus percaya. Aku percaya sama kamu. Aku percaya sama cinta kita. Dan aku tahu, dengan atau tanpa cobaan, kita bisa melewati semuanya."
Fajar terdiam, membiarkan kata-kata Dara meresap ke dalam pikirannya. Ia tahu Dara benar, seperti biasanya. Dara selalu tahu bagaimana membuatnya melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
"Kamu benar," akhirnya Fajar berkata pelan. "Aku hanya perlu diingatkan. Diingatkan bahwa cinta ini lebih besar dari semua masalah yang kita hadapi."
Dara tersenyum lagi, kali ini lebih hangat. "Iya, cinta ini memang besar. Kita sudah terlalu jauh untuk berhenti, Fajar. Kita sudah mengucap janji, janji yang nggak mungkin bisa kita hapus begitu saja."
Fajar menatap Dara lama, memikirkan semua hal yang telah mereka lalui bersama. Cobaan memang datang bertubi-tubi, tapi cinta yang mereka miliki selalu menjadi pelindung. "Dara," katanya akhirnya, "aku janji, aku nggak akan menyerah. Aku akan terus melangkah bersamamu, apapun yang terjadi."
Dara mengangguk pelan. "Aku juga, Fajar. Kita udah sejauh ini. Terlambat untuk berdusta, terlambat untuk mundur. Aku nggak akan pergi kemana-mana."
Senyuman Fajar mulai kembali, kali ini lebih tulus, lebih yakin. "Kamu selalu bisa membuatku merasa lebih baik, Dara. Aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan tanpa kamu."
Dara tertawa kecil. "Kamu nggak perlu tahu, karena aku nggak akan kemana-mana. Kita sehidup semati, ingat?"
Fajar tertawa pelan, perasaannya yang tadi kacau kini mulai tenang. "Iya, sehidup semati. Aku nggak akan lupa itu."
Langit mulai berubah warna, menandakan bahwa malam akan segera tiba. Tapi bagi Fajar dan Dara, malam itu tidak lagi terasa gelap. Mereka tahu, cinta yang mereka miliki akan terus menyala, seperti bintang-bintang di langit yang selalu menemani malam.
Dalam hening, mereka berdua duduk sambil menikmati sisa-sisa cahaya matahari yang tenggelam di ufuk barat. Tidak ada lagi keraguan di hati Fajar. Ia tahu, bersama Dara, ia akan mampu melewati apapun. Mereka sudah terlalu jauh untuk berhenti sekarang. Cinta mereka adalah janji yang tidak bisa terhapus, meskipun cobaan datang silih berganti.
Sehidup semati, mereka akan terus melangkah, bersama.
Cerita ini terinspirasi dari lagu "Sakura," yang mengisahkan tentang cinta yang bersemi di antara dua insan, meskipun berbagai rintangan dan cobaan terus menghadang. Dalam lagu tersebut, cinta yang terlanjur terjalin sulit untuk dipisahkan, mencerminkan perjalanan emosional Fajar dan Dara dalam cerita ini, di mana mereka berusaha mempertahankan cinta mereka di tengah keraguan dan kesulitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
oneshoot/twoshoot story
Teen Fictionbanyak orang-orang yang punya cerita tapi bingung buat menceritakannya, jadi aku sebagai perantara dari mereka untuk mengabadikan momen-momen itu dalm bentuk tulisan.