1. Sepulang dari Club Malam

11 2 0
                                    

AN: Halo, Gaes. Aku bawa cerita baru, nih. Selamat membaca. Semoga suka, ya!

***

"Gimana kalau gue yang pilihin lo cewek buat ditidurin?"

Pria berperawakan kebapakan itu melirik pemuda yang duduk di sampingnya. Menaik-naikkan kedua alisnya. Begitu percaya diri kalau pemuda itu pasti akan menerima tawarannya. Suaranya terdengar tenggelam-timbul karena ditelan ribut suara musik yang mengentak sejak tadi, mengiringi para pengunjung yang berjoget ria.

Lawan bicara pria itu hanya tersenyum miring selepas dari bersiul-siul kecil, menggoda cewek seksi yang lewat di hadapannya barusan, lalu mendelik ke arah pria itu. "Tapi gue nggak separah itu," jawabnya kemudian. "Kalau lo mau silakan aja. Jangan ajak-ajak gue." Lantas tatapannya terfokus pada cewek yang berjoget di dance floor di depan sana, hanya mengenakan tengtop dan celana dalam. Sungguh pemandangan yang menyegarkan mata.

"Nggak ada salahnya kan mencoba hal-hal baru?" Pria itu lalu mengisap rokok yang sudah mengecil. Pria itu tidak tersinggung dengan perkataan lawan bicaranya barusan dan masih berusaha mempengaruhi.

Barusan dia bertanya pada pemuda itu apakah tertarik untuk meniduri cewek-cewek yang digodanya itu. Namun, pemuda itu tidak tertarik, hingga pria itu bertanya demikian.

Pemuda bernama Atala Putra Sudiharto itu diam saja, rahangnya mengeras menahan amarah. Saat dia melempar pandang ke kiri, dilihatnya perempuan cantik yang mengenakan dress ketat merah tanpa lengan mendekat ke arahnya.

Atala lalu menatap Galang, nama pria yang sejak tadi bicara padanya. "Ada Rani, jangan ngomong macam-macam yang buat dia cemburu."

Galang malah tertawa santai memukul pelan bahu Atala. "Serius amat lo." Lalu menenggak minuman beralkoholnya yang tinggal setengah.

"Lama nggak nunggunya, Sayang?" tanya Rani seraya duduk di sebelah Atala. Gadis itu baru balik dari toilet.

Atala tersenyum. "Nggak kok, Sayang."

Atala dan Rani memang sepasang kekasih yang senang bermain di club malam. Namun, kali ini mereka tidak minum. Rani lebih suka menikmati aneka minuman buah yang tersedia di sana. Kecuali jika dia sedang frustrasi dengan masalah hidupnya. Sedangkan Atala senang bermain kemari karena di sini ada banyak cewek cantik dan seksi, dia senang melihatnya, sebagai vitamin A untuk matanya. Di club malam ini pula mereka bertemu.

"Gimana, Sayang, udah mau pulang sekarang?" tanya Atala memperhatikan pacarnya. Dia memang ingin segera pulang untuk menghindari Galang. Waktu mereka datang ke mari, mereka tak sengaja bertemu Galang yang juga senang menghabiskan waktu di sana. "Aku udah bayar semua pesanan kamu." Dia lalu merangkul bahu gadis itu dan menciumi pipinya singkat, sengaja memamerkan kemesraan di depan Galang.

Sang gadis tersenyum malu. "Boleh, yuk."

Atala pamit pada Galang. "Gue pulang dulu, ya, Bro. Makasih udah nemenin ngobrol tadi."

"Oke." Galang hanya mengangkat jempolnya.

Kedua sejoli itu keluar club sambil bergandengan tangan.

Atala bernapas lega saat dia membukakan gadisnya pintu mobil, berhasil menghindari pria yang bernama Galang itu. Jujur, dia tidak suka dengan pria itu, entah kenapa dia merasa pria itu selalu berusaha mempengaruhi hal-hal buruk padanya, bahkan sejak pertama kali mereka berkenalan. Atala bahkan tidak menyangka bertemu pria itu juga di sana.

***

"Sayang, abis ini kita ke Mall, yah," pinta Rani kala mereka sudah berada di mobil menuju perjalanan pulang.

Atala menoleh heran. "Loh bukannya tadi mau langsung pulang aja, Sayang? Lagian kan ini udah malam. Besok aja ke Mall nya."

Rani cemberut. "Besok aku takut nggak ada waktu, Sayang. Lagian kan ini baru jam dua belas lewat kok, Mall nya juga masih buka. Belum malam-malam banget, lah. Aku mau kamu beliin  tas yang aku taksir kemarin itu lhoo ...."

Atala menghela napas. "Iya, deh, Sayang."

Lelaki itu sebenarnya merasa aneh. Tiap kali berdua dengannya, tiap kali berhubungan dengannya, pembahasan Rani tak jauh-jauh dari belanja, barang-barang branded, minta beli ini dan itu. Kadang kala Atala merasa Rani memacarinya karena harta, bukan cinta.

Tapi sebenarnya pun dia tak masalah, toh dia mampu.

Tiba-tiba ponsel Atala di atas dashboard berbunyi nyaring. Dengan malas-malasan lelaki itu meraihnya. "Siapa sih nelepon jam segini." Tak pernah ada yang berani mengganggunya malam-malam begini, sekalipun itu sahabatnya, kecuali ....

Lelaki itu membelalak kala melihat kata 'Papa' terpampang di layar ponsel.

Jempolnya pun mengusap layar ponsel lalu menempelkan benda pipih itu di telinga. "Iya, Pa, ada apa?" tanyanya lebih dulu sambil fokus menyetir.

Rani menoleh mendengarnya.

Atala mengernyit. "Apa, Pa? Ke rumah sakit? Harus malam ini juga, Pa?"

Jeda sejenak.

Atala menghela napas. "Iya, deh, Pa. Aku ke sana sekarang."

Atala kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula lalu menoleh pada Rani. Bersamaan dengan gadis itu yang memutar bola matanya malas. Dia sudah tahu apa yang akan pacarnya itu katakan.

"Sayang, maaf malam ini kita nggak bisa ke Mall, deh. Papa aku nyuruh aku ke rumah sakit sekarang juga."

"Ngapain sih ke rumah sakit? Emang siapa yang sakit?" tanya Rani tak suka.

"Nggak tahu. Tadi Papa cuman bilang mau ngomong masalah keluarga, penting banget."

"Jadi kamu mau ke rumah sakit sekarang dan batalin rencana kita?"

"Iyalah, Sayang. Ini penting banget. Papa nanti marah sama aku kalau aku nggak ikutin apa kata dia."

Rani hanya memutar bola matanya malas, lagi dan lagi. 'dasar bocah ingusan, anak manja' batinnya. Rani memang lebih dewasa dari Atala, usia gadis itu empat tahun lebih tua dari lelaki itu.

"Kamu nggak keberatan kan, Sayang, kalau kita batal ke Mall nya?" tanya Atala lagi membuyarkan lamunan Rani.

Rani memaksakan senyum palsu. Dia harus bersabar. "Enggak, kok. Iya aku tahu Papa kamu lebih penting dari apa pun." Rani tahu selama ini Atala membiayainya dari uang papanya juga. Karena lelaki itu kini hanyalah seorang anak yang baru lulus SMA dan pengangguran. Rani hanya takut kalau Atala sampai membuat papanya marah, nanti papanya tidak akan kasih uang yang banyak lagi buat Atala. Hal itu pasti juga berimbas pada dirinya nanti. Maka, dengan terpaksa Rani mengizinkan.

"Oke, aku sayang kamu." Atala mengusap puncak kepala Rani.

Ponsel Rani yang sejak tadi digenggamannya terlepas di bawah kaki Atala. Gadis itu menjerit tertahan. "Sayang ambilin handphone aku."

Sambil tetap menyetir, Atala agak membungkuk, tangannya mencoba meraba-raba di sekitar kakinya. Ponsel itu tak kunjung ketemu juga. Sampai Atala mencoba menunduk untuk melihat keberadaan ponsel itu. Namun tiba-tiba ...

"Awas, Sayang!"

Tubuh Atala pun menegak. Seorang perempuan tampak mencegatnya di depan sana. Dia nyaris menabrak orang itu seandainya dia tidak cepat memijak rem. Mobil itu pun berhenti tepat di depan perempuan itu seiring dengan jantung Atala berdebar kencang.

"Sial, mau cari mati apa ya tuh orang!" kesal Atala yang lantas turun dari mobilnya. "Hei, lo mau cari mati, ya?!"

Dan Atala lebih terkejut saat mengenali siapa orang itu. "Elo?"

***

Pengantin Remaja: Dijodohkan Dengan Pewaris Tahta  (Selengkapnya di GoodNovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang