Prolog

177 22 4
                                    

Hujan deras membasahi seisi Kerajaan sore itu. Pintu pintu tertutup rapat. Tidak ada seorangpun yang mau beraktivitas di luar jika hujan terus turun tanpa henti. Namun berbeda dengan anak itu. Kedua tangannya terangkat, merasakan tiap tetes air yang menghujani tubuhnya. Matanya terpejam. Tidak mempedulikan rasa dingin yang menusuk hingga tulang. Anak itu, bukan tanpa alasan ia tetap diam berdiri tanpa ada niatan untuk berteduh. Ia tidak memiliki apa apa. Tidak ada rumah, keluarga, teman, benar-benar sendiri.

Anak itu menyingkirkan rambut yang menutupi dahi. Ia membuka mata, menengadahkan kepala. Menatap langit yang penuh dengan gumpalan awan hitam.

"Apa yang kau lakukan disini nak? "

Sebuah suara berhasil merebut perhatiannya dari langit gelap. Mata hijaunya menatap seorang wanita dengan gaun mewah berhias permata. Kainnya dari sutera termahal. Dijahit dengan benang berlapis emas. Di kepalanya terpasang mahkota keperak-perakan, yang di tengahnya terdapat permata berwarna biru laut. Senada dengan rambut birunya. Pastilah ia Sang ratu.

Sang ratu sedikit membungkukkan tubuhnya. Sehingga payung yang dibawanya menghalau tetesan air membasahi anak itu.

"Kenapa kau membiarkan tubuhmu basah terkena air hujan? dimana rumahmu? aku akan mengantarkan mu. Nanti kau demam"

Namun bukannya beranjak anak itu malah tertunduk dalam. Dengan gerakan patah-patah, ia menggeleng. Membuat Sang ratu dibuat kebingungan.

"Kenapa nak? kau tidak ingin pulang?" Sang ratu berjongkok. Tidak peduli jika itu membuat gaun mewahnya kotor.

Anak itu menatap mata keabu abuan milik Sang ratu. Suara lemahnya berkata, "Aku tidak punya rumah. Tidak punya keluarga. Aku sendirian"

Mendengar itu, mata Sang ratu membulat. Tangan kirinya terangkat menutup mulut. Tidak menyangka anak sekecil itu harus merasakan pahitnya kehidupan. Hidup sendiri tanpa memiliki tempat untuk berteduh.

Sang ratu menatap anak itu dengan tatapan sedih. Tangannya menggenggam jari-jemari anak itu dengan erat.

Sang ratu tersenyum "Nak, maukah kau ikut denganku?"

Anak itu menatap bingung "Ikut? ke mana?"

Masih dengan menggenggam jari-jemari nya, Sang ratu menggandeng anak itu. Menuntunnya menuju istana yang terlihat di kejauhan. Sebuah gerbang setinggi 3 meter menyambut keduanya. Dua penjaga istana langsung membuka gerbang itu begitu melihat Sang ratu. Menunduk dalam ketika Sang ratu melintas. Anak itu terlihat ketakutan. ia tidak pernah ke istana itu sebelumnya. Tapi ia percaya kepada sang ratu. Ia akan baik-baik saja.

Anak itu menatap takjub ke seluruh ruangan. Ia memperhatikan tiap sisi yang ada di istana itu. Tapi kemudian langkahnya terhenti. Membuat sang ratu terpaksa menghentikan langkahnya juga.

"Kenapa nak? Sang Ratu bertanya heran.

Anak itu malu-malu berkata "Tapi pakaian saya basah Ratu. Bagaimana jika saya mengotori kerajaan?"

Sang Ratu hanya tersenyum. "Tidak apa apa. Nanti akan ada yang membersihkannya. Sekarang aku akan mengantarkan mu ke sebuah tempat. Semoga kau senang bertemu dengannya"

Sang Ratu pun lanjut melangkah. Mereka menaiki sebuah tangga melingkar dengan karpet merah. Sebuah lorong menyambut di ujung tangga. Mereka terus berjalan hingga berhenti di sebuah pintu berwarna coklat kemerahan. Sang Ratu pelan mengetuk kamar itu. Lalu terdengar jawaban dari dalam. Suara anak kecil.

Pintu itu terbuka. Menampilkan seorang anak berambut biru dengan tanduk di dahinya. Ia mengenakan pakaian kerajaan berwarna perak. Wajahnya menggemaskan. Dan ia menatap bingung ke arah seseorang di samping Sang Ratu. "Kenapa ibunda?" anak itu bertanya.

"Noya, ada seseorang yang ingin bermain denganmu. Maukah kau berteman dengannya?"

Mendengarnya, mata anak itu membulat. Ia menatap Sang Ratu dan Sang Pangeran Kerajaan dengan bingung. Bermain dengan Pangeran Kerajaan? rasanya ia tak pantas.

"Tapi, rasa rasanya saya tidak pantas, Ratu" Anak itu berkata.

Sang Ratu menatapnya dengan tatapan memohon. "Tolonglah nak, Noya saat ini membutuhkan teman"

Tetapi, sebelum sempat anak itu membuat keputusan nya, Sang Pangeran berteriak girang. Ia langsung berlari lantas memeluk tubuh anak itu.

"Eh, kakak basah" Noya berkata polos. Ia memegang lengan baju anak itu.

Sang Ratu tertawa kecil. "Noya, tolong kau antarkan kakak itu ke kamar mandi. Dan carikan pakaian untuknya. Mungkin di kamar atas, kau bisa meminta tolong pelayan. Kau tidak ingin kan, kakak itu demam?"

Noya mengangguk kecil "Baik ibunda!" Ia menatap anak itu. "Ayo kak, nanti kakak demam!"

Sedikit ragu, anak itu membiarkan tangannya diseret oleh Noya menuju kamar mandi. Sekilas ia melihat Sang Ratu, yang hingga ia semakin jauh, senyuman lebar masih setia berada di bibir Sang Ratu.

Sang Ratu menunduk. Menghela nafas pelan. Tidak, ia tidak mungkin meninggal seorang anak kecil berdiri diluar sana dengan tubuh basah dan dingin. Ia tidak ingin membiarkan orang lain menderita sedangkan dirinya hidup nyaman didalam istana. Begitulah Sang Ratu. Selalu berbuat baik kepada siapapun. Meskipun bisa saja, sikapnya yang terlalu baik dapat membawa bencana serius di Kerajaann

. ✧ .

Gelap. Diruangan tanpa ujung itu, tempat dimana ruhnya dikembalikan oleh Sang kegelapan, ia membuka mata. Merasakan udara disekitarnya yang berbeda.

"Ingatlah tujuan awalmu..."

Suara itu menggelegar. Terasa dekat sekali dengan dirinya. Ia menengadah. Seakan dapat menatap langsung sosok yang berbicara dengannya.

"Tujuh senjata....bukankah itu tujuanmu di dunia ini?"

Ia mengangguk. Terlihat sangat patuh di hadapan Sang kegelapan. "Aku tidak mungkin lupa" Ucapnya tegas. kebodohan besar jika ia melupakan tujuan utamanya.

Sang kegelapan terkekeh. Merasa senang atas jawaban yang ia dengar.

"Kembalilah Vel. Laksanakan tugasmu. Kumpulkan ketujuh senjata itu dan satukanlah mereka."

"Perintah adalah perintah." Ia menyunggingkan senyum, senang Sang kegelapan menyebut namanya-Vel. "Dengan senang hati, Darkness."

Penghianatan Seorang Kakak [Brutal Legend AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang