Matahari mulai naik. Udara terasa sangat panas.
Ubi dan Noya merebahkan tubuh di atas rerumputan hijau, tepatnya di taman dalam istana. Taman itu benar-benar berada di dalam istana. Luasnya tak kurang dari 2 hektar. Penuh akan tumbuh-tumbuhan cantik. Pepohonan rimbun, bermacam bunga dengan aroma yang berbeda, juga sebuah kolam kecil dengan ikan berwarna warni. Pemandangan yang menakjubkan.
Dan disinilah mereka. Setelah berjam-jam bermain di taman itu, entah itu berlarian, petak umpet, berguling di rerumputan, mereka akhirnya memutuskan berhenti. Istirahat sejenak. Kening mereka penuh peluh. Untunglah dedaunan pohon diatas mereka menghalau sinar matahari mengenai langsung wajah mereka. Jika tidak, pastilah peluh terus menetes membasahi pakaian kedua anak lelaki itu.
"Selamat siang, Pangeran Ubi, Pangeran Noya"
Sedikit terkejut, Ubi menoleh cepat ke arah suara. Seseorang terlihat mendekati mereka. Tersenyum. "Maaf mengganggu waktu kalian."
"Eh, tidak apa" Ubi mengangguk kaku. Tak terbiasa dengan panggilan Pangeran. Pastilah Sang Ratu sudah membicarakan hal yang mereka bahas tadi kepada anggota kerajaan.
"Izinkan saya memperkenalkan diri. Saya Panglima Yuuza. Atas perintah Yang Mulia Raja, mulai hari ini Pangeran Ubi akan berlatih pedang dan memanah bersama saya."
Mata Ubi memelotot. Berlatih pedang dan memanah? Sungguh? Hei! Kedua hal itu adalah impiannya!
Senyuman Ubi merekah. Membayangkan dirinya berdiri gagah dengan pedang dan busur.
"Tapi tentu, Yang Mulia Raja tidak akan memaksa. Jika Pangeran Ubi merasa keberatan, itu bisa ditunda" Tambah Panglima Yuuza.
"Aku bersedia!" Jawab Ubi dengan senyum mengembang. Wajahnya berseri-seri. Sejenak merupakan rasa lelah setelah bermain tadi.
Panglima Yuuza mengangguk. Pesannya dari Sang Raja telah tersampaikan.
"Bagaimana dengan Noya, Panglima?" Sela Noya. Membuat Panglima Yuuza merubah arah pandangnya.
"Sebelumnya, berapa usia Pangeran Noya?"
"7 tahun" Jawab Noya.
"Bagaimana dengan Pangeran Ubi?"
"Eh, 9 tahun"
"Nah," Panglima Yuuza tersenyum kecil. "Itu berarti, Pangeran Noya membutuhkan waktu 2 tahun lagi agar bisa berpedang dan memanah."
"Itu terlalu lama Panglima" Noya keberatan. Sedangkan di sebelahnya, Ubi terkekeh.
Ubi menatap Panglima Yuuza "Tapi Noya boleh menonton 'kan?"
Sejenak Panglima Yuuza terlihat berpikir. Lantas mengangguk.
Ada perubahan dalam wajah Noya. Ia memunculkan senyuman lebar.
"Baiklah. Saya sudah menyampaikan apa yang seharusnya saya sampaikan pada Pangeran Ubi. Kalau begitu, saya akan menunggu di aula berlatih. Permisi."
Panglima Yuuza balik kanan. Melangkah menjauhi Ubi dan Noya. Menyisakan hening yang cukup lama diantara mereka berdua. Ubi sibuk dengan pikirannya sendiri. Sedangkan Noya, entahlah. Anak itu terlihat sedang memikirkan suatu hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghianatan Seorang Kakak [Brutal Legend AU]
FantasiIris hijau itu, Noya tidak akan lupa tatapan dari seseorang yang amat ia sayangi sejak kecil. Seorang kakak yang selama ini didambakannya, yang akan selalu berkata semua akan baik baik saja jika suatu hal buruk jatuh menimpa dirinya. Ia selalu ada s...