Married with Benefit | Raden Mas Djanu Rengganis

7 0 0
                                    

⚠️attention! maybe there are harsh and slightly offensive words here ⚠️

***

Menjadi seorang pengacara muda yang selalu sibuk tidak lah mudah bagi Djanu, laki-laki berpawakan tinggi itu selalu saja mempunyai kesibukan dengan klien dan berkas-berkas kasusnya. Itulah yang menjadi alasan pria bernama lengkap Raden Mas Djanu Rengganis pada setiap acara keluarga selalu absen tidak hadir.

"Jadi Djanu kapan nih mau kenalin calonya?" tanya wanita berkisar umur 50 tahun yang bernama Utari, kakak perempuan dari pihak ayahnya.

"Iya nih, masa mau di loncati sama Hadyan," ujar Tanisa, kakak ipar tertua dari keluarga Rengganis.

Entah kenapa perempuan ini selalu kompak menyahuti apa yang dikatakan Utari, ibu mertuanya. Apakah ini yang dimaksud menantu cerminan dari seseorang ibu mertua?

Rahardi, menatap anak bungsunya. Tidak ada perubahan dari raut wajah Djanu, laki-laki itu malah tampak fokus pada makanannya seolah tak mendengar ucapan Utari dan Tanisa. Rahardi mengakui sifat Djanu itu benar-benar menuruni sifatnya sewaktu muda. Kaku, dan hampir tidak tersentuh. Ah, rasanya seperti flashback ke masa muda.

"Ngga sopan banget ada orang ngajak ngobrol tapi ngga didengar, ini yang katanya cucu yang diidam-idamkan."

Djanu mengentikan kegiatan makanya, terdengar seperti sindiran tapi mungkin lebih tepat ucapan itu memang tertuju kepada nya.

"Saya hanya menghormati Kakung di sini. Bukanya di tempat makan kita dilarang berbicara, ya? Jadi saya yang tidak tau sopan santun atau anda?"

"Sudah-sudah, lanjutkan makan nya." Rengganis mencoba menengahi agar perdebatan tidak semakin memanas.

Suasana yang awalnya sepi karena saling menikmati makanan nya masing-masing kini berubah semakin hening dan hanya terdengar suara dentingan sendok yang saling beradu dengan piring.

Tak lama kemudian terdengar suara decitan kursi yang didorong oleh pemiliknya. Terlihat Djanu menyudahi makan malamnya, dan berpamitan pada Rengganis untuk pergi lebih dulu.

"Kakung, Djanu izin pergi duluan. Ada jadwal ketemu sama klien," ujarnya.

Rengganis mengangguk, ia tahu kalau Djanu hanya mencoba menghindar.

"Ngga sopan," ujar Utari pelan.

***

"Maafin ibu gue ya, Nu? Gue tau lo ngga terlalu tersinggung sama omongannya, lo pergi juga buat ngahindar biar ngga makin panjang aja kan," ucap Panji.

Djanu tak menjawabnya, laki-laki itu malah mengeluarkan sebuah kotak rokok dari saku jasnya. Ingin mematik api dari koreknya, namun geraknya ditahan oleh kakak sepupunya.

"Ck! Ngga tau tempat banget lo, kalau mau nyebat jangan di sini, keluar aja sana. Di sini ada kawasan bebas rokok, banyak anak kecil." Panji mengambil kotak rokok itu dari tangan Djanu.

"Brisik."

"Banyak banget kasus-kasus lo? Cari asisten biar bisa bantu-bantu lo. Siapa tau kan lo kepincut sama asisten lo sendiri," ujar Panji dengan sara yang setengah masuk akal dan setengah lagi tidak.

"Gue ada kenalan, kalau lo mau bisa call."

***

"Nih berkas kasus hari ini." Pangestu, menyerahkan dua buah map coklat pada Djanu.

Laki-laki yang hanya berbeda beberapa bulan dengan nya itu juga persis seperti nya, belum mempunyai kekasih. Padahal sudah mau menginjak kepala tiga, keduanya tak juga kunjung menemukan tambatan hati.

Married with Benefit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang