"Assalamu—ASTAGHFIRULLAH!" teriak Dhian kaget begitu membuka pintu rumah. Pemandangan yang dia lihat bikin geleng-geleng kepala. Semua saudaranya bertebaran di karpet ruang tamu, seperti ikan terdampar meski rumah mereka di perkomplekan elit sudah pasti pakai AC.
"KALIAN NGAPAIN TIDURAN DI SITU?! KAYAK GAK PUNYA KAMAR AJA!" Dhian mendekat, melirik ke arah kipas angin yang entah kenapa masih dinyalakan meski AC sudah menyala.
"Tutup pintunya, Mas," keluh Caka dengan nada malas, meski matanya tetap tertutup. "AC-nya udah gak berasa nih."
"Iya, iya," sahut Dhian sambil menutup pintu dan duduk di sofa. "Padahal udah ada AC. Terus ngapain kalian ngumpul di sini?"
Mereka semua cuma mengangkat bahu serempak, seolah jawabannya sudah jelas.
"Guys, panas-panas begini enakan minum yang seger-seger nggak sih?" celetuk Aksa yang duduk sambil mengibaskan kaosnya.
"Iya, dek, bikinin es teh dong," ucap Ardi sambil melirik Aji, si bungsu yang dari tadi nonton BoBoiBoy di layar lebar ruang tamu.
"Gak ah, Mas, bikin sendiri aja," tolak Aji dengan malas, matanya masih fokus ke TV.
Ardi mendengus. "Gaya lo bocil! Awas nanti minta punya gue." Tanpa menunggu lama, dia langsung bangkit menuju dapur. "Bye, gue mau bikin sendiri."
"ARDI, BIKININ PUNYA MAS YA!" teriak Jati dari pojok karpet, diikuti rengekan kembarannya, serta suara cempreng Caka.
Suara Ardi terdengar tertawa dari dapur, echo-nya sampai di ruang tamu.
Caka mengeluh lagi. "Udah ada AC aja tetep berasa panas, ya. Gimana kalau nggak ada?"
"AC-nya mungkin perlu di-service," timpal Aksa sambil ngelus-ngelus remote AC. "Atau kita yang udah kebanyakan ngeluh."
-------------------------
19 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
The 7 Brothers (7 BERSAUDARA) || SLOW UPDATE
Random"Siapapun orangnya, apapun masalahnya, kita tetep harus bersama"