Bagian 5

50 1 0
                                    


Bagian 5

Raga dan Juna bersiap untuk perjalanan bisnis. Perjalanan itu menjadi kesempatan yang sudah lama dinantikan oleh Juna, namun ia juga menyadari bahwa ini akan menjadi ujian besar bagi perasaannya. Di dalam pesawat, mereka duduk berdampingan, dan Juna berusaha sekuat tenaga untuk tidak memperlihatkan betapa gugupnya ia. Mereka berbincang ringan tentang pekerjaan, tetapi di antara percakapan itu, Juna selalu mendapati dirinya terdistraksi oleh sentuhan kecil tangan mereka yang tak sengaja bergesekan di sandaran kursi.

Juna akhirnya memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan agar pikirannya tidak terus-terusan mengarah ke hal-hal yang tak seharusnya. "Gue denger-denger lu suka mobil, Ra," katanya sambil tersenyum.

Raga tersenyum lebar. "Iya, gue selalu suka mobil, terutama Mercedes. Gue udah lama ngimpiin beli Mercedes Benz. Desainnya elegan, tapi tetap punya tenaga yang besar."

Juna tertawa kecil. "Kalo gue lebih suka BMW. Menurut gue, desainnya lebih maskulin. Tapi gue setuju, dua-duanya punya desain yang premium dan mewah."

Raga mengangguk sambil merenung. "Iya, bener juga sih. BMW lebih garang. Tapi entah kenapa, ada sesuatu tentang Mercedes yang bikin gue jatuh cinta."

Obrolan mereka terus mengalir, dengan Juna semakin nyaman saat berbicara tentang topik-topik ringan seperti mobil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Obrolan mereka terus mengalir, dengan Juna semakin nyaman saat berbicara tentang topik-topik ringan seperti mobil. Namun, setiap kali tangan mereka bersentuhan secara tak sengaja, Juna kembali merasakan gejolak dalam dadanya. Ia benar-benar berharap bisa memegang tangan Raga, tapi ia tahu bahwa itu terlalu berisiko. Ia terlalu takut akan reaksi Raga yang mungkin akan mengubah segalanya. Jika Raga tidak menyukainya, mungkin persahabatan mereka yang selama ini terjalin akan hancur.

Ketika akhirnya mereka tiba di hotel, suasana berubah menjadi lebih intens. Juna merasa canggung tetapi bersemangat ketika mengetahui bahwa mereka akan berbagi kamar, bahkan lebih dari itu, mereka akan berbagi tempat tidur. Raga tampak sangat santai, tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan. Namun, bagi Juna, ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu, tetapi juga ia takuti.

"Lo duluan mandi, Ra," kata Juna sambil menatap koper mereka yang sudah dibuka.

Raga mengangguk dan menuju kamar mandi dengan handuk dan pakaian bersih. Suara air yang mengalir dari kamar mandi membuat imajinasi Juna semakin liar. Ia membayangkan bagaimana Raga akan terlihat tanpa kemeja kantor yang rapi—betapa sempurnanya tubuh atletis yang sering ia curi pandang di kantor. Pikirannya mulai berputar, dan jantungnya berdetak lebih cepat ketika pintu kamar mandi akhirnya terbuka.

Raga keluar dengan hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya. Tubuhnya terlihat sempurna di bawah pencahayaan lembut kamar hotel. Juna menatap lehernya yang tegas, otot dadanya yang kokoh, serta perut rata yang terpahat dengan sempurna. Tapi yang paling menggoda bagi Juna adalah ketika Raga mengangkat tangannya untuk mengeringkan kepalanya. Bulu-bulu halus di bawah ketiaknya terlihat jelas, dan entah kenapa, itu membuat Juna semakin tergoda. Ada kehangatan yang terpancar dari setiap gerakan Raga, dan Juna tak bisa mengalihkan pandangannya.

Ketika Raga berjalan ke arah koper untuk mengambil pakaiannya, Juna menyadari bahwa hanya ada selembar handuk yang menutupi tubuh Raga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika Raga berjalan ke arah koper untuk mengambil pakaiannya, Juna menyadari bahwa hanya ada selembar handuk yang menutupi tubuh Raga. Ketika Raga mulai mengganti handuk dengan celana dalam, Juna hampir tak bisa bernapas. Ia melihat setiap detail dari tubuh Raga, termasuk bayangan samar dari apa yang ada di balik celana dalamnya. Rasa cemburu meluap di dalam diri Juna. Ia merasa iri kepada Sharla—wanita yang bisa menikmati semua itu dengan bebas. "Dia pasti sering ngeliat ini," pikir Juna dalam hati, merasa campuran antara cemburu dan keinginan.

Raga tersenyum santai ketika akhirnya mengenakan celana dalam dan berjalan menuju tempat tidur. "Sekarang giliran lo, Jun," katanya santai, seolah tidak menyadari betapa besar pengaruh penampilannya terhadap Juna.

Juna mengangguk dengan canggung dan segera masuk ke kamar mandi, berusaha keras untuk menenangkan dirinya. Setelah membersihkan diri, ia kembali ke kamar hanya untuk menemukan Raga sudah berbaring di tempat tidur, masih hanya mengenakan celana dalam.

"Ayo, tidur. Besok pagi-pagi kita ada meeting," kata Raga sambil menatap layar ponselnya.

Juna naik ke tempat tidur, merasa aneh berbagi tempat tidur dengan seseorang yang ia kagumi lebih dari sekadar teman. Ia mencoba menjaga jarak, meskipun setiap kali Raga bergerak, kasur terasa bergoyang, mengingatkan Juna betapa dekatnya mereka. Setelah beberapa menit dalam keheningan, Raga mematikan ponselnya dan menoleh ke Juna.

"Jun, gue seneng bisa kerja sama lo," kata Raga dengan suara pelan. "Lo selalu bisa diandalkan, nggak cuma di kantor, tapi juga di luar."

Juna tersenyum meski hatinya berdebar lebih kencang. "Gue juga seneng bisa kerja sama lo, Ra. Lo selalu bikin kerjaan jadi lebih gampang."

Raga tertawa kecil, lalu berbaring lebih nyaman di tempat tidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raga tertawa kecil, lalu berbaring lebih nyaman di tempat tidur. "Kita sering ngobrol kayak gini, tapi gue nggak pernah tanya. Apa sih yang lo pengenin dalam hidup ini, Jun?"

Pertanyaan itu mengejutkan Juna. "Apa yang gue pengen?" Ia berpikir sejenak, menatap Raga yang berbaring di sampingnya. "Gue pengen... punya hidup yang bahagia, sih. Gue pengen bisa ngelakuin apa yang gue suka, sama orang-orang yang gue sayang."

Raga mengangguk pelan, memikirkan jawaban itu. "Itu bagus. Kadang gue juga mikir kayak gitu. Kadang hidup diisi sama hal-hal kecil yang bikin kita lupa sama hal-hal yang penting."

Malam itu, mereka berbicara lebih lama dari biasanya. Juna merasa lebih dekat dengan Raga daripada sebelumnya, meskipun ia tahu, di balik semua itu, ada perasaan yang ia sembunyikan. Ia hanya bisa berharap bahwa suatu hari, perasaannya bisa terungkap tanpa menghancurkan apa yang sudah mereka bangun bersama.

-bersambung-

RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang