Bagian 6

44 3 2
                                    




Di tengah keheningan malam, hanya suara halus pendingin ruangan dan napas mereka yang terdengar di kamar hotel itu. Raga berbaring di samping Juna, matanya menatap langit-langit, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Setelah beberapa menit, ia akhirnya membuka mulut.

"Gue nggak pernah cerita soal ini ke banyak orang," kata Raga pelan, hampir seperti berbisik. "Tapi... keluarga gue, nggak selalu harmonis."

Juna menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat, memperhatikan Raga dengan penuh perhatian. "Maksud lo?"

"Bokap gue ninggalin nyokap gue buat cewek lain waktu gue masih kecil," jawab Raga, suaranya penuh rasa pahit. "Gue harus lihat nyokap gue berjuang sendirian buat ngurus gue dan adik gue. Itu berat."

Juna terdiam sejenak, merasakan simpati mendalam. "Gue nggak kebayang sih, Ra... Lo kuat banget bisa tumbuh dalam kondisi kayak gitu."

Raga menghela napas panjang, tampak seperti mencoba melepaskan beban yang ia pikul selama bertahun-tahun. "Gue nggak tau apakah gue kuat atau cuma terpaksa buat kuat."

Juna mengangguk, memahami kesedihan yang tersembunyi di balik senyuman Raga. "Orang tua gue beda. Mereka nikah waktu masih muda banget, tapi sampai sekarang mereka masih bahagia bareng. Kadang gue merasa beruntung."

Raga tersenyum kecil, tapi matanya masih memancarkan kelelahan. "Gue iri sama lo. Punya contoh hubungan yang sehat kayak gitu."

Keduanya terdiam lagi, sebelum akhirnya Raga melanjutkan pembicaraan, kali ini suaranya terdengar sedikit lebih ringan. "Ngomong-ngomong soal hubungan... Sharla akhir-akhir ini sering marah-marah. Dia sering cemburu."

Juna menatapnya, rasa ingin tahunya muncul. "Kenapa?"

"Ya, lo tau lah... cewek-cewek sering ngegodain gue, bahkan ketika gue cuma berusaha ramah sama mereka," Raga menjelaskan. "Sharla nggak suka. Dia nggak bisa terima kalau cewek-cewek lain deketin gue."

Juna dalam hati berpikir bahwa tentu saja cewek-cewek tertarik pada Raga. Siapa yang tidak? "Gue ngerti sih, Ra. Charm lo... ya, lo beda dari yang lain."

Raga tersenyum sedikit, tetapi dengan nada frustasi yang jelas. "Tapi yang bikin masalah lebih besar... adalah... ya, dia masih marah karena vendor waktu itu ngirim gue pesan yang... nggak pantas. Dan sekarang, dia nolak gue."

Juna menatap Raga, mencoba memahami apa yang dimaksudnya. "Nolak gimana?"

Raga menghela napas, merasa malu tapi juga jujur dalam frustrasinya. "Dia nggak mau... ya, lo tau lah. Dia nggak mau gue dapet sex release. Gue... gue punya drive yang besar, Jun, dan dengan Sharla kaya gitu, ini jadi masalah buat gue."

Juna menyadari kesempatan yang ada di hadapannya, tapi ini adalah langkah besar, risiko yang bisa menghancurkan atau membawa mereka lebih dekat. Dia menatap Raga dengan hati-hati, lalu berbicara perlahan. "Gue bisa bantu lo... Nggak harus Sharla yang kasih lo apa yang lo butuhin."

Raga langsung terkejut, matanya melebar. "Maksud lo apa, Jun?"

Juna tetap tenang, meskipun di dalam dirinya jantungnya berdegup kencang. "Gue ngerti lo lagi frustrasi, Ra. Tapi kalau lo mau gue kaya gitu... ini harus jadi rahasia. Nggak ada yang boleh tau."

Di saat itu, hati Raga mulai bergejolak. Selama ini, Juna adalah satu-satunya orang yang benar-benar ia percaya. Bukan hanya di kantor, tapi dalam hidupnya. Juna bukan hanya rekan kerja atau sahabat. Juna adalah orang yang selalu bisa menjaga kata-katanya, orang yang selalu bisa diandalkan. Raga tahu bahwa Juna tidak pernah mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya. Namun, tawaran ini... membuat segalanya menjadi rumit.

"Ini lo serius? Lo bercanda kan?" tanya Raga, suaranya sedikit goyah.

"Ya, gue serius," jawab Juna tanpa ragu. "Gue nggak akan bilang siapa-siapa, ini cuma buat kita. Gue nggak akan pernah ngebiarin lo dalam posisi sulit."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang