"Uhuk ... uhuk ...."Suara batuk berkali-kali cukup mengganggu seorang remaja laki-laki tampan yang tengah tertidur lelap di kamarnya, sehingga remaja itu terbangun.
"Hadeh, lagi-lagi bangunin gue si Rama sialan itu!" gerutunya kesal. Pemuda itu segera bangkit dari tempat tidur dan melangkah dengan malas, menuju kamar sebelah.
Ia membuka pintu dan menghampiri seorang pemuda yang tengah terbatuk-batuk. "Kenapa sih, selalu bikin gue bangun tengah malam, Bang? Lo kira lo doang yang butuh istirahat, hah? Gue juga kali, Bang! Kenapa lagi sih? Gue jadi kebangun gara-gara batuk sialan lo itu!" makinya.
Pemuda yang tengah terbatuk itu--Ramadhan Faturrahman biasa dipanggil Rama menatap pemuda yang menghampirinya, Arrangga Faturrahman dengan tatapan nanar. "Ma-afin Abang bikin kamu keganggu ...."
Rangga menatap jengah kakaknya itu. "Kenapa lagi?"
"Tabung oksigen gue habis, Ngga ... to-long gantiin yang baru ... gue susah napas ...."
Rangga mendesak kesal. "Nyusahin gue terus aja lo kerjaannya! Baru berapa jam tidur, udah lo ganggu!"
Meskipun kesal, Rangga melakukan apa yang Rama minta. Pemuda berusia empat belas tahun itu mengambil tabung oksigen yang baru dan memasangnya ke selang oksigen milik Rama. "Udah, ya, jangan ganggu gue tidur. Gue masih ngantuk, Bang! Awas aja lo ganggu gue tidur lagi! Nggak bakal gue anterin berobat lo!" ancamnya dengan tatapan yang begitu serius.
Rama menunduk. Ia tidak berani menatap wajah datar adiknya. "I-iya, Abang nggak akan ganggu kamu. Kamu segera tidur saja. Terima kasih, Rangga."
"Udah, lo tidur lagi, jangan gangguin gue!" Rangga meninggalkan kamar Rama dan kembali ke kamarnya untuk tidur lagi karena dirinya masih sangat mengantuk.
Pemuda berusia sembilan belas tahun itu merasakan napasnya sudah enakan, ia kembali terlelap.
***
Jam lima pagi, Rangga telah terbangun. Rutinitas setiap harinya, usai salat subuh, pemuda itu mulai membereskan rumah. Dari membereskan kamar tidurnya, menyapu lantai, mengepel lantai, membersihkan debu, menyapu halaman, dan membersihkan kaca-kaca di rumah. Memang di rumah dua tingkat yang cukup mewah dengan dihiasi ornamen-ornamen Eropa ini hanya ditinggali berdua, dirinya dan kakaknya, Rama. Sehingga Rangga harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian.
"Huh, bosen banget tiap hari begini mulu!" gerutunya sambil menyapu halaman belakang rumah. "Andai si penyakitan itu bisa diandelin, nggak akan secapek ini gue!"
Ia terus menyapu halaman hingga bersih sambil menggerutu kesal. Setelah sampah-sampah ia sapu, kemudian dibuangnya ke tempat sampah.
Rangga memasuki rumahnya dan duduk bersandar di kursi teras. Rasa lelah sudah menyapa tubuhnya, padahal ia baru sedikit melakukan pekerjaan rumah.
"Habis ini masih harus masak. Dimasakkin apa ya, si penyakitan itu enaknya?" Rangga mulai terdiam dan berpikir sejenak. "Sup ikan pakai sayur wortel, jagung kecil, sama kembang kol kali, ya?" Rangga segera beranjak dari kursi dan melenggang ke dapur untuk membuat sarapan.
Rangga mulai mengeluarkan bahan-bahan makanan dari lemari es dan lemari penyimpanan makanan. Tangan kekarnya mulai cekatan mengolah bahan makanan menjadi makanan yang akan disantap untuk sarapan nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jembatan Luka | On Going
Teen Fiction[Brothership - Family - Angst] Sebuah ikatan persaudaraan yang tercabik-cabik oleh luka masa lalu. Ramadhan Faturrahman biasa dipanggil Rama adalah seorang pemuda yang berjuang melawan penyakit mematikan, terjebak dalam pergulatan antara keingina...