Rangga menatap wajah Rama yang sangat pucat pasi dan tubuhnya terasa dingin. "Bang, jangan nakutin gue, Bang Rama! Bangun lo!"Namun, lagi-lagi tubuh Rama hanya terdiam, membuat Rangga semakin panik. Pemuda berambut berantakan berseragam putih biru yang turut berantakan menatap ke arah sopir taksi. "Pak, lebih cepat! Kakak saya pingsan!" teriaknya penuh rasa khawatir.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Rangga tiba di rumah sakit. Ia langsung membopong tubuh Rama dengan dibantu sopir taksi memasuki rumah sakit. Rama dilarikan ke ruangan emergency untuk segera ditangani.
Rangga menunggu di depan ruangan. Ia mondar-mandir ke sana kemari dalam keadaan jantungnya berdebar kencang dan keringat dingin membasahi tubuh tinggi atletisnya.
Pemuda bermata sipit dengan alis tipis itu menyandarkan punggungnya di dinding rumah sakit yang dingin. Ia terduduk lemah di lantai rumah sakit. "Lagi-lagi lo masuk rumah sakit, Bang," lirih Rangga.
Setelah menunggu, akhirnya dokter mendatangi Rangga. "Bagaimana keadaan kakak saya, Dok?" tanya Rangga ingin tahu.
"Saat ini kondisi pasien sangat kritis. Kondisi paru-parunya semakin memburuk membuat terjadinya tekanan darah tinggi di paru-paru. Hal ini membuat pasien alami serangan jantung. Selain itu, kelelahan dan stres menjadi pemicu kondisi pasien saat ini."
Rangga terkejut mendengar penjelasan dokter. "Apa, Dok? Serangan jantung? Bukannya kakak saya hanya sakit paru-paru?" sahut Rangga.
"Iya, penyakit paru-paru obstruktif itu rentan mengenai jantung. Jadi, hal seperti itu pasti terjadi apalagi kondisi paru-paru pasien sudah parah."
"Kakak saya apa nggak bisa sembuh, Dok? Apa dia nggak bisa hidup normal lagi?" tanya Rangga ingin tahu.
"Penyakit ini tidak bisa disembuhkan total, tetapi bisa diredakan dan dihambat saja. Apalagi penyakit yang diderita pasien dalam tingkat berat."
"Lalu, kapan kakak saya akan bangun?"
"Seperti yang sudah pernah terjadi, tidak bisa ditentukan kapan kakak kamu akan bangun. Berdoa saja semoga kakak kamu segera bangun."
Rangga mengangguk paham. "Baik, Dok. Terima kasih."
Rama dipindahkan ke ruangan ICU karena kondisinya sangat kritis. Tubuhnya saat ini terbaring tidak sadarkan diri dipenuhi selang dan kabel-kabel medis. Rangga baru memasuki ruangan ICU untuk melihat keadaan kakaknya. "Kenapa lo harus sakit kayak gini, Bang? Kenapa lo harus sakit yang nggak bisa disembuhin, hah? Kalau lo mati, gue sama siapa, bangsat?!"
"Gara-gara penyakit lo orang tua kita meninggal, Bang. Penyakit lo emang pembawa sial dalam hidup kita! Penyakit lo udah sangat membuat gue menderita. Karena lo sakit ini, gue harus ngurusin lo tiap hari sendirian! Untung aja harta orang tua kita banyak dan masih ada yang ngurus perusahaan, jadi gue nggak perlu banting tulang juga buat hidupin kita!"
"Penyakit lo udah nyusahin gue, gue mau ngapa-ngapain susah, bikin orang tua kita pergi untuk selamanya, ngabisin duit untung aja lo anak orang kaya, kalau anak orang miskin udah mati kali lo! Kenapa sih, ini semua harus terjadi, Bang Rama? Lo jahat sama gue, Bang ... sekarang lo enak-enakan tidur, sedangkan gue, gue harus lihat lo kayak gini. Lo bikin gue bolos sekolah, dasar kakak nggak berguna lo!" umpat Rangga kesal.
Rangga melangkah meninggalkan ruang ICU dan duduk di kursi tunggu yang kosong. Pemuda itu mengusap wajahnya dengan kasar, matanya berkaca-kaca.
"Kenapa kalian harus pergi ninggalin Rangga, sih? Kenapa kalian biarin Rangga sendirian ngurusin abang yang penyakitan? Kalian kira Rangga nggak capek? Kalian kira Rangga kuat?" lirihnya, air matanya mulai menetes dengan deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jembatan Luka | On Going
Teen Fiction[Brothership - Family - Angst] Sebuah ikatan persaudaraan yang tercabik-cabik oleh luka masa lalu. Ramadhan Faturrahman biasa dipanggil Rama adalah seorang pemuda yang berjuang melawan penyakit mematikan, terjebak dalam pergulatan antara keingina...