"Maaf, tadi jalanan nya macet, kamu udah nunggu lama ya?"
Racala mengedipkan mata dengan polos. Pandangannya tertuju pada seseorang yang baru duduk didepannya. Tangan lentiknya membuat pergerakan didepan wajahnya. "Bukankah kamu bisa berbicara? Aku tidak tuli, bicaralah."
Pria didepannya, menatap dirinya bingung, "bukannya kalau bisu gak bisa mendengar?"
Racala sekali lagi mengerjapkan mata dengan bingung. Benarkah pria didepannya ini yakin membuat skripsi tentang orang tunarungu? Ia bahkan tidak tahu, jikalau orang yang bisu dari lahir belum tentu tuli. Sebaliknya jikalau orang tuli tentu akan kesulitan berbicara.
Racala mulai tertawa kecil, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan manis tawanya, yang timbul di bibir pucat dirinya. "Orang yang bisu dari lahir belum tentu tuli. Sebaliknya jikalau orang tuli tentu akan kesulitan berbicara."
Melihat indahnya gerakan jari, yang berasal dari Racala, pria itu merasa malu dan spontan menggaruk kupingnya. Pria itu berdeham, "kenalin gua Angkasa." Angkasa menyodorkan tangannya, menandakan bahwa ia ingin berkenalan dengan Racala.
Racala tentu saja menyambut jabatan tangan dari Angkasa. Dan setelahnya, ia membuat gerakan kecil, yang membuat keduanya saling tersenyum. "Salam kenal ya." Dengan senyum tulus terbit begitu saja.
"Sebelumnya, thank you very much, udah mau bantu gua riset skripsi. Gua langsung aja mulai pertanyaan nya ya?" Ucap Angkasa, dan dibalas anggukan kepala oleh Racala.
"Yang dirasain orang bisu, kayak gimana sih?" Angkasa mengucapkannya dengan hati hati. Takut nya membuat Racala tersinggung.
Bukannya tersinggung, Racala menerbitkan senyuman tipis, yang membuat siapa saja yang melihatnya ikut tersenyum. "Kalau aku pribadi, ya --- biasa saja. Aku bisu dari lahir, itu membuat diri aku terbiasa."
Angkasa mencoba mencerna pergerakan Racala. "Oh, begitu..." Angkasa mengangguk-angguk pelan. Tanpa membuang waktu, ia pun langsung melontarkan pertanyaan kedua, "lu kalau nyoba belajar ngomong, pernah ngerasain sakit gak?"
"Belajar berbicara tidak membuat sakit. Tapi frustasi tidak bisa berbicara, walaupun sudah dicoba ratusan kali." Jawab Racala, seperti biasa ia menjawab dengan pergerakan tangannya yang rapuh dan pucat. Mereka pun hening untuk beberapa saat, Racala yang kebingungan akan keheningan pun, mulai menyeruput minuman es dengan santai. Pandangan itu membuat Angkasa ikut mencoba rasa minuman miliknya.
"Sangkain gua orang bisu belajar ngomong bakalan rasain sakit, ternyata gak ya." Balas Angkasa yang sudah mulai paham sekarang. Ia merasa beruntung mewawancarai langsung orang yang mengalaminya. Semoga saja skripsinya langsung di acc, batinnya.
Racala pun tersenyum, lalu ia mengecek jam di sisi kanan tangannya. Ternyata bentar lagi jam enam sore, ia langsung saja merasa resah. "Ada pertanyaan lagi? Aku harus pulang sekarang."
Melihat gelagat Racala, tentu saja Angkasa kebingungan. "Satu pertanyaan lagi. Perlakuan orang-orang ke diri lu gimana?"
__________________________________________________