Dia, Yang Selalu Duduk di Pojok

11 2 2
                                    

Hari ini Rian memutuskan untuk mengerjakan proposalnya di tempat lain. Bukan di rumah sakit atau perpustakaan kampus. Dia butuh suasana baru. Suasana rumah sakit membuatnya sedikit lebih lelah akhir-akhir ini. Jadwal jaga dan operasinya cukup banyak yang tumpang tindih. Kurang istirahat tentunya. Oleh sebab itu, hari ini Rian memutuskan  untuk mengambil cuti.

Memesan segelas americano dingin dan cemilan ringan. Melihat sekeliling untuk mencari spot yang nyaman dan tenang. Kafe ini memang cukup ramai namun tetap nyaman untuk bekerja. Beberapa pelanggan juga nampak asyik dengan laptopnya masing-masing. Ada pula yang mengobrol dan bersenda gurau. Dengan jarak antar meja yang dibuat cukup berjauhan, suasana menjadi tetap nyaman dan kondusif. Kafe ini mengambil tema alam yang dengan sedikit sentuhan jawa. Kesan homey adalah yang terasa saat pertama kali memasuki kafe ini.

Setelah beberapa menit mencari-cari, Rian akhirnya duduk di meja sejajar kasir. Di sana terdapat dua meja terpisah yang masing-masing berisi empat kursi. 

Sepertinya di sini nyaman. 

Rian mengeluarkan laptop dan buku catatan dari ranselnya. Membuka laptop dan segera fokus dengan materi proposalnya.

"Permisi Mas, ini pesanannya", kata seorang pelayan pada Rian.

"Oh oke, makasih Mas", jawab Rian.

Rian mengambil segelas americano dan meminumnya sedikit. Memang kafein sangat diperlukan dalam kondisi seperti ini.

                                                          *** 

"Makasih Mas, oiya minta tolong americano yang satu diisikan di tumbler ini ya".

Saat itu Rian baru kembali dari toilet dan hendak membuat pesanan baru. Segelas americano sepertinya tidak cukup. Dia berniat memesan satu gelas lagi.

"Baik Kak, semuanya jadi 75,000. Pembayarannya dengan apa Kak?" kata kasir kepada wanita yang berdiri di depan Rian.

"QRIS ya Mas".

Setelah selesai membayar, wanita itu segera berlalu. Gantian Rian yang membuat pesanan.

Rian kembali ke tempat duduknya. Rupanya wanita tadi duduk di meja sebelah Rian. Sama dengan Rian, ternyata wanita itu juga pergi ke kafe untuk mengerjakan sesuatu. Maksudnya bukan sekedar nongkrong atau mengobrol.

"Permisi Kak, ini pesanannya", kata pelayanan mengantar pesanan si wanita itu.

"Oke", jawabnya.

"Semuanya sudah lengkap ya Kak, terima kasih", kata pelayan tadi sambil menandai list pesanan yang sudah lengkap disajikan.

"Sama-sama", jawab wanita itu ramah.

Rian menoleh dengan heran.

Segelas americano ditambah satu tumbler penuh berisi americano juga. Tanpa snack. Hanya kopi.

                                                                 *** 

Mata Rian sudah terasa lelah. Beberapa kali iya melepas kacamata dan memijat sekitar matanya. Gelas americano kedua sudah habis begitu pun snack yang ia pesan. Dia sedikit meregangkan badan. Berencana untuk pulang dan istirahat. 

Layar laptopnya menunjukkan pukul 19.30. Segera dia mematikan laptop dan memasukkan barang-barang ke dalam ransel. Selanjutnya tinggal memesan ojek.

Rian memang memutuskan untuk tidak memiliki kendaraan pribadi. Dia lebih suka menggunakan transportasi umum untuk menunjang aktivitasnya. Selagi menunggu ojek datang, Rian mengamati sekitar. Termasuk wanita di sebelahnya yang tampak masih serius menatap layar laptop.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Numbers and NeurosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang