🐺|| TWO

80 34 17
                                    

Vote, komen, and happy reading 🧡
.
.


Bangsa serigala mampu hidup ratusan tahun, dan akan setia dengan pasangannya yang disebut mate. Dua manusia serigala yang terikat takdir akan saling merasakan, terlebih saat omeganya terluka. Alpha-nya....

Maro membaca penjelasan itu di internet, keningnya mengerut. Apakah dunia seperti ini benar-benar ada? Maksudnya, Maro percaya hanya manusia yang exist di dunia ini. Baginya bangsa vampir bahkan serigala yang baru saja ia baca seperti ini terdengar tidak mungkin.

Maro menyentuh sikutnya, sudah tidak sakit lagi. Terbayang jelas olehnya bahwa Haeron tadi terluka karenanya. Tapi jangan salahkan dia, salahkan saja Haeron yang tiba-tiba menciumnya tanpa alasan.

Apa benar pemuda itu menyukainya? Mereka bahkan tak pernah berinteraksi intens. Maro juga tak pernah melihat Haeron berteman dengan siapapun.

Dan tadi Jesher bilang Haeron adalah pasangannya? Itu terdengar tidak masuk akal. Maro bahkan tak mengenalnya.

Meski membawa ketidakpercayaan, Maro kembali membaca penjelasan tentang bangsa serigala. Semuanya terdengar seperti dongeng, tapi saat tulisan itu mengatakan bahwa sepasang soulmate akan merasakan satu sama lain, apalagi saat terluka.

"Jadi Haeron itu soulmate-ku? Tapi aku bukan bangsa serigala? Apa yang kupikirkan! Ini benar-benar konyol." Maro menutup ponselnya, daripada memikirkan hal yang tidak masuk akal, lebih baik ia bersiap-siap untuk kembali ke sekolah.

Ia ada latihan basket sore ini, dan juga Vestia akan latihan cheerleader. Maro harus tampil keren di depan gadis itu. Ia tersenyum kecil, memikirkan kapan waktu yang pas untuk menyatakan perasaannya pada Vestia.

Masuk ke kamar mandi, Maro hendak membersihkan diri. Ia melewati cermin dan wastafel di dalam sana. Langkahnya terhenti kala merasakan punggungnya memanas. Maro berbalik, melihat tanda aneh di punggungnya.

"Benarkah aku hanya manusia biasa?"

Kau bodoh.

Suara berat itu tiba-tiba dikirim ke dalam kepala Maro. Matanya melotot kala pupil mata kehijauannya berubah menjadi kuning keemasan. Maro terkejut, terlebih kala jemarinya tiba-tiba bergerak mencakar benda refleksi itu hingga berbekas.

"Apa itu!?" Memandang tangannya, cakar itu kembali hilang. Maro juga memperhatikan matanya tak lagi berwarna kuning. Apa barusan dia berhalusinasi?

"Aku pasti sudah gila!" gidiknya, lalu melanjutkan tujuannya untuk mandi.

Tak butuh waktu lama, Maro segera memakai jersey-nya lalu beranjak keluar kamar. Ia bertemu dengan mamanya yang tampak menonton televisi.

"Mama, aku berangkat."

"Kenapa kamu wangi sekali? Apa ada seseorang yang menarik?" goda wanita yang merupakan ibu Maro. Pemuda itu tersenyum, lalu menggaruk tengkuknya, salah tingkah.

"Jadi mama benar? Apa kamu sudah menciumnya?" terka wanita itu. Maro tersentak, tiba-tiba saja ingatannya soal Haeron yang menciumnya kembali terputar. Tunggu, kenapa ia harus membayangkan Haeron, kenapa bukan Vestia?

"A-aku berangkat mama!" Segera Maro beranjak, meninggalkan mamanya yang tertawa gemas. Ternyata benar putra mereka sudah dewasa.

Apa saatnya memberitahu sedikit tentang dirinya?

***

Lapangan basket tetap ramai meskipun sudah lewat jam pulang sekolah. Entah mereka menonton para anggota cheerleader atau anggota basket yang latihan namun yang jelas Haeron juga disini.

Hi, Mate! | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang