Sudah lima hari Kayla berada di mansion Axel, sebuah bangunan megah yang berdiri angkuh di tengah-tengah lahan luas dan terpencil dari keramaian kota besar. Mansion itu dikelilingi oleh pagar tinggi dan hutan lebat, membuatnya terasa seolah berada di dunia yang berbeda, jauh dari sentuhan peradaban. Dinding-dindingnya terbuat dari marmer mahal dengan ornamen klasik yang memberikan kesan aristokratis, namun ada juga nuansa modern yang terlihat dari teknologi canggih yang terpasang di setiap sudut.
Axel menyediakan sebuah kamar mewah untuk Kayla, kamar yang begitu luas dengan langit-langit tinggi, dinding berlapis sutra, dan jendela besar yang menghadap ke taman pribadi. Tempat tidur kayu mahoni yang dipadukan dengan seprai satin lembut membuat suasana kamar terasa nyaman, namun ada ketegangan yang tak bisa dihindari. Perabotan di kamar itu memancarkan kemewahan—meja rias berlapis emas, lemari besar yang penuh dengan pakaian mewah, dan kamar mandi dengan bathtub besar berlapis marmer.
Meski Axel memberikan segala fasilitas yang Kayla perlukan, mulai dari makanan yang lezat hingga pakaian indah, kebebasan Kayla tetap terbatas. Ia bebas mengelilingi mansion itu, tapi hanya dengan pengawalan ketat. Setiap langkahnya selalu diiringi oleh beberapa anak buah Axel yang menjaga gerak-geriknya. Ke mana pun ia pergi, mata-mata tajam para pengawal selalu mengikutinya, seolah memastikan Kayla tidak melakukan sesuatu di luar batas.
Meskipun mansion itu megah dan memanjakan, Kayla merasa terperangkap dalam keindahan yang dingin, seolah emas dan kemewahan di sekelilingnya hanyalah hiasan dari penjara tak kasat mata yang mengungkungnya.
Selain kemewahan yang menghiasi setiap sudut mansion, ada batasan ketat yang membuat Kayla merasa terisolasi. Axel tidak memperbolehkan Kayla menggunakan ponselnya atau alat komunikasi pribadi lainnya. Begitu ia tiba di mansion, ponselnya disita, dan semua koneksi ke dunia luar terputus secara paksa. Kayla hanya diberikan sebuah laptop oleh Axel, namun itu bukanlah laptop biasa—setiap akses internetnya dipantau dengan cermat oleh anak buah Axel. Ia hanya diperbolehkan menggunakannya untuk keperluan wawancara yang telah ditentukan, dan bahkan itu pun dengan waktu terbatas.
Laptop itu memiliki program khusus yang mengunci banyak fitur, membatasi akses ke informasi di luar yang terkait dengan tugasnya di mansion. Setiap kali ia mencoba mencari informasi lain, layar hanya menampilkan pesan “akses ditolak.” Perasaan terkekang makin terasa di tengah kemewahan itu, karena meski ia diberikan kebebasan secara fisik untuk mengelilingi mansion, secara digital dan emosional ia benar-benar terkunci.
Setiap kali Kayla memegang laptop untuk memulai wawancara, ia sadar bahwa setiap kata yang ia ketik dan setiap halaman yang ia buka dipantau oleh tim Axel. Ada sensor-sensor tak kasat mata yang membuatnya berhati-hati dalam berinteraksi, seolah tiap gerakan diawasi tanpa henti. Axel mengatur sedemikian rupa, memastikan Kayla tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan dunia luar atau melarikan diri dari kontrol yang disematkan padanya.
Meski tampak tenang di luar, Kayla merasakan ketegangan di dalam dirinya, perasaan terperangkap yang terus meningkat. Meskipun Axel memberinya kesempatan untuk mewawancarainya, kenyataannya adalah setiap percakapan mereka dan setiap gerakan yang ia lakukan di dalam mansion ini diawasi dengan ketat. Kayla tahu bahwa Axel memberinya kebebasan hanya sejauh yang ia inginkan—di luar itu, mansion ini adalah penjara mewah, dan ia tak lebih dari tahanan yang dijaga dengan begitu rapi.
-----
Setelah beberapa hari berada di mansion yang jauh dari keramaian kota, Kayla merasa semakin terperangkap. Dia menyusun rencana pelarian dengan cermat, mempelajari pola pergerakan para pengawal Axel. Dengan ketelitian yang ia miliki sebagai jurnalis, Kayla mulai mengamati celah kecil yang bisa ia manfaatkan.
Pada suatu malam yang tenang, ketika suasana mansion sepi, Kayla memutuskan untuk bertindak. Ia berjalan perlahan melewati lorong-lorong besar yang penuh dengan perabotan mewah, berharap pengawal yang berjaga tidak menyadari kepergiannya. Ketika dia mencapai halaman belakang, dengan nafas tertahan, Kayla melihat hutan yang tampak seperti jalan keluar satu-satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Fire
RomanceKayla Pramesti Anindiya, seorang jurnalis investigasi yang dikenal cerdas, tangguh, dan tidak mudah gentar. Dengan kemampuan analitis yang tajam dan intuisi yang kuat, ia berani menyelami kegelapan dunia kejahatan demi mengungkap kebenaran. Dalam mi...