4. determination

33 6 0
                                    

"Sebentar." Ucap Soora, Ia membalikkan arahnya.

Asahi memiringkan kepalanya yang kecil itu, "Kenapa?" Tanyanya, ekor kecilnya mengibas dari kanan ke kiri. Soora menatap ke arah Jeffrey, temannya itu, dengan tatapan mencurigakan. Jeffrey menoleh pandangannya ke arah lain, seakan-akan tak mau memberi tahu sesuatu. Soora menyipitkan matanya ke arahnya.

"Lo sengaja ya, Jeff?" 

Pertanyaan simpel itu membuat Jeffrey tersentak kaget.

"Maksudnya?" Tanyanya, sambil tersenyum membuat lesung pipinya terlihat.

Soora dan Asahi saling menatap satu sama lain, Soora mendengus kesal dan melipatkan kedua lengannya, menatap tajam Jeffrey. "Sengaja bikin kita muter-muter, padahal gua seharusnya ngebikin semua pangeran bucin." Ujarnya dengan nada serius. Asahi mengedipkan matanya, ia baru tersadar akan hal itu. Ia mulai mengingat secercah notifikasi dari inisial Z, berupa pesan yang berisi arahan untuk menamatkan -atau dengan kata lain, memecahkan kode agar Asahi, Soora, dan bahkan Jeffrey agar bisa keluar dari game kencan ini.

Lalu, mengapa Jeffrey seakan-akan sengaja mengulur waktu? Itulah pertanyaan dari benak Soora.

Merasa tatapan tajam dari Soora membuatnya tidak bisa berkata apapun dan memilih untuk menghilang, tanpa jejak, layaknya hantu. "Dighosting?" Gumam Soora dan berdecak kesal. Asahi sempat ingin tertawa tapi ia mengurungkan niatnya ketika melihat situasinya tidak cocok untuk menertawakan kakaknya itu. Penjaga yang sedari tadi berdiri, menggaruk kepalanya dengan canggung dan berdeham.

"Diam." Perintah Soora, sang penjaga hanya bisa menunduk dan menganggukan kepalanya. Lagi pula, siapa yang akan berani menyanggah seorang putri kerajaan, hanya raja dan ratu saja yang bisa. Karena kejadian tersebut, Soora tidak jadi mengambil misi.

"Ah, bodo amat soal artefak biru atau apapun itu. Gue muak." Ia mengacak-acak rambutnya ketika ia sedang berada ruang belajar dan terduduk dengan menopang kedua sikunya di atas meja. Asahi yang masih menjadi anjing melihat kakaknya yang sedang frustasi itu dengan cekikikan kecil. Ia ingin berkomentar, namun ia tahu pasti bahwa ia akan terkena omelan.

Esoknya, Soora berjalan menyusuri lorong istana, merasakan tatapan penuh kebencian dari pelayan dan penjaga yang ia lewati. Tatapan mereka tajam, seolah menyiratkan bahwa setiap langkahnya membawa kehancuran. Tak ada yang peduli padanya—dan yang lebih buruk, mereka semua sepertinya ingin melihatnya gagal.

"Lo tahu, Noona," gumam Asahi sambil mengekor di samping kakaknya dalam wujud anjing kecil. "Gue gak ngerti kenapa karakter ini bisa dibenci banget. Gue bahkan belum lihat lo ngelakuin apa-apa."

Soora mendengus, frustrasi. "Itu karena gue ini si villainess. Gak peduli gue baik atau jahat, mereka udah keburu benci." Ia menarik ujung gaunnya yang panjang dengan kasar. "Mau gimana juga, villainess kayak gue ujung-ujungnya dapet bad ending."

Asahi tertawa pelan. "Well, at least lo punya gue. Walaupun jadi anjing, gue gak akan ninggalin lo."

Soora tersenyum tipis tapi penuh makna. "Yah, minimal lo gak bakal ghosting gue kayak Jeffrey."

Tiba-tiba, seorang gadis cantik muncul di ujung lorong—tokoh utama game ini. Dengan wajah penuh simpati dan seakan tanpa cela, heroine itu menatap Soora dengan sorot mata kasihan. "Kau lagi? Mengapa kau terus saja membuat masalah?" katanya lembut tapi menusuk.

Soora hanya mengangkat alis dan menahan diri agar tidak mendesis. Ia tahu semua yang ia katakan akan memperburuk reputasi. Ini aneh banget, gue gak ngapa-ngapain tapi tetep disalahin? pikirnya.

Asahi menggonggong pelan, seolah berkata, Cuek aja, Noona, kita main game ini dengan gaya kita. Soora melirik adiknya sekilas dan menyeringai tipis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pick Me !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang