Prolog

2 0 0
                                    

"Aku setuju denganmu, hidup memang tidak bisa kita duga. Segalanya dapat terjadi, apa saja, kapan saja, dan di mana saja. Terkadang pun hidup terasa berat, apalagi ketika beban di pundakmu terlalu banyak." Pria berusia kepala tiga dengan sweater merah marun itu menyunggingkan senyum yang menenangkan. "Ingat, kau punya aku. Kita berdua di sini, saling menguatkan satu sama lain. You're the love of me life, and I promise to embrace every joy and every sorrow with you, cherishing each moment we share together. Through laughter and tears, I will always stand by your side, united in love."

Ucapan dengan aksen khas Louis yang disertai ketulusan hati itu membuat Isa merasa terenyuh. Air matanya tak lagi terbendung, jatuh mengalir di pipinya. Bibirnya bergetar seraya berkata, "Louis, I don't deserve this."

Louis menggeleng, pria itu menengadahkan wajah Isa lalu menghapus air mata wanita tersebut dengan lembut menggunakan ibu jarinya. Senyum di wajahnya sama sekali tidak pudar. "Jangan berkata begitu. You deserve this."

Alunan musik dari gramofon hiasi indahnya suasana pada malam itu. Salju melayang-layang di luar, mengikuti angin yang berembus dengan kencangnya. Meski di luar tampak sangat kacau, sebaliknya di dalam kediaman Louis Tomlinson. Pria itu bersama dengan kekasihnya, menautkan jemari, dan saling melempar senyum terbaik mereka.

Louis berdiri tanpa melepas tautan jemari mereka, berdiri menghadap Isa, dan merunduk sedikit.

Dengan lembut, pria itu berkata, "Maukah kau berdansa denganku?"

***

The Past & Our Future [Louis Tomlinson]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang