Chapter 1: A Baker Named Isabelle

2 0 0
                                    

"Isabelle! Kau sudah gila, ya?" Katy menggelengkan kepalanya dengan wajah yang menunjukkan kalau dia tak percaya dengan apa yang telah dilihatnya. Baru saja dia tiba di rumah Isa, dia sudah dibuat pusing. Isa, teman Katy sejak kuliah, baru saja selesai memanggang dua puluh fudgy brownies. Bagaimana tidak kaget, wanita itu mengerjakan semuanya sendiri. Wanita berambut pirang itu kembali berkata, "Aku tak akan heran apabila kau mengeluh sakit punggung besok."

Sementara itu, wanita yang sedang diajak Katy bicara tersebut menyunggingkan cengiran dengan wajah tanpa dosa. Dia sendiri pun terkejut dengan usahanya hari ini. Semua ini karena dia dengan teledor menerima pesanan sepuluh fudgy brownies untuk sebuah lembaga donasi anak yatim dan sepuluh fudgy brownies untuk acara ulang tahun di hari yang sama. Saking teledornya dia kemarin-kemarin, dia sampai tidak mengecek tanggal pesanan. "Aku terlalu excited untuk membuat kue," ujarnya dengan suara yang kecil, menunjukkan betapa lelah dirinya.

Ujaran Isa membuat Katy memutar bola matanya. Dia mendekati Isa dan mengambil vakum khusus makanan yang ada di dekat wanita itu. "Untuk bagian ini biar aku saja. Kau istirahatlah, agar kau tidak sakit besok."

"Eh? Tidak usah, aku merepotkanmu."

"Memang. Tapi kalau kau sakit, kau jauh lebih merepotkanku. Lebih baik kau sekarang beristirahat, atau menyiapkan packaging untuk brownies-brownies ini." Katy menunjuk kue-kue yang ada di dapur Isa.

Mendengar Katy, Isa terkekeh pelan. Wanita 24 tahunan itu mendekati sebuah kontainer yang berisi kotak kemasan browniesnya. Dia mengeluarkan dua puluh kotak dari sana, lalu dia membuka komputer untuk mencetak kartu ucapan terima kasih bagi para pelanggan karena telah membeli produknya.

Ketika Katy tengah sibuk memvakumi fudgy brownies yang telah Isa buat, tiba-tiba saja Isa bilang, "Terima kasih, Katy. Kau adalah teman terbaikku."

Katy mengangkat bahunya. "No problem. Kebetulan aku juga bosan. Kau tahu, menjadi budak korporat itu sangat melelahkan. Aku iri padamu!" keluhnya, wanita itu mengerucutkan bibirnya dengan sebal, "Bagaimana rasanya menjadi bos untuk diri sendiri?"

"Haha, aku mengerti. Pasti kau di sana banyak dikerjai karena kau adalah anggota baru." Isa mengumpulkan kartu-kartu yang sudah tercetak menjadi satu, lalu menaruhnya satu-persatu di setiap kotak. "Yah, bekerja sendiri itu melelahkan. Tapi ini terasa asyik, karena aku suka membuat kue! I enjoy this job. Setiap aku memanggang, rasanya semua beban pikiranku menghilang. Apalagi ketika aku mencium aroma kue yang kubuat. Pikiranku langsung tenang."

"Good for you. Kumohon doakan aku, semoga aku bisa mengumpulkan modal dan membangun restoran!" pinta Katy sambil memasang wajah memelas. Dia juga ingin menjadi bos, sayangnya dia adalah seorang fresh graduate, dan dia harus banyak belajar juga mengumpulkan modal yang tentunya tak sedikit.

"Semangat, Katy. Aku tahu, kau pasti bisa!" Isa mengepalkan tangan lalu meninju udara kosong. "Aku akan terus mendukungmu."

"Beri aku sponsor kelak!" ucap Katy sambil menjulurkan lidahnya. Dia terkekeh setelah mengucapkan hal tersebut.

"Haha! Boleh!"

Waktu terus berlalu, keduanya sibuk menyiapkan packaging dari produk Isa. Hingga setengah jam berlalu, keduanya sudah selesai membungkus. Brownies-brownies yang divakumi sudah masuk ke dalam kotak yang diberi kartu ucapan. Mereka tos dan memasukkan kotak-kotak itu ke dalam pendingin.

Dan kotak terakhir pun sudah masuk ke dalam pendingin, mereka mengembuskan napas lega.

"Huh! Akhirnya pekerjaan kita selesai! Terima kasih sekali lagi, Katy!" Isa memeluk Katy dengan erat. Dia merasa bersyukur karena memiliki teman sebaik Katy. "Berkatmu pekerjaanku jadi lebih cepat selesai. I love you, girl!"

The Past & Our Future [Louis Tomlinson]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang