3. Coup D'etat

12 5 0
                                    

Sihir teleportasi termasuk dalam sihir berkembang tingkat tinggi. Yang dapat menggunakannya hanya orang yang terlahir dengan kekuatan murni tersebut dan petinggi istana. Rata-rata penggunanya merupakan anggota fraksi Lima, bagian pertahanan dan keamanan.

Papa Kai masih menjabat sebagai ketua fraksi. Keluar-masuk gerbang Helios bukan perkara sulit bagi Jisoo. Cukup berteleportasi—sebagaimana yang diajarkan sang papa—serta pandai-pandai bersembunyi maka dia akan bebas dari pengawasan prajurit Istana yang berpatroli.

Helios memiliki pengawasan yang cukup ketat mengenai siapa saja yang boleh keluar-masuk gerbang istana. Identitas sebagai anak jenderal tidak menjadi pengecualian istimewa. Semakin sedikit yang mengetahui eksistensi Jisoo, semakin besar peluang rencana kudeta akan berhasil.

Dari kecil, Jisoo ditanamkan pemikiran bahwa dunia yang ditinggali tidak adil. Dirinya adalah bukti nyata. Papa Kai memang menceritakan jati diri Jisoo yang sebenarnya. Namun, Papa Kai tidak menjatuhkan wibawa raja. Kendati kebijakan istana kebanyakan menguntungkan salah satu pihak, beliau sama sekali tidak membencinya. Dia hanya ingin keadilan. Dan yang dapat mewujudkan keinginan tersebut ialah Jisoo.

Jisoo merupakan harapan baru ketika Papa Kai sudah menyerah. Oleh karenanya dia akan berjuang. Semenjak percakapan dengan Mama Judith ketika dia berusia delapan tahun, Jisoo percaya bahwa dia terlahir sebagai pahlawan.

"Kalau kamu terlahir sebagai superhero, apa yang akan kamu perbuat?"

Itu adalah pertanyaan Mama Judith untuknya. Tanya yang jawabannya dia pegang sebagai tujuan hidup. Waktu dulu Jisoo sekadar terdiam memandang cermin yang memantulkan visual dirinya dan mama. Manik mereka bersirobok. Jisoo tahu tidak ada tekanan atau beban dalam sorot lembut nan anggun dari wanita yang membesarkannya. Mama Judith sepenuhnya menyerahkan keputusan. Dari sana Jisoo menyadari sebuah tekad yang membara di hatinya.

"Aku akan menjadi pahlawan. Aku akan menegakkan keadilan secara menyeluruh, bukan berpihak pada salah satu klan, fraksi, atau bagian mana pun."

Setelah tiga belas tahun berlalu dimana usianya sudah menyentuh angka dua puluh satu, kesempatan akhirnya datang. Sebuah peluang untuk menyatukan dan memperbaiki sistem dalam tatanan kehidupan penyihir.

Papa Kai sesungguhnya dapat menggulingkan takhta dan mengontrol sebagaimana yang diinginkan, tetapi tidak dilakukan. Beliau tidak ingin ada pertumpahan darah. Lebih baik menahan diri dalam kesengsaraan dibanding membawa petaka untuk yang lain.

Duduk berdua dengan sang papa merupakan hal biasa. Mereka terbiasa berdiskusi. Kali ini berbeda. Kendati mereka masih duduk di bangku kayu dekat perapian yang sama, Jisoo larut dalam antusiasme. Iris tembaga miliknya diisi ambisi ketika memperhatikan Papa Kai yang menganilisis detail bilah pedang.

"Memang benar ada namamu. Tetapi kita harus tetap memastikannya." Papa Kai menurunkan pedang, menyarungkannya kembali kemudian menaruh di atas pangkuan. "Pukul tujuh malam nanti, datanglah ke puri utama lewat ruang bawah tanah. Papa akan menunggumu di sana. Lakukan ritual yang dipelajari untuk melepas segel. Jika berhasil, kita akan melangsungkan kudeta malam ini juga."

Papa Kai menyerahkan pedang pada Jisoo. Dia bangkit, meraih mantelnya di kursi untuk dipakainya kembali.

"Bagaimana jikalau tidak berhasil, Pa?"

Pertanyaan Jisoo menghentikan pergerakan sang jenderal yang sedang bersiap. Lelaki itu tersenyum sembari berlutut di hadapan putrinya. Tangannya menggenggam jemari lentik yang terlatih bermain pedang mau pun sihir.

Jisoo selalu bertanya-tanya bagaimana bisa ayah angkatnya ini selalu tenang dan tersenyum di berbagai situasi. Tidak pernah gugup, ragu, atau setengah hati.

Sword Of Sun || Jisyong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang