8 : Senja, Taman, dan Es Krim

9K 447 1
                                    

Halow. Gue lagi di hotel. Jadi gue update aja, mumpung ada wi-fi. Gue kasih double update sama Chapter 9 yes. Dua chapter itu lumayan panjang kok.

Tapi maaf harus nunggu kurang lebih seminggu buat chapter 10. Soalnya authornya lagi gapunya ide. SAMA SEKALI GAPUNYA.

Yaudah lah. Baca aja tuh chapter ini sama chapter 9, okay??

*

~Satria's Point of View~

Nyatanya aku baru bertemu dengan Luna Carter sebulan kemudian. Aku baru saja pulang jalan jalan di sekeliling komplek (yang menjadi hobi baruku sekarang) ketika gadis itu menghampiriku.

"Hai," sapanya singkat. "Aku yang bertugas menjagamu sekarang." Agen yang sebelumnya mendampingiku, langsung pergi. "Bagaimana kabarmu?" tanyanya berbasa basi.

"Katanya lu bakal balik dua minggu yang lalu," kataku dingin.

"Iya, gue tahu. Cuma gue sibuk kemarin. Ada kerusuhan di Kalimantan, dan gue yang harus beresin semuanya. Oya, sekarang lu pengin kemana?"

Jika ia ingin mengubah topik, maka ia berhasil. "Gatau. Gue selalu bingung pengin ngapain disini."

"Hmm.... Mau jalan jalan ke...luar?"

"Luar?"

"Jangan keras keras, idiot! Lu mau kita ketauan?"

"Maaf. Luar? Maksud lu? Keluar komplek?"

Luna mengangguk singkat. "Gue tau kalau yang gue lakukan ini bisa bikin gue dipecat. Tapi kalau lu mau..."

"Sebenernya gue mau, sih. Tapi kalau kita ketauan, gimana kalau lu dipecat?"

"Makanya, jangan sampai ketauan." Ia memberiku seringai sudutnya. "Apa jangan jangan lu terlalu takut buat melanggar peraturan?"

"Oh? So, it's a dare? Siapa takut?"

"Kalau begitu, ayo! Kita hanya punya waktu satu setengah jam hingga giliran gue habis." Ia mulai berlari sambil menarik tanganku. Semangatnya meledak ledak.

Wow. Banyak hal yang tak terduga di dalam diri seorang Luna Carter.

"Tunggu," kataku. "Gimana caranya kita keluar komplek tanpa ketahuan?"

"Tenang. Lu ikutin gue aja, oke?"

• • •

Kami duduk di bangku taman. Yep, saat itu kami berada di taman, yang letaknya tak jauh dari komplek. "Apa lu sering keluar komplek kayak gini?" tanyaku, menoleh ke Luna, yang tengah menjilat es krim vanilla nya.

"Gue dulu sering. Waktu gue umur 14 tahun. Dulu gue sering bosen di komplek, kalau gaada pelatihan. Sekarang...well, ini pertama kalinya gue keluar setelah bertahun tahun."

"Kenapa emangnya??"

"Gue sibuk, Sat. Bokap lu selalu kasih gue tugas tugas yang ribet. Walaupun gue seneng seneng aja. Tapi kadang kadang gue kewalahan. Coba lu bayangin, urusan ketahanan Indonesia, dipertanggung jawab kan oleh seorang remaja berumur 16?"

"Ternyata lu suka ngomong juga, huh? Gue gak nyangka" Aku menjilati es krim ku yang mulai meleleh. Suasana taman yang sepi dan asri membuat sore itu terasa...indah (wahahaha sumpah bahasanya picisan banget).

"Haha banyak hal tentang gue yang belum lu tau, Sat. Banyak banget."

Kami diam dalam waktu yang cukup lama. Akhirnya aku yang memecahkan keheningan. "Waktu lu direkrut dulu, gimana reaksi orangtua lu? Apa mereka gak ngamuk anaknya dibawa sama pemerintah?" Aku menambahkan sedikit nada humor.

Luna mengembungkan kedua pipinya, tanda bahwa ia sedang berpikir. Ia sudah membuka mulutnya untuk berbicara, namun ia mengurungkannya. Ia kembali terdiam, sebelum akhirnya menjawab, "Gue udah yatim piatu sejak gue lahir."

"Oh. Maaf."

"Orangtua gue ngebuang gue gitu aja di depan pintu panti asuhan," jawabnya, diluar dugaanku. Kukira ia tak akan menjawab. "Akhirnya gue dibesarin di panti asuhan. Sekolah di sekolah panti. Hingga bokap lu dateng dan ngajak gue ke Medan. Katanya waktu itu, di Medan, hidup gue bisa jadi lebih baik."

Keheningan kembali tercipta di sekeliling kami. Aku tak menyangka seorang Luna memiliki masa lalu yang menyedihkan seperti itu.

"Udah lah. Gausah dipikirin," kata Luna. "Cerita hidup gue gak buruk buruk amat, kan?" Ia kembali memberiku senyuman dua sudut nya yang langka. Aku tersenyum balik.

Aku melirik jam tanganku. Sial. "Luna," kataku.

"Huh? Kenapa?"

"Waktunya udah limabelas menit lagi. Kita kelupaan waktu."

"What the... lu serius?" Itu pertama kalinya aku melihat seorang agen super terlihat panik. "Sialan. Kita harus balik."

• • •

Pada akhirnya kami berhasil datang tepat waktu. Agen yang akan menggantikan Luna, ternyata adalah Oom Thomas. "Carter," sapanya singkat pada Luna.

"Lester," sahut Luna.

"Darimana saja kalian?"

"Keliling komplek."

"Oh, baiklah. Kau boleh pergi, Carter." Oom Thomas menoleh memandangku ketika Luna sudah pergi. "Satria, kamu mau makan malam?"

*

Mulmed : Shawn Mendes as Pip

Agent 'Nerds' Carter | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang