---
Hujan pagi itu menyisakan awan gelap di langit, menambah kesan muram di hati Nura. Ia baru saja pulang dari acara malam sebelumnya, dan meski ada perasaan hangat saat berbincang dengan Daffario, rasa takut yang menggerogoti hatinya tak kunjung reda. Ia ingin melupakan masa lalu, tetapi kenangan itu terlalu kuat dan menancap dalam.
Nura duduk di meja makan, menatap secangkir kopi hitam yang mengepulkan uap hangat. Hatinya bergolak antara keinginan untuk maju dan rasa sakit yang teramat dalam. Setiap teguk kopi seolah mengingatkan pada momen-momen indah bersama Rian, tetapi di balik itu ada kepedihan yang sulit dihapuskan.
Dengan perlahan, Nura membuka laptopnya. Ia mengingat semua pesan-pesan dari Rian yang kini hanya menjadi bayang-bayang. Mereka pernah merencanakan segalanya bersama, membangun impian dan harapan. Namun, impian itu runtuh saat Nura mengetahui kebenaran yang menghancurkan: Rian selingkuh.
Pikirannya kembali melayang pada malam itu. Malam ketika segala sesuatu berubah. Ia teringat saat Rian berulang tahun dan mereka merayakannya dengan makan malam romantis di restoran favorit mereka. Nura telah mempersiapkan kejutan istimewa—sebuah kalung emas dengan liontin berbentuk hati. Namun, kebahagiaannya hancur seketika saat dia menemukan pesan-pesan di ponsel Rian yang menyiratkan bahwa ada wanita lain dalam hidupnya.
"Rian, siapa dia?" tanya Nura dengan suara bergetar, hatinya berdebar kencang.
Rian yang saat itu tampak ceria seketika pucat. Ia berusaha berdalih, mengatakan bahwa semuanya adalah kesalahpahaman. Namun, saat Nura menunjukkan bukti berupa pesan-pesan yang tidak bisa dibantah, semua yang ia percaya runtuh. Rian tidak bisa lagi berbohong.
“Maaf, Nura. Itu hanya sekali. Aku tidak mencintainya,” Rian meraih tangan Nura, berusaha memohon. Namun, bagi Nura, semua itu tidak berarti lagi.
Dia merasa terjebak dalam kebohongan yang telah membangun dinding di antara mereka. Setiap kali Rian mengulangi kata-kata cinta, Nura hanya bisa merasakan ketidakjujuran. Dalam hati, ia sudah memutuskan untuk pergi. Tidak ada lagi kepercayaan yang tersisa.
Setelah perpisahan itu, Nura menjauh dari kehidupan sosialnya. Ia lebih memilih menyendiri, berusaha menyembuhkan lukanya dengan berfokus pada pekerjaannya. Menghabiskan waktu di kantor menjadi satu-satunya cara baginya untuk menghindari pikiran-pikiran menyakitkan yang terus menghantuinya. Namun, isolasi ini justru membuatnya semakin terperangkap dalam kesedihan.
Hari-hari berlalu, dan meski Nura berusaha untuk tersenyum di hadapan orang lain, dalam hatinya, ia merasa kosong. Momen-momen kecil yang seharusnya menyenangkan justru menjadi pengingat akan kekosongan itu. Ia merindukan saat-saat di mana ia bisa berbagi tawa dengan seseorang yang dicintainya. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati, bayangan Rian muncul kembali, menutupi cahaya harapannya.
Nura merenungkan semua ini saat ia melihat kilau hujan di jendela. Dia merasa terjebak antara dua dunia—dunia yang ingin ia tinggalkan dan dunia yang ingin ia masuki, namun ketakutan menahan langkahnya. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah bertahan, menanti waktu untuk menyembuhkan hatinya.
Ketika siang menjelang, Nura memutuskan untuk pergi ke kantor meskipun hujan masih mengguyur. Ia mengenakan jas hujan dan mengambil payung sebelum melangkah keluar. Dalam perjalanan, pikirannya melayang ke Daffario. Meskipun baru mengenalnya, ada sesuatu yang berbeda pada pria itu. Kebaikan dan kesederhanaannya tampak tulus, dan itu membuat Nura merasa nyaman. Namun, rasa khawatir tentang masa lalu membuatnya bingung.
Di kantor, suasana sedikit lebih ceria. Rekan-rekan kerjanya sedang berdiskusi mengenai proyek baru. Nura menyalakan laptopnya dan mulai mempersiapkan presentasi. Saat ia memfokuskan diri pada pekerjaannya, suara ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. Itu adalah Tika, rekan kerjanya yang selalu ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang memilih pergi
Teen Fiction"Ketika hati memutuskan untuk pergi, itu adalah tanda bahwa saatnya untuk menyambut perubahan" --- Nura memandangi cermin besar di ruang tamunya, mencerminkan wajahnya yang lelah namun penuh harapan. Kecantikan dan kebaikannya sering kali menjadi su...