75. Kehilangamu seperti sebuah mimpi

5.3K 364 131
                                    

Happy reading

-

-



Seperti suasana duka pada umumnya, semua mengurai rasa sedih saat melihat wajah pucat Lara yang terbaring di ruang tamu kala itu. Mamah menangis di samping tubuh Lara yang terbujur kaku. Sementara Aryan di sebelahnya masih geming menguatkan sang ibu.

Banyak para tetangga dan siswa dari sekolah mereka yang datang berbela sungkawa. Mereka tak benar memiliki kerabat. Makannya tak seramai itu. Hanya orang yang pernah mengenal keluarga kecil mereka saja. Kalau dirasa, cukup menyedihkan juga. Seasing itukah mereka bertiga sampai untuk mengkebumikan saja merasa sepi?

Sebagai kakak sulung, Aige tetap berusaha tegar walau hatinya sudah melebur sejak di rumah sakit semalam. Menganggap bahwa dirinya hanya berada dalam mimpi. Berharap dia cepat terbangun dengan dunia yang baik-baik saja.

Seperti hari biasa, begitu terbangun setiap pagi ia mendapati Lara yang meminta nasi telur setengah matang dengan kuning yang belum pecah, dan Avi yang meneriakinya untuk meminta dipakaikan dasi. Kembali pada rutinitas hari-hari dengan kedua adiknya.

Tak apa jika ia harus merasa pusing setiap Kalara hanya diam di meja tanpa melakukan obrolan dengannya. Tak apa jika ia harus dibangunkan malam-malam hanya untuk dimintai belikan cat lukis yang habis. Tak apa jika Aige harus kerepotan melerai kedua adiknya yang bertengkar. Tak apa jika semua semangka di rumah berlubang karena disendoki Lara sampai ludas. Aige sangat rela.

Ia hanya ingin Lara kembali padanya. Itu saja.

Bayang-bayang saat kepergian Bunda belum sepenuhnya hilang dalam ingatan, namun kini Aige harus menyaksikan adiknya yang menyusul secepat itu baginya. Setidak adilkah Tuhan berlaku terhadap keluarga mereka?

Sementara itu, Avi di pojok ruangan tepatnya bawah tangga hanya memandang kosong. Pemuda itu nampak sangat kacau. Ia hanya tak tahu bagaimana lagi untuk menyalurkan rasa kesedihannya. Tangisnya sudah habis, tertinggal kegundahan bagaimana kedepannya ia harus menjalani hari tanpa Lara?

Lara lah alasan dia untuk hidup lebih lama. Lara adalah hidupnya. Lara satu-satunya perempuan yang ingin ia bahagiakan. Bagaimana Avi mencari alasan untuk menetap setelah orang yang ia anggap sebagai dunianya telah tiada?

Pandangan kosong, kantung mata yang menghitam, bibirnya yang tak terkantup. Memandang linglung dikeramaian orang yang menangisi adiknya.

Selena yang sudah datang dari pagi berdiri di depan Avi yang terduduk di bawah tangga itu. Mengenakan kacamata hitam menyembunyikan matanya yang sembab.

"Ayo putus," ucapnya tanpa ragu.

Bukan, bukan karena masalah bagaimana Avi lalai menjaga Lara. Memang sejak awal hubungan mereka selalu tak baik-baik saja. Keduanya sama-sama sedang berada dalam fase buruk sehingga merasa buntu.

Avi tentu dengar, namun pemuda itu tetap diam. Kelopak matanya bergetar namun sekujur tubuhnya terasa kaku. Lidahnya pun kelu sekedar berucap untuk menahan wanita yang selama ini mengisi hidupnya.

Tidak kunjung membuka mulut, tangis Selena kembali terurai. Ia mengalihkan pandangannya. Detik berikutnya melenggang pergi begitu saja. Ia sebenarnya tak tega melihat Avi dalam kondisi sekacau itu. Namun, Selena tidak suka sifat Avi yang selalu ceroboh mengambil dalam mengambil keputusan.

Biarlah pemuda itu meratapi kesalahannya sendiri.

"Avisena mana, Nak?" Bu Endah, selaku wali kelas Avi datang dengan perasaan khawatir.

Sea For Blue Whales [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang