Gara-gara Dosen

19 1 0
                                    

***

"Udah cape-cape ngeprint, sampe bela-belain aku nggak makan siang, tahu-tahunya itu Nenek tua ngga bisa bisa ditemuin. Sial banget, nyesal banget milih itu dosen jadi dosen pembimbing aku," ucapku  kesal sambil melempar kertas printan di atas meja kantin. Kedua temanku kaget dan menghentikan acara makan mereka.

"Ya ampun Gea, kalau mau buat anak orang jantungan kira-kira dong, gue hampir keselek karena kaget," ucap Dea si rambut pirang terang.

"Kenapa lo ? Udah jadi ketemu sama Bu Tio ? " tanya Eka, salah satu temanku yang berambut ikal.

"Lo nggak lihat mukanya masam gitu, nggak usah nanyak juga pasti udah ketebak jawabannya," ucap Devi tersenyum mengejek.

"Ketemu apaan? Itu Nenek tua ngga ada di kampus tahu nggak, kesel banget," ucapku hampir mau menangis, pasalnya sudah 2 minggu judulku masih belum di ACC sedangkan Devi dan Eka sudah mulai menyusun proposal. Padahal aku berharapnya kami bertiga bisa bersama-sama menyusun seminar proposal.

Devi dan Eka reflek tertawa, entah apa yang lucu.

"Nenek tua? Kualat lo ntar. Kalau Bu Tio tahu, abis lo, ngga dilulusin," ucap Devi menakut-nakuti.

Aku duduk di samping mereka berdua sambil menenggelamkan wajah di atas lipatan tangan. Belum apa-apa tapi rasanya mau mati aja. Gini ya ternyata rasanya jadi mahasiswa semester akhir.

"Telat lulus, telat nikah, hahahaha" ucap mereka tertawa mengejek.

"Diam deh," ucapku berusaha menenangkan diri.

"Kalau lo mau, ganti dosen pembimbing aja gimana Ge? Lo mau nggak?" tanya Eka.

Aku menegakkan badan seperti mendapat udara segar. Itu sepertinya ide Eka bagus juga, setidaknya aku bisa bimbingan sama dosen yang lebih jelas dan banyak waktunya buat bimbingan kan?

"Caranya?" tanyaku.

"Ya tinggal temuin kaprodi terus lapor deh keluhan lo, siapa tahu dikabulin dan lo ngga perlu lagi bimbingan sama Bu Tio," ucap Eka memberikan sarannya.

"Emang bisa ?"

"Bisa dong, coba aja ajuin permohonan ganti pembimbing dulu," ucap Eka.

Aku langsung bangkit dan kembali menenteng tas milikku, pergi tanpa pamit pada mereka berdua yang terpenting sekarang aku sudah menemukan solusinya.

Langkah kakiku makin cepat mengarah menuju ruangan kaprodi yang berada di lantai 2. Saat akan mengetuk pintu dari luar tanpa sengaja aku mendengar percakapan 2 orang di dalam sana. Aku reflek mendekatkan kuping  di daun pintu dan mulai mendengarkan percakapan di dalam sana.

"Apa yang kamu lakukan disitu?" tanya sebuah suara tepat dari arah belakang. Aku memutar tubuh untuk melihat siapa gerangan pemilik suara itu. Laki-laki tinggi dengan kaca matanya, terlihat menenteng tas laptop miliknya, sepertinya mahasiswa yang ingin bertemu dengan kaprodi juga. Mungkin kami senasib.

"Diem bentar, aku lagi nguping dikit. Oh iya kamu mau ketemu sama kaprodi juga? Oh coba aku tebak kamu pasti mau nemuin kaprodi buat ngajuin ganti dosen pembimbing kan? Kita sama, aku juga mau ngajuin ganti dospem," ucapku namun reaksi laki-laki di depanku ini hanya diam dan datar. Bukannya menjawab dia malah berjalan mengetuk pintu dan membuka handle pintu. Laki-laki itu masuk dan saat hendak akan menutup pintu, buru-buru aku tahan dan ikutan masuk juga.

"Selamat siang El, kamu tiba lebih awal dari yang saya duga. Silahkan duduk El, mari," ucap Bu Vera selaku ketua program studi jurusan yang ingin temui saat ini. Aku berdiri mematung saat melihat Bu Tio yang notabenenya adalah dospemku ada disini juga. Jadi apa yang harus aku lakukan saat ini? Akus seperti orang bodoh yang salah masuk ruangan.

Gara-gara SkripsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang