Prolog
“Jangan menatapnya, terus jalan lurus dan jangan mengatakan apapun,” titah seorang perempuan paruh baya kepada putranya yang melirik ketika melewati pria itu.
“Memangnya kenapa, Bu?” tanya bocah laki-laki itu seraya menggamit erat jemari ibunya. Takut-takut ia mencuri pandang ke arah pria itu lagi.
“Dia tidak waras.”
Tiga kata yang keluar dari mulut sang ibu seketika membuat bocah laki-laki itu sejenak menahan napas. Setelah itu, ia tidak lagi berani menoleh ke arah pria yang sudah jauh tertinggal di belakangnya itu. Keduanya lantas mempercepat langkah.
Pria itu–seperti biasanya–tidak peduli dan bahkan tidak mendengarkan apa yang orang-orang katakan tentangnya. Peduli setan, dia tidak merasa melakukan perbuatan kriminal. Jadi, ya, sudah, urus saja hidup masing-masing. Tak mau ambil pusing apa kata mereka. Ia tetap fokus pada kesibukannya.
Tiga belas liukan besi itu sudah dibasuhnya untuk kesekian kali. Tetangga dan setiap
orang yang berjalan di jalan setapak dekat pekarangan rumahnya sampai enggan untuk
menyapa pria lusuh itu. Siapa pula yang mau bertegur sapa dengan pria kumal entah sudah
berapa lama tidak membersihkan dirinya dan hanya sibuk memandikan keris Nogososro
kebanggaannya itu? Seolah keris dengan tiga belas lekukan itu adalah istrinya.Ah, tidak, dia sesungguhnya belum menikah dan mungkin memang tidak berniat untuk menikah setelah kejadian di masa lampau itu. Tentu saja, kisah cintanya yang berakhir kandas di masa remajanya dulu. Cinta pertama dan terakhirnya. Sekar Harumi.
Jangan lupa vote!
Semoga suka, terima kasih sudah meluangkan waktu.
Kritik dan saran dipersilakan.