3.

62 11 3
                                    

Warning⚠️🔞

.
.






Sana yang baru tiba ke apartemen menghela nafas, selalu saja. Minho tak pernah berubah, setahun menikah pria itu masih semena-mena.

Wanita itu memunguti pakaian Minho yang berserakan di lantai, pria itu memiliki kebiasaan yang sulit di ubah.

"Sudah pulang?"

Sana menoleh, tersenyum kecil. "Hm, Mas lain kali bajunya langsung simpan di keranjang kotor."

Minho hanya mengendikkan bahu, ia menggosok kepalanya dengan handuk kecil.

"Besok saya pergi ke Paris, kamu urus kerjaan disini."

Sana menyernyit kan dahi, "Paris? Aku gak liat di jadwal Mas."

"Acara mendadak."

Baru akan kembali melayang kan protes, Minho sudah memunggungi nya. Sana hanya bisa menghela nafas, ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Felix🐣:
Maafin Bunda ya, gak bisa main lama-lama.
Bunda belum bisa bahagiain kamu, Lici.

Abang😊:
Maafin, Bunda ya.
Maaf ninggalin Jiji.

Setelah mengetik pesan itu, Sana ikut membaringkan tubuhnya. Besok ia harus bekerja, dan akan kembali sibuk.

Matanya menatap langit-langit kamar, Sana masih belum bisa tidur. Ia bangkit, menuju ke dapur.

Butir putih di tangannya, sudah beberapa kali ia melakukan perawatan. Tanpa sepengetahuan siapapun, Sana menegak nya. Duduk sebentar di kursi pantry.

Ia menutup wajah, membayangkan wajah Jisung yang menatapnya penuh benci itu sangat menyakitkan.

Sana menangis tersedu-sedu, berulang kali mengucapkan maaf.

.
.

Felix menarik selimut nya, buat Jisung terkekeh. "Bangun pemalas!"

"Ndak mau, Kak Ji!"

Felix begerak menendang selimutnya, ini masih hari liburnya. Padahal Jisung sudah memakai seragam sekolah.

Merasa pengap karena Jisung terus menganggu pada akhirnya Felix bangkit dengan wajah yang masih mengantuk.

Jisung sedikit menjauh, menatap gemas sang adik yang mengusak matanya.

"Kak Ji, sekolah?"

Jisung mengangguk, mengelus surai Felix pelan. "Ingat, jangan keluar rumah. Jagain Nenek."

Felix merenggut, ia mengangguk. "Tapi Kak Ji tidak boleh pulang malam."

Jisung duduk, menarik wajah Felix agar mendongak. Tangannya raih piyama Felix, menariknya ke bawah. Bibirnya tersenyum kecil melihat bekas karyanya semalam.

"Felix punya Kak Ji, tidak boleh dekat-dekat dengan orang asing, oke?"

Felix mengangguk senang, "punya Kak Ji." Pekiknya.

"Aku berangkat."

Jisung mendekat, kecup dahi juga bibir Felix sebelum pergi. Meninggal kan sang adik yang beranjak untuk mandi.

Felix mengerjap, menatap jendela.

"Lici, ada apa?"

Sang nenek mendekat dengan tangan memegang penyangga, melihat cucu kesayangan nya menatap jendela.

"Nenek, Lici mau tomat. Tapi hujan besar." Ucapnya sembari menatap sang nenek sedih.

Padahal kemarin ia sudah berencana memetik banyak.

Feeling Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang