𝙋𝙧𝙤𝙡𝙤𝙜 :: Di Kala Senja🌻

83 12 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Angin bersilir - silir menghembus dedaunan sekitar. Rumputan hijau nan luas menambah keasrian alam sekitar, dikelilingi oleh tumbuhan liar. Pohon tunggal itu kini meneduhkan insan yang sedang duduk di bawahnya, sebuah buku kecil kini berada di genggamannya. Kata per kata ditulis sedemikian rupa demi mencipta sebuah karya kekal.

Surai cokelatnya terhuyung disaat angin masih bertiupan. Rambutnya yang sedikit panjang, menghalangi manik emerald untuk berfokus pada tulisan indahnya. Senja memang waktu dimana inspirasi bagi sang pengarang untuk bercerita lewat kata.

Pena itu terjatuh, bergelinding ke bawah bukit yang tak terlalu tinggi. Buku yang semula di genggaman, kini terbaring di tanah. Ditinggalkan begitu saja oleh sang pengarang. Langkahnya terus mengejar pena yang berlari menjauh. Beruntungnya, kaki seseorang menahan pena itu.

Seseorang berpostur tinggi dengan cincin emas berbentuk matahari. Menyadari kakinya ada sesuatu, sang pria tinggi itu menghadap ke bawah. Sebuah pena dengan tinta terisi penuh dengan corak bunga matahari. Tak lupa dengan nama sang pemilik, Duri Ibnu Pratama. Ia langsung mengambil pena tersebut dan melihat - lihat penanya.

"Sayang banget ini dibuang."

Tebakannya salah, pena itu tak pernah dibuang oleh pemiliknya. Kini sudah berdiri sang pemilik pena di hadapan pria itu. Tinggi tubuhnya berjarak sekitar dua puluh centimeter daei sang pria, sehingga Duri harus sedikit mengadah.

Tangannya terulur kedepan, meminta penanya kembali. Sang pria menatap heran kepada sosok di depannya, "punya... Duri?"

Dari gerak bibir, Duri paham akan apa yang pria itu katakan. Anggukan kepala menjadi pertanda bahwa Duri mengiyakan kata pria tersebut. Pena itu kembali ke tangan Duri.

"Kamu──" belum sempat menghabiskan kata - katanya, Duri langsung membungkuk dan kembali ke tempat ia menulis.

"Hei, tunggu!" Pria itu menyusul, ia duduk tepat di sebelah Duri yang sedang melanjutkan merangkai paragraf. "Kamu memang suka menulis, ya?"

Hening, tak ada respon. Bahkan Duri sibuk dengan dunia khayalan yang dibuatnya tanpa memerdulikan lagi kehadiran sang pria. Barulah Duri sadar ketika tangan besar itu menepuk pundaknya, responnya terkejut terhadap sentuhan mendadak itu.

Sang pria mengulurkan tangannya, "Solar."

Duri sekarang mengerti bahwa pria itu ingin berkenalan dengannya, ia menyobek selembar kertas dan menuliskan sesuatu. Hanya butuh beberapa detik untuk menulis kalimat di selembar kertas itu, Duri memberikannya kepada uluran tangan si pria.

Aku Duri, maaf aku tidak bisa mendengar suara :)

Seusai membaca delapan kata dari Duri, Solar langsung menatap kembali Duri. "Maksudnya?"

"Teman tuli." Duri mengisyaratkan sesuatu yang tak dimengerti oleh Solar.

"Jadi kamu tuli?"

Duri lupa, ia satu - satunya orang disana yang memegang pena. Pena itu segera diberikan kepada Solar sementara untuk menulis sesuatu. Solar menerima pena tersebut, namun lain yang ia tulis dari apa yang di bicarakannya tadi.

08xx xxx xxx
Solar

hanya itu yang ditulisnya.

Solar beranjak pergi dari tempat tersebut dan memberikan lambaian tangan kepada Duri. Ini adalah sebuah perpisahan sementara untuk kembali ke kediaman masing - masing. Duri melihat nomor HP tersebut, senyuman manis itu diiringi terbentuknya lesung pipi. Duri pun seperti ditambah energinya dan menyelesaikan tulisannya di kala senja telah usai.

☆.。.:* Jika Dunia Sunyi .。.:*☆

jadi kamu memang suka senja?

Ini ke sekian kalinya Solar bertemu dengan pemuda bernetra emerald itu lagi, tepatnya pada senja hari. Duri mengiyakan pertanyaan dari Solar, ia juga menulis sesuatu di halaman belakang buku.

Senja itu indah, aku banyak mendapat inspirasi untuk buku ku hanya dari senja.

Solar hanya ber oh saja. Solar sebenarnya tak tertarik dengan cerita fiksi seperti novel ataupun komik, ia lebih suka dengan karya ilmiah atau berhubungan dengan menghitung. Namun saat Duri bercerita, ia tetap membaca tulisan Duri. Tulisannya terkesan rapi, bukan hanya garis - garis tak jelas. Solar pun menulis sesuatu lagi setelah berpikir cukup lama.

apakah semua ceritamu fiksi?

Solar terpikir sesuatu, rata - rata seorang novelis menceritakan tentang kisah nyata mereka atau meriset dari orang lain. Kali ini, Solar bertanya pada narasumbernya langsung. Sang novelis yang sudah menerbitkan dua buku best seller di rak toko buku, tak lain dan tak bukan ialah Duri. Duri menulis suatu kata untuk jawaban Solar.

Rata - rata kayak gitu, tapi aku nggak. Aku udah cukup bahagia sama hidupku, apa yang perlu kuceritakan?

Memang, senyum dan semangat Duri tak pernah pudar dari pandangan Solar. Aura aktif, periang sangatlah kuat dalam diri Duri. Mereka tak tau, akan bertahan berapa lama pertemanan ini. Berawal dari tak sengaja bertemu di kala senja.

ʿʿ ֢⑅   ┈┈୨To Be Continue୧ ┈ ⑅ ʿʿ ֢  ┈

Halooooooo, selamat datang di book keduaku.

Maaf jikalau isi dari book ini mungkin tidak menarik ataupun kurang bagus.

Dan mohon maaf sebelumnya jika fanfic horror mystery ku harus di hapus.

Aku baru menyadari sesuatu, aku tak berbakat dalam membuat sebuah karya yang sadis ataupun horror. Terimakasih telah membaca book ini.^^

731 words.

━━ Karya Amerta ━━

Jika Dunia SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang