.
.
.
Solar benar - benar keracunan buku fiksi. Sudah bertumpuk tiga buku fiksi ditangannya, tak lain tak bukan adalah karya Duri. Tangan gatalnya juga meraih buku fiksi lain yang bergenre sama seperti novel milik Duri. Novel paling murah yang Solar ambil harganya sekitar sembilan puluh ribu. Dan sekarang, sudah lima buku ia tumpukkan. Ini saatnya ia bayar ke kasir.
Tak perlu risau, Solar si rich people ini mampu membayarnya. Harta, tahta, anak tunggal kaya raya.
Tentu saja buku itu tak dibawa oleh Solar, buku - buku dalam paperbag itu dibawa oleh bodyguard Solar. Dua bodyguard bertugas untuk menjaga Solar dari belakangnya, sedangkan Solar berjalan santai di depan bodyguard berbadan kekar itu. Dirinya sibuk pada cover dari novel Nawasena, karya Duri.
Sinopsis novel itu menuliskan sedikit isi dari buku tersebut. Disana tertulis tentang seorang gadis yang ingin melihat nawasena di tengah gelap lingkungannya. itu sinopsis yang sangat menarik bagi Solar. Di zaman sekarang, rata - rata perempuan lah yang sangat gigih dalam berjuang. Akan tetapi hanya rata - rata, masih banyak kok lelaki berjuang demi kelangsungan hidupnya.
Solar sudah sampai di kediamannya, ia segera membuka segel plastik yang menghalangi buku tersebut. Wangi buku baru memang tak ada tandingan, Solar menghirup aroma buku - buku baru tersebut dan melihat isi dari buku itu.
'Indah...' Pandangannya tertuju pada dua buku dengan cover cantik, itu buku karya milik Duri.
Ia pun membuka halaman pertama dan membacanya dengan pandangan serius. Kata - kata itu tersusun rapi tanpa adanya salah ketik atau dialog mengganggu, semua benar - benar sempurna. Sanking asiknya Solar membaca, ia mengabaikan telepon dari bundanya sendiri.
Semua kalimat yang diketik sangat mudah untuk di realisasikan dalam imajinasi, pembaca tak perlu untuk berimajinasi dengan keras supaya bisa merealisasikannya. Beberapa kalimat membuatnya tertarik untuk melakukan sesuatu.
Air laut terus bergelombang, Alara menghadap pada senja sembari meratapi mimpinya yang terkubur dalam - dalam. Kaki halusnya kini memijak pasir kasar dan dibiarkan terkena air.
Tanpa sadar, tangan Solar memegang sebuah pena dan menggambar sebuah lukisan cantik dari beberapa kalimat tersebut. Pena itu membuat arsiran dengan baik nan indah, selembar kertas masih menempel di bukunya sudah terisi oleh pemandangan laut senja dengan Alara──sang tokoh fiksi──berpasrah akan takdirnya dalam kegigihan melihat nawasena.
'Uh... aku ngelakuin apa sih?' Solar sadar akan perbuatannya saat ini, netra silvernya menilik hasil karyanya sendiri.
Sebuah ketukan pintu di depan kamarnya terdengar, Solar sedikit merasa terganggu. Akan tetapi jika ia tidak membuka pintunya, siapa tahu penting. Pintu terbuka, memperlihatkan wanita yang lebih pendek darinya namun lebih tua umurnya, siapa lagi jikalau bukan sang bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Dunia Sunyi
TeenfikceSlow Update (Kalo niat, rajin rajin up) NOT BL Dunia itu bising. Berisik. Semua orang mengeluarkan frekuensi suara yang berbeda - beda. Beberapa orang bisa menerimanya melalui gendang telinga mereka, namun sayangnya sebagian dari mereka bertanya, se...