2. Sisi lain

20 4 0
                                    

"Bangun, dan lihatlah mereka yang hidupnya lebih menderita, disaat dirimu mulai merasa dunia tidak adil padamu."
-Calista Hermela Savita -

Halo, sebelumnya saya minta maaf bilamana penulisan saya masih ada yang salah dan keliru🙏🏻.

Happy reading!
Semoga suka, ya, pren!

Hujan. Tepat pada jam 3 siang menjelang sore, segerombolan air turun dari langit, menyebabkan jalan menjadi berair dan licin. Para siswa-siswi yang sedang menunggu waktu pulang  sangat menikmati suasana hujan yang mendatangkan hawa dingin ini. Sebagian dari mereka ada yang memilih untuk berdiam diri menikmatinya, dan ada pula yang memilih tidur, selebihnya pergi untuk menikmati hujan di lapangan.

Jika kalian bertanya kemana para guru? Mereka ada. Akan tetapi, jika suasana hujan begini, ada beberapa guru yang memilih tidak masuk. Apalagi dijam jam terakhir menuju waktu pulang sekolah.

"Main hujan juga, ayo!" ajak Freya, kepada Calista yang hanya bersandar pada dinding.

Calista menggelengkan kepalanya, menolak. Ia memang menyukai hujan, tapi kali ini ia menolak, karena sehabis pulang sekolah ia akan kembali bekerja. Sekarang, Calista lebih memilih menatap beberapa siswa-siswi yang tertawa menikmati hujan.

Disaat sibuk dengan pikirannya, tangan Calista tiba-tiba saja ditarik paksa oleh Diego yang sudah basah kuyup. Calista yang ditarik secara tiba-tiba membuatnya hampir terjatuh.

"Aku gamau main hujan, Go." Calista segera menolak. Tapi nihil, Diego tidak memperdulikannya.

"Lo nolak, berarti siap-siap tangan lo luka," ucap Diego samar, karena suaranya yang menyatu dengan suara hujan.

Dari arah lain, Bardja melihat itu semua. Tatapannya yang sedari tadi sendu kini berubah.

"Itu bukan cinta, Cal. Itu obsesi," ucap Bardja, bermonolog.

___

"Assalamualaikum, Bu, dek." Calista baru saja mengucapkan salam, ketika masuk ke dalam rumah satu lantai yang terlihat sederhana ber cat warna putih dengan paduan warna cokelat.

Seorang wanita paruh baya muncul dari arah dapur, "Waalaikumsalam. Jangan lupa bereskan bekas air yang menetes dari seragammu. Membuat kotor saja."

Alih-alih menyambut anaknya, Zira - Ibu Calista, wanita paruh baya yang baru saja muncul dari dapur itu hanya menjawab salam dan mengomel saat menyadari Calista datang dengan seragam basah, lalu langsung duduk dikursi ruang tamu. Menyalakan televisi, dan cuek saja dengan kehadiran Calista.

"Ya," jawab Calista, singkat. Lalu bersiap untuk membersihkan dirinya. Kemudian mengganti pakaian dan selanjutnya berangkat bekerja seperti biasanya.

"Ibu, uang bulanan sekolah Cantika belum dibayar. Kata gurunya Cantika, harus cepat dibayar, karena mau ujian." suara dari Cantika - Adik perempuan Calista yang baru saja datang, entah habis darimana.

"Bukan urusan Ibu. Bilang ke kakakmu sana!"

Mendengar perkataan itu, Cantika hanya menunduk. Calista yang memang sedari tadi belum pergi dari sana, langsung menarik nafas panjang. Lalu kemudian lanjut membuka pintu kamarnya dan masuk.

Di sisi lain, Bardja baru saja tiba di rumahnya dan langsung memarkirkan motor miliknya di garasi. Setelah itu, Bardja berjalan hendak memasuki rumah, Namun tiba-tiba saja kucing hitam kesayangannya yang diberi nama Kebo itu berlari keluar dari pintu depan yang memang tidak tertutup rapat, masih ada celah.

Payung untuk Calista Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang