*Di Balik Dinding Dingin Kamar: Rahasia Terakhir Seorang Siswi*

283 2 0
                                    

*Di Balik Dinding Dingin Kamar: Rahasia Terakhir Seorang Siswi*

Malam itu, suasana sepi di kamar remaja berusia 16 tahun yang kini menyimpan rahasia besar. Ia duduk di sudut kamarnya, menggigit bibir, menahan keringat dingin yang mengucur dari pelipisnya. Perutnya yang membesar tersembunyi di balik selimut, meski ia tahu, tidak lama lagi ia tak akan bisa menyembunyikannya lagi. Sebulan terakhir ini adalah neraka; rasa sakit yang kadang muncul seperti ombak dan kontraksi yang semakin sering datang menyadarkannya bahwa waktu kian mendekat.

Perempuan ini, sebut saja Siska, telah mempertahankan rahasia ini selama sepuluh bulan. Hasil dari satu kesalahan, satu keputusan bodoh untuk mendapatkan barang yang ia inginkan, sebuah ponsel mewah yang kini terasa seperti barang terkutuk. Siska berpikir, semua ini akan mudah diselesaikan, namun ia salah. Kini, dia berhadapan dengan kehamilan bayi makrosomia, yang membuat perutnya terasa hampir meledak setiap kali kontraksi datang.

**Jam 10 Malam**

Saat jarum jam menunjukkan pukul 10 malam, rasa sakit yang berdenyut mulai terasa lebih parah. Siska menggigit handuk yang telah disiapkan, mencoba menahan teriakannya agar tidak membangunkan orang tuanya yang tidur di kamar sebelah. Pikirannya berkecamuk, antara rasa takut dan penyesalan. Tangannya mencengkeram erat-erat sudut tempat tidur. Kakinya gemetar.

"Ini salahku... Ini salahku...," gumamnya berulang kali, seolah kata-kata itu bisa membantunya menahan sakit yang semakin menggila.

**Jam 11 Malam**

Ketika jam hampir menyentuh angka sebelas, perutnya semakin tegang, kontraksi datang bergulung-gulung tanpa jeda. Ia merasakan sesuatu seperti tekanan luar biasa di bagian bawah perutnya, seolah tubuhnya dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tak siap ia hadapi. Cairan hangat mulai merembes di antara kedua pahanya. Air ketubannya pecah.

Panik. Nafasnya mulai tersengal-sengal, tetapi ia tak bisa berteriak. Ia tahu, jika ketahuan, ia akan dikeluarkan dari sekolah, akan membuat malu keluarganya. Rasa sakit semakin menekan, seakan tubuhnya dipaksa membuka, dipaksa untuk melewati proses yang tak pernah ia bayangkan dalam mimpi terburuknya sekalipun.

**Jam 12 Tengah Malam**

Siska merasakan desakan yang kuat di bagian bawah tubuhnya, seolah tubuhnya berusaha mendorong bayi itu keluar, tapi tak ada ruang yang cukup. Bayinya besar, terlalu besar. Ia terpaksa menekan perutnya, mencoba memindahkan posisi bayi agar bisa lebih mudah keluar, tetapi rasa sakitnya semakin memuncak. Kakinya bergetar tak terkendali, tubuhnya hampir menyerah.

Dalam kesunyian itu, ia mendengar suara yang menyeramkan, suara ketakutannya sendiri bergema di pikirannya. Siska menangis, matanya memerah. Ia merasakan sesuatu mulai mendesak keluar, kepalanya. Namun, setiap dorongan terasa seperti menusuk-nusuk tulang punggung dan pinggulnya, seolah tubuhnya hampir tak mampu menanggung tekanan ini.

**Pukul 1 Pagi**

Di tengah malam yang sunyi itu, ia mulai merasakan kepala bayi yang mencoba keluar dari tubuhnya. Tapi prosesnya sangat lambat, dan bayi itu terasa tersangkut. Siska merasakan tubuhnya kaku, tak bisa bergerak, seperti tulang-tulangnya tertahan. Rasa panas dan dingin menggigil di sekujur tubuhnya. Nafasnya putus-putus, dan hampir tak mampu berpikir lagi.

"Aku nggak kuat...," ucapnya dengan suara parau. Tangannya bergetar saat mencoba menekan perutnya lebih kuat, mendorong dengan tenaga yang hampir habis. Namun bayi itu masih tersangkut, tidak mau keluar, terlalu besar untuk tubuhnya yang kecil dan belum siap.

**Jam 3 Pagi**

Siska tak ingat lagi sudah berapa lama ia berjuang. Rasa sakit kini terasa tak tertahankan. Tubuhnya basah oleh keringat, kepalanya pusing, namun ia tahu ia tidak bisa menyerah. Setiap kali mencoba mendorong, dia merasakan sesuatu seperti robek di dalam dirinya, tetapi bayi itu masih terjebak. Dalam kepanikannya, Siska mencoba mencari sesuatu untuk menggigit agar tidak berteriak. Mulutnya mengeluarkan suara tercekik saat merasakan dorongan terakhir yang memecahkan batas kesabarannya.

Kehidupan ibu hamilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang