Arumi adalah seorang atlet gulat profesional yang dikenal akan kekuatan, ketahanan, dan keteguhannya yang tak tergoyahkan. Di setiap pertandingan, ia selalu tampil dengan penuh semangat, membuat para penggemarnya kagum. Namun, ada sebuah rahasia besar yang ia simpan sendiri, bahkan dari pelatih, rekan tim, dan keluarga terdekatnya. Arumi kini tengah mengandung tujuh bulan, dengan bayi yang berposisi melintang—sebuah kondisi yang sulit, terlebih dengan ukuran bayi yang besar atau makrosomia.
Sejak mengetahui kehamilannya, Arumi terjebak dalam dilema besar. Jika ia mengungkapkan kondisinya, maka ia harus menghentikan latihan, mundur dari pertandingan, dan mungkin harus menanggalkan seluruh karier yang telah ia bangun selama bertahun-tahun. Dunia olahraga, khususnya gulat profesional, tidak memberikan ruang bagi seorang ibu hamil untuk tetap bertanding, dan kehamilan bisa saja dianggap sebagai kelemahan. Namun, untuk tetap bertanding, ia harus menyembunyikan keadaannya dengan risiko yang sangat besar—bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bayinya.
### Bulan Ke-7: Menyembunyikan Kehamilan
Memasuki usia kehamilan tujuh bulan, Arumi mulai merasakan dampak besar pada tubuhnya. Ia merasa lebih lambat, mudah lelah, dan setiap gerakan tubuhnya terasa lebih berat. Tetapi ia juga atlet yang terbiasa melampaui batas; baginya, rasa sakit adalah sesuatu yang bisa ditaklukkan. Bayi di dalam rahimnya semakin sering bergerak, menekan bagian dalam tubuhnya dengan posisi yang membuat segala sesuatunya lebih sulit. Meski begitu, Arumi terus berlatih seperti biasa, berusaha keras untuk menyembunyikan kondisi ini dari semua orang.
Setiap hari, ia menjalani rutinitasnya dengan lebih berhati-hati. Di ruang ganti, ia memanfaatkan pakaian latihan yang lebih longgar untuk menyamarkan bentuk perutnya yang mulai membesar. Setiap kali ada yang mengomentari wajahnya yang terlihat lelah atau tubuhnya yang tampak lebih berat, Arumi hanya tersenyum kecil dan mengatakan bahwa itu hanya efek dari latihan yang keras. Tanpa disadari oleh orang lain, Arumi telah menahan kontraksi ringan dan rasa sakit yang kadang datang di sela-sela latihannya.
Dalam sesi latihan, ia menghindari gerakan yang terlalu membahayakan perutnya. Ia belajar menahan napas dan mengabaikan tekanan yang datang dari dalam, memastikan ekspresinya tetap tenang meski di dalam hatinya ada ketakutan yang tersembunyi. Setiap kali ia merasakan bayi dalam rahimnya bergerak, ia akan mencoba untuk berdiri tegak, berusaha tidak menunjukkan ketidaknyamanan di hadapan pelatih dan rekan-rekan satu timnya.
"Arumi! Kamu lambat hari ini. Fokus sedikit!" seru pelatihnya dengan nada tegas dari tepi arena latihan. Arumi hanya tersenyum kecil, menahan denyut nyeri yang terasa di perutnya. Ia tidak bisa memberikan jawaban sebenarnya; ia hanya bisa mengangguk dan berjanji untuk berusaha lebih baik. Setiap kali ia mendengar teguran seperti itu, ia tahu ia harus semakin berhati-hati, tapi juga semakin menyadari bahwa tubuhnya semakin sulit untuk menutupi kenyataan.
### Latihan Malam Sendirian
Arumi mulai menyadari bahwa dia perlu melatih tubuhnya secara berbeda untuk menyamarkan kondisinya. Ia mulai datang ke arena latihan pada malam hari, saat orang-orang sudah pulang. Di malam yang sunyi, tanpa suara dan tanpa sorotan mata, Arumi bisa berlatih dengan lebih bebas—dan tanpa menahan perutnya yang terasa kencang dan penuh tekanan.
Dalam latihan malam ini, ia melakukan gerakan-gerakan yang lebih ringan namun tetap menjaga ketahanan tubuhnya. Ia melakukan latihan pernapasan dan kelenturan, berusaha mempersiapkan tubuhnya untuk pertandingan yang akan datang, meskipun ia tahu dirinya sudah tidak sekuat dulu. Di tengah keheningan, Arumi sering kali harus berhenti sejenak, berjongkok sambil memegang perutnya yang terasa nyeri. Kontraksi ringan sering kali datang, dan ia hanya bisa berharap bahwa bayinya akan tetap bertahan dan sehat.
Banyak yang tidak mengetahui bahwa di balik kekuatannya, ia sebenarnya tengah berjuang melawan keterbatasan. Di satu sisi, ia ingin menyerah dan mengungkapkan kondisinya kepada pelatih, namun di sisi lain, ia merasa bahwa ini adalah pertandingan terpenting dalam hidupnya—pertandingan yang tidak bisa ia kalahkan begitu saja.