Sita dan beberapa staf kantor termasuk Dina baru saja keluar dari gedung kantor.
Sita otomatis menghentikan langkahnya saat melihat Riko berjalan menghampiri.
Karena Sita berhenti, staf kantor termasuk Dina ikut menghentikan langkah mereka di belakang Sita.
Riko menghentikan langkahnya di hadapan Sita, sementara Sita menatap kedatangan Riko dengan penuh tanda tanya, mengingat mereka tidak memiliki hubungan yang baik.
"Pak Riko," sapa Sita berusaha tetap ramah.
Dina yang melihat kedatangan Riko merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Dina mencoba menebak apakah kedatangan Riko ke kantor Sita untuk bertemu Sita atau bertemu dirinya.
Dina bukannya kegeeran, tapi mengingat pertemuannya dengan bu Laura tempo hari membuat Dina berpikir mungkin saja Riko mencari dirinya.
Riko tersenyum tipis untuk membalas sapaan Sita yang tentu saja hal tersebut membuat Sita jengkel karena merasa sikap Riko tidak sopan.
"Ada perlu apa anda kemari?" Tanya Sita yang sebenarnya ingin mengusir Riko dari hadapannya.
"Saya ada sedikit urusan dengan salah satu pegawai anda, jika anda tidak keberatan, saya ingin berbicara dengan orang tersebut," ujar Riko membuat Sita langsung bisa menebak siapa orang yang Riko maksud.
Sita langsung menoleh ke arah Dina. Dina yang merasa ada bahaya yang akan terjadi langsung menggeleng, berharap Sita tidak mengijinkan Riko berbicara dengan dirinya.
Sita yang merasa ada kesempatan lagi untuk menjahili Dina berusaha menyembunyikan senyumannya.
"Oh silakan, pak, saya tidak keberatan. Silakan bicara berdua dengan orang tersebut. Kalau begitu saya permisi dulu," ujar Sita kembali melanjutkan langkahnya yang diikuti staf yang sejak tadi mengikutinya, kecuali Dina.
Riko mengalihkan tatapannya pada Dina, membuat nyali Dina makin menciut.
"Bisa kita bicara?" Tanya Riko membuat mau tidak mau Dina mengangguk lemah.
***
Riko dan Dina duduk saling berhadapan di sebuah meja kafe.Riko memilih tempat itu sebagai tempat untuk bicara dengan Dina. Meskipun Dina tidak tau mengapa Riko mengajak dirinya untuk bebicara, tapi pasti ada sesuatu yang penting.
"Apa mama pernah mengajak kamu bertemu?" Tanya Riko tanpa basa basi.
"Kalau mengajak bertemu diluar, nggak pernah sih pak. Hanya saja bu Laura pernah mengunjungi saya ke rumah," jelas Dina jujur.
Riko mengangguk. "Apapun yang mama katakan, anggap semua itu tidak pernah ada," pinta Riko membuat Dina mengangguk patuh.
Dina memang ingin melupakan permintaan konyol bu Laura yang tidak akan mungkin terwujud. Bagaimana mungkin ia bisa menikah dengan Riko.
Dina juga heran kenapa Laura begitu ingin dirinya menikah dengan Riko, mengingat status sosial mereka yang cukup berbeda.
Harusnya Laura meminta dirinya menjauhi Riko, bukan malah memintanya menikahi Riko.
Dina meminum minumannya untuk menjernikah pikirannya yang sedang kusut.
"Bagaimana kalau kita menikah saja," ajak Riko.
Sebuah kalimat yang nyaris saja membuat Dina tersedak. Dina menelan minumannya dengan susah payah. Ia meletakan gelas dengan cepat dan menatap Riko.
"Tadi pak Riko bilang apa?" Tanya Dina memastikan kalau ia tidak salah dengar.
"Awalnya saya berpikir keinginan mama itu terdengar gila, tapi sepertinya tidak buruk juga," ujar Riko tidak mau mengulangi perkataannya tadi, karena ia yaki Dina sudah mendengar perkataannya.
"Jika kita menikah, saya bisa terbebas dari perjodohan, dan kamu tidak perlu bekerja keras dalam mencari uang, karena saya akan menafkahi kamu dan keluargamu," jelas Riko penuh perhitungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejar Target
RomanceKencan buta yang diatur oleh ibunya menimbulkan sebuah petaka besar bagi Riko. Bagaimana tidak, minuman yang ia minum bersama pasangan kencan butanya ternyata sudah dicampur dengan obat kuat. "Sial!" maki Riko "Aku akan membunuhmu!" teriak Sita