.
.
Nyatanya, orang dewasa hanya berpikir tentang sakitnya sendiri.
.
.
.1 minggu terlewati begitu saja. Nyatanya hidup memang terus berjalan meski ia kira tidak bisa.
Arjuna pulang sekolah pukul 4 sore setelah di jemput neneknya. Sekolah nya cukup jauh dari rumah mengharuskan sang nenek mengantar jemput cucunya menggunakan sepeda motor tua peninggalan kakek mereka.
Kalau kalian bertanya, kemana ibunya? Enika sudah masuk ke penampungan untuk para TKW belajar bahasa selama 6 bulan. Setelah pertimbangan dan keputusannya sendiri, Enika pamit pada anak dan ibunya untuk pergi keluar negeri sebagai tenaga kerja. Ia tidak memiliki pekerjaan di sini. Ia tidak akan bisa menghidupi 3 anaknya jika tetap disini.
Dengan sedikit egois dan keinginan besar untuk move on dan mencari yang, Enika pergi dengan koper hitamnya yang bahkan belum ia bongkar sejak dari semarang. Ia pergi pada hari senin kemarin.
Jangan tanya seberapa besar tangis anak-anaknya. Arjuna menangis tersedu dalam pelukannya. Seolah dunia runtuh di hadapannya. Ia kembali harus berpisah dengan orang tuanya. Ia akan kembali kesepian dengan neneknya. Ia bahkah baru 5 hari bersama ibunya dan kembali di tinggalkan.
Si tengah Mahesa hanya menangis tanpa isakan. Air matanya meluruh begitu saja sembari memeluk canggung pada wanita yang melahirkannya. Sudah ku katakan jika hubungan mereka tidak terlalu dekat bukan? Tapi tetap saja ia juga merasa kehilangan. Terlebih ia benar-benar di tinggalkan di tempat asing dan dengan orang asing yang belum terlalu ia kenal.
Si bungsu tangisnya tak kalah pedih saat ibunya berpamitan. Ia sampai demam semalaman karena rasa kehilangan. Tapi sekali lagi, Enika tidak goyah akan tangis anak-anaknya. Ia harus bekerja bukan?
Dan setelah kepergian ibunya, hidup kembali berjalan bukan?
Arjuna yang baru saja pulang sekolah menatap marah pada adik tengahnya yang sedang menonton tayangan drama di televisi. Dengan Kaleo yang yang ikut bermain dengan lego di sebelahnya.
"Kalau makan itu piringnya di cuci." Teriaknya pada Mahesa setelah melihat 1 piring kotor di tempat cucian piring.
"Tadi Leo habis makan. Terus nangis nyariin ibu. Jadi aku ga sempet nyuci." Balas Mahesa dengan tetap melihat televisi.
Seminggu bersama, Mahesa benar-benar sadar jika kakaknya itu tidak menyukai dirinya. Setidak suka itu. Sikapnya berbeda jauh dengan cara Arjuna memperlakukan si bungsu. Tapi Mahesa tidak tau juga salahnya dimana. Maka dari itu, dia hanya akan menutup hatinya dan mengacuhkan semuanya.
Suara bantingan terdengar saat Arjuna mencuci piring kotor itu dengan kesal.
"Ga usah di cuci, nanti aku cuci sendiri." Mahesa yang jengkel agak mengeraskan suaranya.
Tapi dengan tangan yang masih di genggam adik bungsunya, ia tidak bisa melakukan apa-apa.
"Kamu di sini tuh jangan enak-enak aja. Bantuin kerjaan rumah. Kamu udah gede kan? Jangan repotin nenek." Arjuna berniat mendisiplinkan adiknya selaku anak sulung. Niatnya begitu, hanya saja ia terlanjur marah hingga malah menaikkan tekanan suaranya.
"Iya iya kak. Kakak ga liat ini tangan aku di apain sama Leo? Gimana aku mau kerjain? Sabar dulu kan bisa." Mahesa itu anak yang lumayan pembangkang jika merasa terancam. Ia tidak bisa jika harus bersikap manis untuk mengambil hati orang lain.
"Kamu bentak kakak?" Suara Juna semakin tinggi.
"Kakak yang teriak duluan." Mahesa menatap wajah kakaknya yang mulai merah karena marah. Sedang tangan kirinya yang di genggam si bungsu, mendapat tarikan kecil dari sana. Hesa ganti menatap adiknya yang mulai mencebik tanda akan kembali menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERANA ~ Dream Au
FanfictionKata "derana" memiliki arti tabah menderita sesuatu, tidak lekas patah hati, atau putus asa. Kata "derana" termasuk dalam kategori kata arkais. . . . . Sebuah kisah tentang 3 bersaudara. Tidak sadar saling menyakiti padahal harusnya saling menguatk...