Bab 2 [The Chirping]

110 19 6
                                    

Di lorong senja yang sepi, Juugo menatap tajam ke arah Sasuke yang sedang menggendong seorang gadis dengan mata tertutup kain hitam. Hawa dingin menusuk tulang, namun ketegangan di antara mereka justru memanaskan suasana.

"Kau yakin akan membawa gadis itu?" Juugo bertanya, matanya menunjukkan kebimbangan. Ia tahu bahwa pamannya, Raja Obito, tidak akan menyukai tindakan ini. Obito adalah raja yang dihormati dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, terutama dalam memperlakukan wanita. Tidak ada seorang pun yang berani membawa seorang gadis ke dalam kerajaan tanpa seizin raja.

Namun, Sasuke hanya melangkah maju tanpa menjawab. Langkah-langkahnya mantap, seakan keputusan itu sudah diambil sejak lama. "Kita tidak akan membawanya ke kerajaan," ucapnya akhirnya, membuat Juugo terdiam. Sasuke tidak memberikan penjelasan lebih lanjut, dan Juugo, meskipun penuh pertanyaan, hanya bisa mengikutinya dalam diam.

Mereka akhirnya tiba di sebuah mansion besar yang tersembunyi di tengah hutan, markas persembunyian yang jauh dari istana dan perhatian siapa pun. Sasuke berjalan melewati beberapa koridor panjang yang sunyi, sementara gadis itu tetap terdiam dalam gendongannya. Mereka berhenti di depan sebuah pintu kamar yang besar, dan dengan hati-hati, Sasuke menurunkan gadis itu ke kursi yang menghadap jendela.

Dengan perlahan, Sasuke membuka kain yang menutupi mata gadis itu. Matanya berwarna emerald yang jernih, memancarkan kelembutan yang anehnya kontras dengan ketakutan yang terlihat jelas di sana. Air matanya masih membekas di pipi, memberikan kesan rapuh dan tersesat. Sosok Sasuke kini mulai terlihat olehnya, namun ia hanya bisa menatapnya tanpa keberanian untuk berkata sepatah kata pun.

Sasuke terdiam, tertegun melihat kecantikan gadis di hadapannya. Ia tidak menyangka bahwa gadis yang dibelinya dari tempat pelelangan dengan harga seratus koin emas memiliki pesona yang begitu lembut dan tak terduga.

"Siapa namamu?" Suara Sasuke terdengar pelan namun tegas, tak mampu menahan rasa ingin tahunya.

Dengan suara gemetar, gadis itu akhirnya menjawab, "S-Sakura." Suaranya hampir tak terdengar, namun cukup bagi Sasuke untuk mendengarnya. Ada kepasrahan dalam nada bicaranya, seakan namanya adalah hal terakhir yang bisa ia pegang sebagai miliknya.

Sasuke menarik napas panjang, menatap Sakura yang duduk gemetar di hadapannya. Ia melihat tubuhnya yang kurus, wajah yang pucat, dan tangan-tangan yang menunjukkan bekas luka. Ia tahu bahwa ini semua adalah akibat dari perlakuan Orochimaru yang begitu kejam. Perasaan marah bercampur iba muncul di dalam hatinya, namun ia tidak memperlihatkan hal itu.

Ia lalu memberi isyarat pada seorang wanita yang menunggu di luar, seorang wanita berambut merah yang masuk dengan membawa air hangat dan kain bersih. "Bersihkan dia," perintah Sasuke dengan suara dingin namun tegas. Wanita itu mengangguk hormat, lalu mulai merawat Sakura dengan hati-hati, sementara Sasuke beranjak keluar, meninggalkan ruangan tersebut.

Sakura menatap cermin di hadapannya, melihat bayangan dirinya yang baru saja dibersihkan. Wanita berambut merah itu membantunya berganti pakaian, memberinya pakaian hangat dan bersih, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan. Untuk pertama kalinya, Sakura merasa hangat meski tubuhnya masih penuh luka.

Setelah wanita itu pergi, Sakura memandangi ruangan di sekitarnya. Ruangan ini luas dan hangat, berbeda dari penjara yang ia tinggalkan. Ketika pintu kembali terbuka, wanita yang tadi membawa nampan berisi makanan. "Tuan muda memerintahkan Anda untuk makan dan beristirahat," katanya singkat.

Sakura menunduk, merasa tak layak mendapatkan perhatian seperti ini. "T-terima kasih," ucapnya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan ruangan.

Wanita itu meletakkan nampan makanan di atas meja, lalu meninggalkan kamar tanpa sepatah kata pun. Sakura menatap makanan itu dengan ragu, bertanya-tanya apakah ia benar-benar boleh memakannya. Namun, perutnya yang sudah lama kosong memaksa dirinya untuk perlahan-lahan menyuapinya. Dalam setiap gigitan, ia merasakan air mata jatuh dari matanya. Seolah-olah setiap gigitan adalah pengingat atas betapa menderitanya ia selama ini. Setelah selesai makan, ia mengambil selimut dan memilih tidur di pojok ruangan, masih merasa tak pantas untuk tidur di atas kasur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

❥ Birds of a Feather | SasusakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang