1

71 13 3
                                    

Ketika Peat membuka matanya, pemandangan pertama yang menyambutnya adalah wajah familiar adiknya, Peach, yang berlari ke arahnya dengan senyum lebar. Keriangan yang tidak terduga membuatnya tertegun. “Peach?” suara Peat terdengar serak, diwarnai kebingungan dan harapan. Air mata menggenang di matanya saat dia berusaha meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi. Adiknya masih hidup!

“Peat!” Peach berlari, memeluknya erat. “Akhirnya kau bangun! Aku sudah sangat khawatir!”

Peat tidak bisa menahan tangisnya. “Kau… hidup?” Dia terisak, membayangkan bagaimana mereka berdua bisa berada di surga, terlindungi dari semua penderitaan yang pernah mereka alami. Namun, ketika melihat ekspresi cemas di wajah Peach, dia mulai berpikir, Apakah ini semua nyata?

Peach, dengan tatapan khawatir, meraba kepalanya. “Kau kenapa? Apa kau merasa baik-baik saja? Kau tidak gila, kan? Kepala mu terbentur parah saat jatuh.”

Kepalanya terasa berat, dan Peat merasakan gejolak dalam pikirannya. “Gila? Tidak! Aku hanya… tidak percaya kau ada di sini. Aku melihat semuanya, Peach. Kita… kita di surga sekarang, kan?”

Peach menggelengkan kepala, wajahnya berusaha menampakkan pengertian. “Phi Peat jangan membuatku memanggil dokter kembali kemari, kau terdengar semakin tidak masuk akal. Ku pikir kau hanya terjatuh, dan mungkin sedikit pingsan. Tapi, ternyata otak mu mungkin sedikit geser.”

"Pingsan? Maksud mu aku tidak mati? Kita-tidak?" Peat masih berusaha keras mencerna, dengan kepala yang terus berdentum keras.

"Kita hidup? ASTAGAAA... PEACH!" Teriak Peat dengan rasa penuh haru, memberondong Peach dengan pelukan erat yang manis. Tapi bukannya senang, Peach malah bersikap berlebihan mencoba melepaskan diri dari pelukannya.

"Apakah ini sandiwara mu agar tidak ke akademi? Ayah dan ibu bilang kau akan segera di kirim, ya sebelum kejadian nahas itu terjadi."

"Akademi?" Sang ayah mengirimnya tepat dua Minggu sebelum upacara pengangkatan Peach sebagai ratu, Peat ingat betul itu.

"Apa aku kembali ke 5 tahun yang lalu?"

"Mana-" ucapan itu terhenti saat dia melihat wajah Peach, wajah yg masih ceria dan belia.

Saat kesadarannya kembali, Peat mulai merasakan kekuatan dari pengalamannya yang kelam. Dia mengingat bagaimana keluarganya diambil darinya, bagaimana dia menyaksikan eksekusi mereka. Dia berusaha mengendalikan napasnya, mencoba meredakan kepanikan yang menyergapnya. “Kau belum pergi ke istana, kan? Apa yang terjadi setelah itu?”

Peach menggelengkan kepala. “Belum. Ayah ingin mengirimmu ke akademi untuk pelatihan sebagai satria. Kau baru saja pingsan selama tiga hari. Dia akan datang untuk memeriksa keadaanmu.”

Saat dia mendengar kata “akademi,” keinginan untuk melindungi adiknya membara dalam diri Peat. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi! Aku tidak ingin kau pergi ke istana, Peach!” Dia berkata dengan tegas, matanya penuh determinasi.

“Apa maksudmu?” Peach menatapnya dengan bingung.

"Aku telah terpilih menjadi ratu, keluarga kita akan di anggap memberontak jika aku tidak berangkat."

"Bukan kah kau menginginkan akademi itu Peach? Aku akan menyerahkan itu untukmu. Kau akan terbebas dari raja gila itu." Ujar peat semangat, dalam benaknya dia mencoba membayangkan untuk melakukan berbagai rencana dalam dua Minggu dia menetap di istana.

'aku akan membatalkan pernikahan itu dan membawa keluarga Wasuthon menjauh dari kerajaan ini,' batin peat penuh tekad.

"Ya... Aku-aku memang menginginkannya Peat, namun... Bagaimana dengan pernikahan itu?"

Peat menggenggam tangan adiknya, menatapnya dalam-dalam. “Aku akan menggantikanmu pergi ke istana! Kau masih bisa melanjutkan pendidikanmu di akademi, dan aku bisa mengambil posisi itu. Jika aku di istana, aku bisa mencegah semua yang terjadi.”

Peach tertegun, tidak tahu harus berkata apa. “Tapi, Peat… kau tidak bisa begitu. Ini semua gila!”

“Tidak!” Peat memotong. “Ini bukan gila! Ini satu-satunya cara agar kita bisa mengubah takdir! Kita tidak bisa membiarkan sejarah terulang.”

"Tapi... Tapi kau laki-laki peat!"

Tersenyum penuh arti Peat mengangguk membenarkan fakta bahwa dia seorang anak laki-laki. "Ya aku memang laki-laki, lantas kenapa? Aku juga tidak menyukai raja bodoh itu."

"Aku hanya akan pergi untuk membatalkan pernikahan ini, apapun yang terjadi keluarga kita tidak akan terlibat dengan Kerajaan ini."

"Aku berjanji ini hanya akan sebentar Peach,  aku tidak akan lama." Janji Peat, "Aku akan menyelamatkan keluarga kita."

"Menyelamatkan dari apa?" Tanya Peach dengan bingung.

Belum sempat Peat memberikan jawabannya, ayah mereka, Jimmy, masuk ke dalam ruangan. Wajahnya tampak khawatir saat melihat putranya yang sudah sadar. “Peat! Kau akhirnya bangun!” Dia segera menghampiri dan memeriksa keadaannya. “Kau membuat kami semua cemas!”

Peat merasa hangat melihat ayahnya, tetapi tekadnya tetap kuat. “Ayah, aku tidak akan pergi ke akademi! Aku akan menggantikan Peach ke istana!”

Lord Wasuthon terkejut, mengerutkan dahi. “Apa yang kau bicarakan, Peat? Kau adalah pewaris yang seharusnya melanjutkan pelatihan di akademi.”

Peat menatap ayahnya dengan keyakinan yang mendalam. “Aku akan melindungi keluarga kita. Aku akan menghentikan semua ini. Peach tidak perlu menjalani takdir yang kejam!”

Peach memandang Peat dengan keinginan untuk membantunya, tetapi dia juga tahu bahwa ini bukan keputusan yang mudah. Dia merasa berat, tetapi saat melihat tekad di mata Peat, dia merasakan harapan baru muncul. Mereka berdua harus bersama-sama untuk mengubah takdir yang telah ditentukan.

"Baiklah Peat... Aku akan memberimu kesempatan. Gantikan aku untuk ke istana."

....

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
To Wear the Crown: A King's BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang