"Mbak..." panggil Ronald sambil mengetuk meja setinggi dada di depannya. Tapi perempuan di balik meja itu sibuk dengan rubiknya. Dia mengulang lagi, "Mbak!"
"Aliya...!" Panggil Ronald sekali lagi pada perempuan yang dikenalnya seminggu yang lalu saat dia kelupaan untuk mengirimkan jawaban TTS milik opanya. Hari ini dia kelupaan lagi, membuatnya bertemu dengan perempuan itu lagi di pagi buta.
Perempuan itu mengangkat wajahnya dari kerumitan rubik di tangannya. "Eh, Mas Donald Bebek," Sapa Aliya singkat.
Ronald mencebik, meletakkan amplop surat di atas meja.
Aliya mengambil surat itu. Sudah rapi, lengkap dengan alamat yang dituju dan kupon TTS di sudutnya. Juga nama pengirimnya. Ronald D. Kali ini si pengirim tidak salah menuliskan namanya. Perempuan itu tersenyum, mengingat kejadian minggu lalu. Dia mengetikkan alamat di komputernya. Suara mesin pencetak terdengar melakukan tugasnya.
"Lo anaknya Eyang Danu, Danu Dirjakusuma?" Tanya Aliya tiba-tiba.
Ronald terperangah, bagaimana perempuan itu tahu?
"Nama itu sering mengirim TTS ke alamat yang sama. Meskipun orang yang mengantar suratnya gonta ganti," terang Aliya sambil menunggu tugas mesin pencetak selesai.
"Cucu," jawab Ronald singkat dan dingin.
"Oh..." Aliya mengangguk. Menempelkan hasil cetakan ke surat. Sedang lembar cetakan satunya dia serahkan ke Ronald untuk meminta pembayaran. Laki-laki itu sudah mengulurkan tangan memberikan uang selembar sepuluh ribu. Aliya tersenyum, orang itu sudah tidak seribet sebelumnya. "Gue kira bakal dapet transferan lagi."
Ronald hanya mendengus. Dia menyesal sudah melakukan transferan seminggu yang lalu. Tidak ada uang untuk hal-hal semacam itu lagi.
Aliya menyerahkan kertas resi yang baru tercetak pada Ronald sembari berdiri, "Bentar kembaliannya."
"Nggak usah, ambil aja," ucap Ronald, dingin. Dia membalik tubuhnya dan pergi begitu saja.
Aliya heran dengan laki-laki itu. Selalu songong di setiap ada kesempatan. Dia menggerutu sendiri, "Ganteng-ganteng kok nyebelin."
Selasa pagi yang lengang, tidak banyak pelanggan yang datang di pagi buta hari itu. Hanya beberapa orang yang mengirim paket dagangan mereka. Tapi Aliya harus tetap terjaga. Dia kembali ke rubiknya yang sedari tadi rasanya lebih sulit untuk disamakan warnanya di setiap sisi.
"Aliya," panggilan seorang laki-laki mengagetkan Aliya yang sedang konsentrasi.
Yang dipanggil namanya mengangkat wajahnya, "Apa lagi?"
"Kembaliannya dong," ucap laki-laki yang tadi menolak uang kembalian.
Aliya memandang dengan heran.
"Buat parkir."
"Hahahahaha..." Tawa Aliya pecah. Mengundang beberapa pasang mata melihat ke arah mereka.
"Ssssstt! Brisik! Buruan!"
Aliya masih tertawa, tapi sudah tidak bersuara. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Kelakuan cowok aneh itu jadi hiburannya di pagi hari yang mengantukkan. Dia menyodorkan selembar uang dua ribu rupiah. "Parkirnya dua ribu."
"Oke, nanti gue transfer kurangnya."
"Nggak usah!"
"Eh..." Ronald memang sedang kesusahan perkara uang, tapi dia pantang berhutang. Apalagi pada perempuan yang hanya bekerja sebagai penjaga loket Kantor Pos.
"Transferan lo minggu lalu masih banyak," tukas Aliya.
"Oke, makasih," Ronald kemudian berlalu, tidak memusingkan perkara itu lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/376563070-288-k262368.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Merah
Fiksi UmumRonald tiba-tiba tertarik dengan nenek moyang keluarganya, karena ada cerita tentang harta keluarga yang masih tersembunyi. Konon kakek dari kakeknya adalah orang yang sangat kaya. Sampai Ronald menemukan sebuah tulisan tanpa makna dari kakeknya. Di...