minggu, 03 nov 24
Indonesia, west java
halo readers!
gimana kabar kalian hari ini? semoga baik, ya!
saya pribadi ingin mengatakan kalau cerita ini merupakan fiksi. jikalau ada kesamaan dalam nama/tokoh maupun tempat, itu terjadi secara tidak disengaja. jadi, saya mohon untuk tidak menuduh saya plagiat cerita orang atau memplagiat cerita saya, karena cerita ini hanya tersedia di akun wattpad raamndptri.
kalian boleh kok promosikan cerita saya, tapi ya bukan plagiat. jangan lupa tag akun raamndptri di tiktok maupun intasgram!
saya memang membuat layar belakang cerita ini di Indonesia. bukan berarti semua tempat yang ada di dalam cerita, latar belakangnya di Indonesia. namanya juga fiksi.
for readers, again, saya menyarankan agar selalu bijak dalam membaca atau memilih bacaan. jangan salah mengartikan, kalau tidak tau, tanya. oke?
mohon maklum jika masih ada penulisan yang salah ataupun kurang tepat. saya masih belajar membuat cerita, masih perlu bimbingan. kerjasamanya tolong.
maklum juga ya kalau telat/lama update. maafkan. author-nya masih sekolah. tapi diusahakan, kok! asal kalian vote dan komen yang rajin. saya pasti semangat buat update.
jangan sungkan untuk vote/spam komen. yang positif tapi, jangan negatif. kalau tidak bisa berkata baik, lebih baik jangan, yaa!
sekian, terimakasiii sudah mampir untuk membaca. sehat selalu kalian<3
regards,
-raamndptri
***
"Nikah atau kamu tidak akan kuliah di Indonesia, Ail?"
Aku terperangah dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang pria paruh baya di hadapanku. Aku menatapnya dengan kening berkerut. Melihatnya akan membuka suara, aku memilih mendengarkan saja. Dengan banyak pertanyaan di kepalaku, pastinya.
Papa-pria paruh baya yang aku sebutkan-menatapku serius. "Perlu saya ulangi sekali lagi?" tanyanya. Aku menggeleng. Tidak, aku tidak perlu pengulangan. Aku tahu, tapi kenapa pilihannya harus seperti itu?
"Kenapa?" Astaga. Kerongkonganku tiba-tiba tercekat. "Kenapa pilihannya harus seperti itu?" tanyaku pelan.
Papa tersenyum sinis. "Mau membantah? Silakan!!"
Aku menghela napas. Kalau aku membantah itu artinya aku tidak akan kuliah di Indonesia, seperti apa yang aku inginkan. Tuhan, kalau memang ini yang terbaik, tolong yakinkan aku, tolong beri aku petunjuk.
Aku menatapnya tajam. "Dasar pria licik!!" ungkapku.
Papa tertawa seraya menunjuk aku dengan tangannya yang memegang rokok. "Itu kamu tahu," balasnya santai.
Sabar.
Papa tersenyum miring. "Jadi? Bagaimana baby girl?" tanyanya, lagi. Aku jadi merinding mendengarnya. Hei, itu tidak cocok dilontarkan seorang ayah pada anak! Bahkan, nada seperti itu cocok untuk memanggil jalang di luaran sana, bukan?
Hufft. Ini pilihan yang sulit. Tapi aku harus memilihnya. Ruang kerja Papa hening. Aku diam dengan pikiranku, berbanding dengan Papa yang dengan santainya malah merokok.
Terima atau tidak?!
"Kalau, saya perawanin kamu dan kamu bisa kuliah di Indonesia, bagaimana?" tawarnya. Aku terkejut untuk yang kesekian kalinya.
Sudah cukup! Aku angkat tangan! Aku menyerah!!!!!
Aku menggeleng tak percaya seraya mendecakkan lidah. "Bahkan, jalang di luaran sana belum cukup untuk memuaskan nafsu Anda?" tanyaku tersenyum kecut.
"Kamu cantik..."
Hah?
"Sayang jika belum saya pakai. Dan," Papa menggantung kalimatnya.
Astagfirullah.
"Saya juga suka dengan tubuhmu."
GUSTI NU AGUNG. HAMBA GAK KUAT.
Aku sudah tidak bisa berkata-kata lagi untuk menanggapi ucapan Papa. Rasanya, aku ingin menangis melihat Papa seperti ini.
Aku ingin bertanya, apakah beliau benar Papaku? Tapi, pada siapa?
"Oke. Saya terima pernikahan itu," akhirnya aku memutuskan. pilihanku tepat tidak, ya? tapi aku harus pergi dari rumah ini!
"Pilihan bagus," katanya. "Saya kira, kamu akan mau saya 'pakai'," ujarnya terlampau santai, diakhiri dengan kekehan pelan.
Aku hanya diam tidak menanggapi. Lebih tepatnya, bingung mau menanggapi apa?
Melihat Papa bangkit dari duduknya dan berjalan ke arahku, aku jadi was-was, refleks memundurkan tubuh.
Tepat di hadapanku, Papa mendekat bibirnya ke telingaku. Ia berbisik pelan, "Jangan takut, saya masih tahan sama kamu. Sekarang. Gak tau nanti."
Aku merasakan bahwa dia meniup telingaku. Tidak mau berlama-lama bersama Papa-hanya berduaan-aku buru-buru bangkit dan keluar dari ruang kerja Papa. Aku berjalan cepat ke arah kamarku yang berada di lantai yang berbeda dengan ruangan kerja Papa.
Sampai di kamar, aku menutup pintu dan menguncinya dengan rapat.
"Gak apa-apa, Lui. Tenang," ucapku parau seraya mengambrukkan tubuh. Aku bersimpuh tepat di depan pintu sambil menunduk. Merasakan cairan bening yang mulai mengalir deras di pipiku.
"Tuhan selalu tau yang terbaik buat kamu, Lui... Jangan nyerah dulu. Semua pasti ada hikmahnya 'kan?"
***
seru ga niii?
—rra
KAMU SEDANG MEMBACA
elui
Romance"marriage is scary?" selamat menyaksikan cerita tentang kita yang terikat oleh ikatan yang tidak pernah diinginkan. kehadirannya yang membawa harsa pada kehidupan seorang atma yang penuh lara. "bukan tidak mau percaya lagi. hanya saja, aku takut...