Hari ini Kafa bolos akademi karena malas belajar. Mau dipaksa belajarpun pikirannya selalu melayang jauh ke rumah sakit dimana Kakaknya tengah beristirahat. Padahal, kata Papa, Asthara hanya diberi oksigen sampai saturasinya kembali normal kemudian Kakaknya diberi wejangan panjang sekali oleh dokter yang menanganinya. Masalahnya, Asthara juga sempat dibawa ke poli jiwa dan berada di dalam sana cukup lama. Kafa tidak begitu mengerti, tapi ia tahu kalau penyakit Asthara bukan sakit ringan, soalnya seharian hidung kakaknya di sumbat nasal kanul dan telunjuknya di jepit seperti jepit jemuran. Menurut Kafa, penampilan itu seperti orang sakit parah.
Oleh sebab itu Papa mengizinkannya bolos les dan kini anak itu bahkan menggenggam jemari Asthara, berjalan bergandengan menuju parkiran diikuti Mama dan Papanya di belakang. Padahal tingginya sudah membalap Asthara 1,5 cm, tapi Asthara masih menganggapnya bocah SD yang mudah terdistrak apapun apabila tidak digandeng begini. Menyebalkan, sih. Tapi Kafa tidak protes sama sekali ketika jemari mereka bertaut sepanjang perjalanan di koridor rumah sakit.
"Senengkan kamu bisa bolos les?" Asthara memandangi Adiknya dengan alis naik turun beserta senyum menyebalkannya.
"Yang bener aja, Kak? Gue bakal kelihatan nggak punya empati kalau sekarang masih di akademi sedangkan lo sakit keras disini."
Asthara spontan terpingkal mendengar jawaban sang Adik. Tautan mereka terlepas sebab Asthara tertawa sampai bahunya menabrak dinding disampingnya. "Sakit keras dari hongkong. Kamu kira Kakak sakit apaan??"
"Ya nggak tahu?! Kanker kali? Bang Nadim aja sampai panik banget semalam, mana pakai acara pingsan lagi."
Tangan Asthara tidak kuat untuk tidak mencubit hidung adiknya sampai anak itu merengek seperti anak kecil. Rambut hitam legam dan halusnya terhempas ke kanan dan ke kiri karena Kafa menggeleng ribut, berusaha melepas jepitan jemari Asthara di hidungnya. Padahal Asthara tidak peduli sama sekali, ketika cubitannya di hidung Kafa terlepas, ia malah berpindah mencubit pipi Kafa yang baby fat nya sudah perlahan hilang itu.
"Asthara," tegur Nara sebab rengekan Kafa sudah mengganggu beberapa orang yang berlalu lalang. Tapi Asthara malah bereaksi seolah akan di marahi. Asthara menarik tangannya lalu menghadap ke depan.
"Maaf ya, adikku,"katanya sambil mengelus sisa-sisa kemerahan di pipi Kafa kemudian tidak lagi berbicara bahkan mengeluarkan ekspresi apapun.
Sesampainya di mobil dan Messa perlahan memutar kemudi mereka hingga keluar dari perkarangan rumah sakit. Membiarkan hening mengambil alih kursi penumpang sebab mereka di tinggal tidur Kafa dan Asthara yang melamun menatap keluar jendela mobil. Messa dan Nara sempat terlibat obrolan ringan seputar hari-hari mereka dan apa yang mereka lihat di jalanan sampai akhirnya mereka kembali diselimuti keheningan.
Messa melirik kaca sepion belakang, menghela napas ketika melihat Kafa yang sudah lelap sambil menganga kemudian tatapannya beralih keputra keduanya yang masih diposisi yang sama menatap jalanan yang mereka lalui menuju rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMANJANA
Teen FictionDi antara kebohongan, yang paling parah yang pernah Asthara lakukan adalah membohongi diri sendiri. Kata orang-orang, Asthara sangat berbeda dengan saudara-saudaranya. Asthara tidak ambisius seperti Nadim sang Kakak dengan segala kesempurnaannya, ti...