Chapter 10: Unseen

363 87 13
                                    

Baru memasuki gerbang komplek, Asthara dan Kafa tiba-tiba diguyur hujan deras sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru memasuki gerbang komplek, Asthara dan Kafa tiba-tiba diguyur hujan deras sekali. Rumahpun sebenarnya tidak jauh lagi dari posisi mereka, tetapi cukup deras untuk membuat mereka berakhir basah kuyup jika memaksa tetap jalan. Maka, karena tidak ada pula tempat untuk berteduh, Asthara buru-buru menepi dan mengeluarkan mantel dari dalam jok motornya dan memakaikannya ke tubuh sang adik tanpa banyak bicara.

Langit bergemuruh kuat sekali, kilat berkali-kali nampak membuat Kafa sedikit terperanjat. Asthara masih sibuk memasang mantel itu sampai ia dapat memastikan bila satu inci tubuh Kafa tidak akan ada yang basah. 

"Kak, lo gimana?" tanya Kafa ketika mantel sudah bertengger rapih ditubuhnya, Asthara malah menutup joknya buru-buru dan menyuruh adiknya kembali naik ke jok belakang.

"Mantelnya cuma satu, kamu aja yang pakai. Udah deket juga."

"Ya, lo aja yang pakai, lo kan di depan, pasti bakal lebih basah."

"Udah nggak apa-apa, kalau lo yang basah bisa lebih gawat," ucap Asthara seraya menarik pergelangan tangan adiknya untuk segera naik ke jok penumpang.

"Yaudah, gue juga nggak mau pakai lah. Biar basah sama-sama, elah."

"Udah buruan, Kafa. Kakak udah basah kuyup ini, terlanjur. Udah nggak jauh, kamu mau kesamber petir kah? Anak kecil kalau kesamber petir nanti gedenya jadi ikan seluang," Asthara berteriak sebab takut suaranya tidak terdengar. Kafa yang awalnya enggan jadi buru-buru naik ke atas motor setelah berdecak kesal.

"Gue udah SMP buset! Sama lo juga tinggian gue!"

Asthara tertawa dibalik kaca helmnya. Hujan makin mengguyur mereka di pertengahan jalan komplek menuju rumah. "Kalau belum punya KTP itu namanya masih anak-anak ya, Adik."

"Lagian dikibulin bakal jadi ikan seluang aja langsung nurut."

Kafa mendengus di belakang ketika Asthara melanjutkan perjalanan mereka, kemudian kepalanya mengintip perjalanan mereka yang tersisa, sudah tidak jauh lagi, tapi dia tidak tega melihat bahu Kakaknya yang sudah basah kuyup. Mau berbagi mantelpun, ini mantel yang hanya bisa di pakai satu orang. Kalau kena hujan biasanya mereka akan menepi ketimbang pakai mantel.

Begitu tiba di depan pagar rumah, Kafa buru-buru turun dan membukakan pagar untuk Asthara dan motornya masuk. Kilat dan petir semakin menjadi ketika mereka sampai di garasi. Mobil Nadim sudah bertengger disana bersama mobil Papa. Kafa mendengus ketika melepas mantel dan melihat penampakan Asthara yang basah kuyup dari atas hingga bawah lalu Kakaknya itu meletakkan helmnya dengan terbalik dikursi teras.

"Kamu buruan masuk, Kakak dari belakang," kata Asthara, tangannya terulur membantu Kafa melepas helmnya setelah memastikan Kafa tidak begitu kebasahan selain sepatunya. Padahal Kafa sadar betul jemari ramping Kakaknya yang basah itu gemetaran, pasti karena kedinginan. Kan, Kafa jadi kasihan.

"Mau gue ambilin handuk nggak?"

"Nggak, Kakak dari dapur aja biar langsung mandi."

"Duuuh, lo nya ngerasa sesek nggak?" tanya Kafa. Anak itu satu langkah lebih dekat. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEMANJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang