Somewhere, Eastern Europe
26 Juli 2111Langkah kaki dua orang pemuda saling bersahutan dan terdengar sangat gentar. Mereka berlari dengan penuh rasa takut, seperti dikejar oleh maut yang akan menghabisi durasi hidup mereka di dunia. Namun, itu adalah situasi yang normal, di dunia dimana manusia hidup berdampingan dengan monster beringas yang disebut sebagai Mutan. Tak salah lagi, mereka dikejar Mutan.
Di sepanjang jalan, di sekitar area pembuangan sampah, satu wujud Mutan bertubuh besar mengejar mereka. Anak laki-laki berambut lurus dengan warna coklat tua yang berlari di depan adalah Venus Ivanova. Raut wajahnya tegas dan matanya yang tajam seakan mengatakan bahwa ia tak boleh mati sekarang. Tangan kanannya mencengkeram pergelangan tangan anak laki-laki muda yang berlari di belakangnya, Hanon Hann. Anak itu tampak jauh lebih lemah, sesekali ia tersandung sampah-sampah berat yang menghalangi jalan dan nyaris menangis.
"Hanon! Lari yang cepat!" tegas Venus ketika merasa langkah Hanon semakin melambat.
Ketika mereka tiba di jalan buntu, Venus yang sedari tadi berperan sebagai penunjuk jalan mendadak kehilangan ide. Satu-satunya cara adalah melawan Mutan bertubuh besar ituㅡmeski perbandingan ukuran tubuh mereka sangat kontras dan Venus tak yakin bisa mengalahkannya.
Begitu kepala sang Mutan melesat ke depan, hendak menerkam mangsanya, Venus segera menangkis dengan tangan kosong. Lalu ia menahan serangan kedua dengan sebilah tongkat pelㅡentah ia dapat darimanaㅡyang jelas benda itu tadi ada di sampingnya, di setumpukan sampah.
Dengan kesadaran penuh, Hanon tentu membantu Venus menahan serangan tersebut. Namun karena kekuatannya masih tak sebanding, Venus dan Hanon harus siap untuk kalah. Tongkat penahan itu patah dan sang Mutan langsung menyerang Hanon. Sementara Venus harus terlempar ke dinding.
"Hanon!" teriak Venusㅡtentunya tidak terima melihat kawannya digerogoti oleh makhluk biadab itu.
Ketika Venus hendak bangkit untuk menolong Hanon, kepalanya tiba-tiba dilempari sepasang stik drum dan seorang anak laki-laki lain meneriakinya. "Venus, mundur!"
Anak laki-laki itu berdiri di atas dinding pembatas dan mengarahkan ujung senjata apinya ke bawah, ke arah kepala Mutan. Begitu Venus melangkah mundur, pelatuknya pun ditarik dan Mutan itu tertembak, tergeletak tak sadarkan diri.
"Brengsek! Mutan satu itu besar sekali!" umpat Venus. Lalu ia masih mau mengumpat sekali lagi. "Bajingan!"
Suasana menjadi agak hening setelah segala umpatan dilontarkan. Venus menatap ke arah tubuh Hanon yang sudah tergeletak tak sadarkan diri. Anak laki-laki yang berdiri di atas dinding juga sudah mengarahkan bidikan ke kepala Hanon.
Venus mencoba mencegahnya. "Kellar? Jangan gila!"
Lelaki itu, Kellar, masih tak kunjung menarik pelatuk. "Aku tidak akan membunuhnya, kecuali dia jadi Mutan."
"Turunkan senjatamu, Kellar," balas Venus.
Kemudian Venus melangkah mendekat, perlahan. Ia berlutut disamping tubuh Hanon yang penuh dengan bekas gigitan. Namun, begitu Venus hendak meraih tubuhnya, Hanonㅡyang mungkin sudah bukan Hanon lagiㅡmendadak bangkit dan hampir menyerang Venus dengan brutal.
Pada saat itu pula Kellar menarik pelatuknya dan Venus selamat.
Darah hitam yang pekat mengalir deras dari tempurung kepala Hanon, menandakan bahwa mereka membunuh makhluk yang tepat, membunuh Mutan.
Meski selama 17 tahun hidupnya, Venus telah banyak melihat manusia yang bermutasi secara langsung di depan matanya sendiri, kejadian barusan tetap menjadi yang terburuk, semenjak hal yang sama juga terjadi terhadap ayahnya ketika dia masih berusia 9 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SANCTUARY PROJECT | txt
FanfictionKetika lebih dari 99% populasi manusia bermutasi menjadi entitas asing berbahaya, sebuah selter pertahanan paling bergengsi merekrut para penyintas muda dari seluruh dunia dalam suatu projek besar yang disebut Projek Suargaloka. Sebuah grup musik be...