Part 94 - Ayah akan datang

893 26 1
                                    


Ji-heon berkata dengan bangga menanggapi pertanyaan Jeong-oh.

"Ini sudah pasti terjadi."

Yena ingin menyombongkan diri. Sama seperti aku. Ji-heon yang 100% bisa memahami keinginan Yena untuk memamerkan ayahnya, meminta izin pada Jeong-oh dengan senyum kemenangan di wajahnya.

"Karena keadaannya seperti ini, bolehkah aku pergi sekarang?"

Dia memegang seorang wanita dan disuruh oleh wanita lainnya untuk datang menjemputnya. Dia adalah pria bahagia yang sangat populer di kalangan kedua wanita tersebut, sehingga sudut bibirnya terus terangkat ke langit-langit. 

Ekspresinya begitu lembut hingga sesaat kupikir pria ini tulus. Melihat hal seperti itu membuat Jeong-oh semakin muak, namun ia juga termasuk orang yang rela angkat tangan jika menyangkut urusan putrinya. Betapapun bertentangannya pasangan ini, mereka akhirnya menjadi satu di depan topik 'Putri Yena'.

"Harap berhati-hatilah dengan apa yang kamu katakan kedepannya, dan berhati-hatilah dalam menyebutkan namamu depan orang lain nanti."

"........."

"Oppa adalah Jeong Ji-heon, tapi Yena sampai saat ini masih Lee Yena."

Tolong hati-hati, kuharap Yena tidak terluka lagi.

"Baik."

Ji-heon mengangguk mendengar permintaan halus itu.

"Aku akan kembali dan bicara denganmu."

"............."

"Aku akan kembali dan bermain denganmu."

"Kapan aku menyuruhmu bermain denganku?"

Muah. Gerakan tubuh yang cepat. Saat Jeong-oh bereaksi dengan marah, Ji-heon menenangkannya dengan ciuman seperti pencuri dan berbalik pergi. Cara pria itu berjalan sepertinya terburu-buru. Tak lama kemudian, rasanya manis. Pintu yang tadinya terbuka telah tertutup. Jeong-oh yang ditinggal sendirian menumpahkan keluh kesahnya ke udara.

"Tidak, dasar bajingan ini selalu bertingkah seperti rubah."

Mirip subjek yang merupakan rubah api, bahkan lebih buruk lagi. Aku hanya bisa menghela nafas melihat sikap buruk pria ini, yang malah tidak dapat menahan dirinya melihat orang lain bertingkah seperti rubah. 

***

Di depan gedung Akademi Baduk.

Do-bin tiba di akademi terlebih dahulu dan menunggu Yena bersama gurunya. Itu adalah hari dimana Yena, yang seharian membolos sekolah karena sakit, kembali ke sekolah. Do-bin pun mengikuti Yena baru datang ke akademi dua hari kemudian.

"Kenapa Do-bin tidak datang kemarin?"

"Karena ku dengar Yena tidak datang."

Do-bin dengan ceria menjawab pertanyaan gurunya. Saat anak-anak belajar bermain baduk, Do-bin juga belajar mencintai. Bagi Do-bin, akademi baduk tanpa Yena bagaikan es serut kacang merah tanpa kacang merah. Tak lama kemudian, bus tempat penitipan anak Yena tiba. Begitu pintu terbuka, Yena tersenyum bahagia dan berteriak.

"Park Do-bin!"

"Ya!"

Do-bin meraih Yena yang turun dari bus dan langsung lari. Yena pun menghentakkan kakinya mengikuti Do-bin.

"Tidak sakit lagi, kan? Apakah semuanya sudah lebih baik?"

"Ngh. Semuanya sudah lebih baik."

"Yena, apa kamu baik-baik saja? Bisakah kamu pergi ke akademi hari ini? Jika kamu tidak bisa masuk akademi, aku sudah bilang padamu aku bisa menelepon nenekmu. Nenek akan datang menjemputmu."

ACWLLM / AYMDKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang