Part 121 - Sekalipun aku menerima cinta, itu tidaklah cukup.

710 24 2
                                    


Mungkin saat aku berumur sembilan tahun.

Ji-heon, seorang anak biasa yang suka bermain baduk, memilih untuk mengikuti kelas bakat baduk di sekolah daripada pergi ke akademi atau les privat. Semua kelas dari kelas 1 sampai kelas 6 mengikuti kelas bakat bersama-sama, namun hanya ada satu teman yang seumuran.

Yoo Soo-il. Dia memiliki wajah putih dan penampilan tampan, dan dia lincah dan cerdas.

Ji-heon menjadi cukup dekat dengan Soo-il. Meskipun kami hanya menghadiri kelas bakat baduk seminggu sekali, kami tetap sering bertemu dan bermain bersama sepulang sekolah. Dan suatu hari, aku pergi ke rumah Soo-il untuk bermain.

Satu kamar, satu ruang tamu. Rumahnya kecil jadi dia memiliki ruang tamu yang sangat kecil juga, seukuran kamar mandi yang digunakan Ji-heon di kamarnya.

Soo-il menunjukkan papan baduk itu kepada Ji-heon, yang merasa canggung karena suatu alasan. Tanda tangan seseorang terukir di papan baduk itu.

"Lihat ini."

"Apa ini?"

"Tanda tangan Lee Kang-ho pemain baduk terkenal. Kamu tidak tahu?"

Soo-il menyebut nama pemain Baduk profesional yang menduduki peringkat 1 dunia saat itu dan menjadikan Korea sebagai ahli dari permainan Baduk.

"Apakah ini tanda tangan Lee Kang-ho?"

"Ngh! Ini adalah tanda tangan yang diminta oleh ibuku setelah menunggu di depan Grand Director selama beberapa jam."

Soo-il berkata dengan bangga.

Ibumu menunggu selama itu hanya untuk mendapatkan tandatangannya? Mata Ji-heon melebar. Itu adalah cara yang tidak pernah Ji-heon bayangkan. 

"Sekarang ini adalah barang berharga di rumah kami, ibu bilang begitu."

"Kenapa kamu tanda tangan orang lain menjadi yang paling berharga di rumahmu?'

"Karena dia adalah orang yang sangat penting."

"................"

"Aku akan menjadi pemain baduk terbaik di dunia seperti Lee kang-ho."

Soo-il berkata dengan percaya diri. Sangat menyenangkan melihatnya dengan percaya diri berbicara tentang mimpinya di usia yang begitu muda, dan aku iri padanya.

"Kamu? Apakah kamu akan menjadi pemain baduk juga?"

Soo-il bertanya.

"Ngh, aku juga ingin melakukan itu."

Ji-heon mengangguk ringan. Sebenarnya tidak ada pemikiran tentang yang namanya mimpi, tapi aku mengatakan itu karena temanku terlihat senang.

Ji-heon tenggelam dalam pikirannya, mengingat sepotong kenangan dari 20 tahun yang lalu.

Seorang teman yang dulunya cukup dekat, namun tidak bisa bermain bersama lagi karena ibuku.

Apa yang sedang dilakukan temanku itu sekarang? Aku rasa dia tidak menjadi pemain baduk.

"Papan baduk ini? Petugas polisi memberikannya padaku sebagai hadiah perpisahan."

Yena menjawab pertanyaan Ji-heon tentang darimana dia mendapatkan papan baduk itu.

"Petugas polisi yang menjadi tetangga kalian itu?"

"Ngh! Ayah, ini bukan papan baduk biasa, tapi papan baduk yang ditandatangani oleh pemain baduk yang menjadi pemenang terbaik dan terbanyak di negara kita."

Yena menjelaskan pada ayahnya seperti yang Bae-Il katakan padanya sebelumnya.

"Petugas polisi itu memberimu sesuatu yang sangat berharga seperti ini?"

"Ngh! Itu benar."

Ji-heon menelusuri tanda-tanda di papan baduk itu sekali lagi. Hanya ada tanda tangan kecil di papan catur dan tidak ada tanggal tertulis di atasnya. Itu adalah tanda yang tidak diketahui asal usulnya.

ACWLLM / AYMDKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang