perbedaan jongho dan kak san

9 2 3
                                    

Jendela kamar yeosang yang berada di lantai dua itu terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jendela kamar yeosang yang berada di lantai dua itu terbuka. Yeosang lebih memilih untuk menghisap berbatang-batang rokok dan membiarkan asapnya keluar dibanding menutup jendela dan menghidupkan ac di tengah panasnya dunia ini di malam hari.

Layar laptop yang menampilkan progres skripsinya itu sudah mulai meredup, menandakan sudah sangat lama yeosang hanya duduk dan terdiam di depan laptopnya.

Celana pendek tanpa memakai atasan adalah outfit yang yeosang pilih untuk menemani malamnya. Mempresentasikan perlawanannya terhadap panasnya bumi tetapi juga keteguhannya untuk terus menghisap rokok.

Jujur saja, yeosang tidak bisa berpikir jernih sekarang. Di dalam pikirannnya hanya terdapat kata-kata yang dilontarkan wooyoung sesaat setelah mereka meninggalkan rumah jongho.





"Sang."

"?"

"Jongho sakit apa?"

"Hah?"

Wooyoung dengan muka yang serius (dan sedikit khawatir) kembali berbicara.

"Lo pasti sadarkan ada yang aneh sama dia."

Yeosang hanya diam. Sebenarnya sedari awal ia memasuki rumah itu, yeosang sadar jika ada yang aneh. Yang paling mencolok adalah di rumah jongho terdapat sebuah kursi roda dan tabung oksigen.

Yeosang sudah sadar akan hal itu sedari awal, hanya saja ia tidak ingin memikirkan bahwa benda-benda itu milik jongho.

"Gue kalo sekarang ga bisa langsung bilang dia sakit apa, gue pun juga ga yakin yang make tu barang dia atau bukan, tapi feeling gue ga enak, kalo lo mau tanya ke jonghonya langsung menurut gue bakal lebih bagus."

Yeosang terdiam. Walaupun temannya ini terlihat bodoh, tapi yeosang tau jika wooyoung sudah berbicara seperti ini, makan feelingnya selalu benar.

Bahkan jika boleh jujur, perasaan yeosang benar-benar terombang-ambing saat membawa wooyoung ke rumah jongho.

Di satu sisi yeosang berharap wooyoung tidak menyadari apapun, tapi di sisi lain, jika sudah seperti ini maka perasaan aneh yeosang juga sudah tervalidasi.

Jung Wooyoung, manusia aneh ini akan di tertawakan oleh siapapun saat pertama kali ia menyebutkan bahwa ia berkuliah di jurusan psikologi.

Tidak akan ada satu pun orang yang menyangka wooyoung akan berkuliah di jurusan psikologi, satu jam saja bersamanya maka akan terlihat siapa yang gila.

Wooyoung sendiri pun tak menyangka ia akan berkuliah di jurusan ini, selama perkuliahan berjalan pun tidak jarang wooyoung mengulang mata kuliah, bahkan sampai di satu titik jika ia mendapat nilai C maka ia akan bersujud syukur dan merayakannya dengan tumpeng. Aneh memang, tapi itu kenyataannya.

Yeosang pun masuk ke list orang-orang yang pernah menertawakan wooyoung dan jurusan yang diambilnya, tapi tentu saja tawa yeosang tidak bertahan lama.

Berteman dekat dan sudah cukup lama, hanya butuh waktu satu bulan untuk menyadari jika wooyoung memang layak di jurusan ini.

Wooyoung itu perasa. Feelingnya sangat kuat, dia juga cukup peka.

Sejauh ini, yeosang sudah mempertimbangkannya. Jika suatu hari ia memang benar-benar butuh seorang psikologi karena ia mulai merasa gila, orang pertama yang ia cari adalah wooyoung. Persetan dengan bajingan ini sudah wisuda atau belum.

Yeosang menghisap rokoknya dalam sebagai ritual penutup hari. Setelah membuang puntung rokok pada tempatnya, yeosang memilih untuk tidur. Ia berencana untuk ke rumah jongho besok.















Kosong.

Rumah yang kosong adalah hal yang yeosang dapatkan saat ia tiba di rumah jongho.

Pagar yang biasanya tertutup tidak rapat itu kini terpasang dengan benar kait gemboknya, memang tidak di kunci tetapi tetap saja, dari luar sudah terlihat jika rumah itu kosong.

Yeosang memilih untuk mengalihkan langkah kakinya ke warung langganannya.

"Mbakk, rokokk."

Gadis (memang sedikit lebih tua dari yeosang) yang kerap dipanggil 'mbak' itu menoleh dengan malas dan melempar sebungkus rokok pada yeosang.

"Thank you mbakk."

Membakar satu batang rokok, yeosang kembali memilih cemilan apa saja yang ingin ia beli.

"Eh mbak, rumah di depan dari kapan kosongnya?"

"Hmm dari kapan ya... kayaknya dari tadi subuh sekitar jam lima."

Yeosang melirik jam tangannya, kini hari sudah memasuki pukul 1 siang.

Pemukiman warga disini tentu tidak terlalu sepi, hanya saja kebetulan rumah yang jongho tempati sekarang terletak di ujung dan sedikit jauh dari rumah-rumah lainnya, satu-satunya tetangga terdekat adalah warung ini.

Karena alasan ini juga yeosang sangat menyukai warung ini. Tidak terlalu ramai dan tidak perlu mengantre.

Setelah membayar jajanannya, yeosang berencana pulang sebelum akhirnya ia melihat sebuah mobil datang dan parkir di depan rumah jongho.

Yeosang menebak itu adalah mobil milik keluarga jongho, dengan sedikit harapan, yeosang berharap jongho keluar dari sana.

Setelah ditunggu, yeosang tidak melihat tanda-tanda ada seseorang di bangku belakang. Sepasang pasangat suami istri yang yeosang yakin adalah orangtua jongho sudah keluar dari sana sedari tadi dan membuka pintu pagar agar mobil mereka bisa parkir.

Dengan tidak adanya jongho, yeosang kembali berencana untuk pulang.


"Nak yeosang?"

"Eh? Iya... tante?"

to be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

to be continued.
Gunakan background berawarna hitam untuk pengalaman membaca yang lebih baik.

November 2, 2024
(don't) let me go

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(don't) let me goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang