Chapter 1

52 16 7
                                    

Ini kacau. Sangat kacau. Kementerian Sihir Inggris dan Kementerian Sihir Prancis benar-benar tidak akan membuatku tenang barang sehari.

"Kau siapa?"

Aku tersenyum kikuk. Dua orang; satunya dewasa, dan satunya remaja menatapku aneh. Aku kembali menggerutu ke Hagrid yang meninggalkan ku di Hogwarts sendirian tanpa tahu arah. Katanya, meminta-lah bantuan ke dua orang ini sementara ia ingin melakukan sesuatu.

"Aku murid pindahan disini, Professor."

Aku tidak tahu apakah Professor; seingatku namanya Professor Lupin. Hagrid tadi mengatakannya. Itu sudah mengetahui aku adalah murid baru di tengah-tengah tahun ini atau belum. Aku bahkan belum bertemu dengan Professor Dumbledore. Dan melakukan penyeleksian asrama.

Professor Lupin melirik. "Oh, kau yang dari Beauxbatons?" tanyanya. Dia terlihat gagah. Aku cukup suka.

"Benar, Professor." jawabku. "Sayang sekali kau datang di waktu yang tidak tepat, Nak. Para murid dan Professor lain sedang melakukan perjalanan ke Hogsmeade. Mungkin di waktu makan malam kau akan diseleksi oleh topi penyeleksian."

Aku mengangguk. Sejujurnya aku hanya sedikit mengerti mengenai pembagian asrama ini. Beauxbatons sangat berbeda dengan Hogwarts. Sangat berbeda. "Siapa namamu?" aku menoleh. "Lily Delacour," jawabku. Ia mengangkat tangannya. Berniat berjabat tangan.

"Harry, Harry Potter," sesaat aku merasa aneh. Tiba-tiba saja ada secarik ingatan muncul. Nafasku jadi terburu, sekuat apa Harry Potter ini?

"Harry Potter? Kau yang The-Boy-Who-Lived itu?" jangan salah. Beauxbatons juga tahu siapa The-Boy-Who-Lived itu. Bahkan selalu menjadi topik hangat akhir-akhir ini. Ku lihat Harry mengangguk. Wow, aku tidak menyangka akan bertemu dengannya secepat ini. "Salam kenal, Potter."

Potter tersenyum. Oh, dia manis sekali, sungguh. Manisnya seperti Gabrielle, Adikku. "Kenapa kau jadi pindah ke Hogwarts, Delacour?" aku mendesah pelan. "Aku tidak tahu, Potter. Kementerian Sihir Inggris dan Kementerian Sihir Prancis menginginkanku pindah kesini," jelasku.

Aku bisa melihat Potter yang terlihat bingung. "Kenapa seperti itu?" aku menggeleng. "Tidak tahu, Potter," Harry hanya mengangguk. Tidak ada perbincangan diantara kami. Bahkan Professor Lupin hanya bergeming tanpa suara.

"Ingin jalan-jalan?"

Professor Lupin melirik. "Kau berniat mengencaninya?" bisiknya sedikit keras. Aku bahkan masih bisa mendengarnya. Itu bukan seperti bisikan, Professor.

Potter menggeleng. "Tidak. Hanya saja-ingin membantunya beradaptasi," Professor Lupin tertawa. "Baiklah Harry, silahkan," katanya mendorong punggung Potter ke arahku.

"Berhenti mendorongku, Professor!" lagi-lagi Professor itu tertawa. Aku bisa melihat Potter yang tersenyum kikuk ke arahku. "Kita akan jalan kemana, Potter?" jangan lupakan aku bahwa aku baru saja menginjakkan kaki di Hogwarts, Potter.

"Ingin ke Aula Besar?" aku mengendikan bahu. "Kemana saja," Potter tersenyum. Kami akhirnya berjalan beriringan. Potter berkali-kali menjelaskan apapun dengan semangat. Tentang pembagian asrama, tentang teman-temannya, dan tentang yang lainnya.

"Kau masuk asrama mana, Potter?" tanyaku. Kini sekarang aku sudah berada di Aula Besar. Kupikir Aula Besar Hogwarts lebih luas dibandingkan Aula Besar Beauxbatons. Aku minta maaf, Madame Maxime. Tapi ini fakta lapangan.

Potter menoleh. "Aku Gryffindor," jawabnya. "Aku berharap bisa masuk Gryffindor juga," sahutku. Ia mengernyit heran. Tapi sepertinya ia kembali tersenyum mendengar jawabanku.

"Semoga, Lily—Delacour. Sorry," lepasnya. Aku tertawa kecil. Sejujurnya juga aku lebih suka dipanggil dengan nama depan. Itu lucu. "Panggil saja aku Lily, Potter."

"Lily.." panggilnya. Aku tersenyum. Mengangguk. Netraku melirik, Potter tersenyum. "Namamu sangat mirip dengan nama ibuku, Lily," aku tertawa. Lucu. "Oh, ya? Apa nama ibumu Lily juga?" Potter mengangguk. Tidak menyangka aku mempunyai nama yang sama dengan ibu dari seorang The-Boy-Who-Lived.

"Panggil aku Harry, Lily," aku tertawa kecil mendengarnya. Kemudian mengiyakan. "Halo, Harry," sahutku. Kami kembali tertawa. Sepertinya Harry jadi orang pertama yang berteman denganku di Hogwarts.

Makan malam Hogwarts telah tiba. Ini adalah momen yang aku tunggu-tunggu. Rasanya sangat antusias kalian tahu, kan? Aku benar-benar antusias untuk diseleksi. Kini aku berada didepan pintu Aula Besar; menunggu suruhan dari Professor Dumbledore, Kepala Sekolah Hogwarts.

Setelah selesai berjalan disekitar Hogwarts, aku langsung dihampiri oleh Professor Dumbledore setelah Hagrid kembali menemuiku. Ia menjelaskan bagaimana aku harus cepat beradaptasi disini. Untungnya aku bertemu dengan Harry, ia benar-benar membuatku mengetahui Hogwarts lebih awal.

Pintu Aula Besar terbuka lebar. Aku berjalan dengan percaya diri. Tersenyum dengan anggun. Benar-benar menggambarkan citra seorang dari Beauxbatons. Terlebih aku adalah seorang Veela. Siapa yang tidak terpesona dengan pesona yang keluar dari seorang Veela? Tidak ada.

Professor Dumbledore melirik. Ia tersenyum. "Tahun ini, kita memiliki murid pindahan dari Beauxbatons. Lily Delacour," aku bisa mendengar sambutan antusias dari para penghuni Aula Besar. Segera aku mendekatkan diri untuk diseleksi oleh topi penyeleksi.

"Oh, seorang Veela. Seorang Berdarah Campuran. Hm, ambisi, cerdik. Kurasa kau akan cocok jika masuk Slytherin."

Aku mengeluh pelan. Sedikit kecewa sejujurnya. Kukira aku akan masuk asrama yang sama dengan Harry; Gryffindor. Sesaat aku mendengar bisikan-bisikan dari asrama berwarna hijau itu. Aku tidak tahu apakah aku bisa diterima oleh mereka dengan baik atau tidak.

Yang aku ketahui, kebanyakan dari mereka membanggakan kemurnian darah mereka yang murni itu.

"Baik Nona Delacour, silahkan menemui asramamu," suruh Professor; Professor McGonagall; Harry memperkenalkannya padaku tadi. Aku mengangguk. Menghampiri asramaku sendiri. Kata Harry, aku harus segera mengingat nama-nama Professor disini.

"Oh, ada seorang Veela disini," mereka tertawa. Aku tersenyum kikuk. Merasa tidak nyaman dengan tawa sumbang mereka. "Selamat datang, Darah Campuran," seseorang menyeringai dari sana. Aku bisa merasakan beberapa tatapan menyelidik dari asrama Slytherin ini.

Demi Apapun! Aku merasa aku akan menjadi sangat sial selama aku berada di Slytherin. Padahal, aku berharap aku bisa satu asrama dengan Harry, orang yang pertamakali mengenalku tadi.

***

Halo! First of all i would like to thankyou buat kalian yang membaca cerita ini. Aku sejujurnya cukup antusias buat publish cerita ini, jadi semoga kalian suka, oke yaa? Sampai jumpa on the next chapter buddies!

Draco Malfoy; Each Time You Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang